Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berita Hoaks

28 November 2023   09:15 Diperbarui: 28 November 2023   09:29 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita hoaks (disebut juga sebagai "berita palsu") adalah informasi yang disebarkan dengan sengaja untuk menyesatkan pembaca dengan tujuan tertentu. Berita hoaks sering kali dibuat atau disebarkan dengan maksud untuk menipu, menyesatkan, atau memanipulasi opini publik demi kepentsingan pribadi ataupun golongan tertentu.

Karakteristik utama dari berita hoaks adalah keabsahan informasi yang dipertanyakan atau tidak didukung oleh fakta yang dapat diverifikasi.

Berita hoaks dapat berupa tulisan, gambar, video, atau informasi lain yang disebarkan melalui berbagai platform, seperti media sosial, situs web, surel, atau aplikasi pesan. Tujuan dibalik penyebaran berita hoaks bisa bermacam-macam, termasuk:

    Menghasut Sentimen Negatif:

Berita hoaks seringkali dimaksudkan untuk memicu emosi negatif, seperti kemarahan atau kebencian terhadap suatu individu, kelompok, atau lembaga tertentu.

    Menguntungkan Pihak Tertentu:

Berita hoaks dapat dibuat untuk kepentingan politik, ekonomi, atau sosial tertentu dengan maksud untuk memengaruhi opini publik atau mengubah pandangan terhadap suatu isu.

    Mendapatkan Perhatian atau Keuntungan Finansial:

Ada juga yang membuat berita hoaks dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian besar dari masyarakat atau bahkan untuk mendapatkan keuntungan finansial dari lalu lintas online yang tinggi.

    Menciptakan Kekacauan atau Konflik:

Beberapa berita hoaks sengaja diciptakan untuk menciptakan kekacauan, memperkeruh situasi sosial, atau memicu konflik antar kelompok dalam masyarakat.

Penyebaran berita hoaks menjadi perhatian besar karena dapat merusak kepercayaan publik terhadap informasi yang benar, memperkeruh ketegangan dalam masyarakat, dan bahkan membahayakan keamanan dan keselamatan.

Oleh karena itu, penting untuk selalu melakukan verifikasi informasi sebelum menyebarkan atau mempercayainya, serta meningkatkan literasi digital dan kritis dalam mengonsumsi berita dan informasi online.

Berita hoaks juga bisa di lihat dari berbagai sudut kehidupan, seperti:

Sudut Kemasyarakatan:

Tekanan Sosial: Di dalam masyarakat, terkadang ada tekanan untuk menyebarluaskan berita atau informasi yang menarik perhatian, bahkan jika informasi tersebut tidak diverifikasi. Dorongan ini bisa berasal dari keinginan untuk terlihat terinformasi atau memperoleh perhatian dari orang lain.

Keterbatasan Pendidikan Media: Beberapa orang mungkin tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang cara kerja media atau literasi digital. Mereka mungkin tidak memiliki keterampilan untuk membedakan informasi yang valid dari yang tidak valid, dan oleh karena itu lebih mudah terjebak dalam menyebarkan berita hoaks.

Kesenjangan Informasi: Kesenjangan informasi dan akses yang tidak merata terhadap sumber informasi yang dapat dipercaya dapat memicu orang untuk menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Orang-orang yang tidak memiliki akses yang memadai ke sumber berita yang kredibel mungkin cenderung menerima dan menyebarkan informasi palsu.

Sudut Agama:

Kepercayaan dan Kebutuhan akan Validasi: Beberapa berita hoaks yang berkaitan dengan agama mungkin menarik perhatian orang karena menawarkan narasi yang sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan mereka. Orang-orang mungkin menyebarkan informasi palsu ini karena mereka percaya hal itu sesuai dengan ajaran agama mereka atau memberikan validasi terhadap keyakinan mereka.

Penggunaan Agama sebagai Alat Politik: Terkadang, berita hoaks yang berkaitan dengan agama juga digunakan sebagai alat untuk memengaruhi opini publik, memperkuat posisi politik, atau bahkan untuk kepentingan pribadi. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memperkuat posisi mereka dalam ranah politik.

Sudut Pendidikan:

Kurangnya Pendidikan Kritis: Sistem pendidikan yang kurang menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis dapat membuat orang cenderung menerima informasi tanpa mempertanyakan validitasnya.

Kurangnya Literasi Digital: Kurangnya pendidikan dalam hal literasi digital membuat orang sulit membedakan sumber informasi yang terpercaya dari yang tidak. Kemampuan memverifikasi informasi secara online merupakan keterampilan yang penting yang mungkin kurang diperhatikan dalam sistem pendidikan.

Sudut Kejujuran:

Ketidakjujuran dan Tujuan Pribadi: Beberapa individu mungkin menyebarkan berita hoaks karena memiliki tujuan tertentu, seperti mencari perhatian, memperoleh keuntungan finansial, atau memengaruhi opini publik sesuai dengan kepentingan pribadi mereka.

Ketidakpedulian akan Dampak Negatif: Beberapa orang mungkin menyebarkan berita hoaks tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Mereka mungkin kurang peduli atau sadar akan konsekuensi dari tindakan menyebarkan informasi palsu.

Penting untuk mengatasi fenomena berita hoaks ini dengan peningkatan literasi media, penekanan pada pendidikan yang mengembangkan keterampilan kritis, serta peningkatan pemahaman tentang etika dan tanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara luas, sangat penting untuk mengurangi penyebaran berita hoaks dan mempromosikan kejujuran dalam berkomunikasi.

Perlu juga kita mnerujuk ke penelitian mengenai IQ atau intelligence quotient suatu Negara, yang bertujuan untuk mengukur kecerdasan seseorang. Dikutip dari Very Well Mind, IQ menunjukkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.

Berdasarkan laman International IQ Test tahun 2022, Indonesia memiliki IQ rata-rata sebesar 94,04 (sedikit lebih tinggi, karena sebelumnya hanya 80 saja). Indonesia berada di urutan ke-88 dari 125 negara yang berkunjung ke situs tersebut untuk mengerjakan tes IQ.

Pembca juga boleh mengunjungi situs tersebut untuk melakukan test IQ secara internasional ...

IQ seperti itu sebenarnya menurut penulis adalah penghinaan, karena itu artinya masyarakat kita hanya sedikit lebih pintar dari monyet saja. Selain itu, dengan IQ demikian, maka seseorang terutama hanya mampu mengingat saja dan tidak mampu berpikir secara logis, juga dalam menyelesaikan masalah cenderung menggunakan otot daripada otak.

Itu artinya suka demo, suka rusuh, suka membuat kekacauan, suka mengambil barang orang dengan tidak sah, suka mencuri, suka membegal, suka makan tidak bayar, suka korupsi, suka selingkuh, suka berkelahi dalam menyelesaikan masalah. Akan tetapi kalau memang demikian kenyataannya, kita mau bicara apa lagi?

Oleh sebab itu, perlu adanya suatu program secara nasional oleh para aparat Negara, bagaimana agar rakyat Indonesia bisa keluar dari masalah seperti ini. Karena memang ini di alami secara rata-rata oleh rakyat Indonesia, termasuk juga penulis.

Tetapi karena penulis sudah tua dan sudah bau tanah yang entah kapan akan dipanggil oleh-Nya, maka mungkin yang perlu diperhatikan adalah generasi muda kita, karena generasi mudalah harapan bangsa ini ke depannya.

Agar bangsa kita tetap jaya, bersatu, dan utuh serta tidak hancur dan terbelah berkeping-keping oleh paham luar yang ternyata lebih ... dari orang Indonesia asli.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun