Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Keikhlasan Bibi-Mengasuh Buah Hati Orang Lain dalam Bayang-Bayang Kehilangan

19 Juli 2023   15:56 Diperbarui: 12 September 2023   18:34 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kota kecil yang tenang, tinggal seorang bibi bernama Tante Nita. Tante Nita adalah seorang wanita yang ceria dan penuh semangat. Ia dikenal sebagai orang yang sangat perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya. Namun, ada satu hal yang membuat semua orang terheran-heran, yaitu ketidakhadirannya di pemakaman ibu mertuanya sendiri.

Ketika kabar tentang ketidakhadiran Tante Nita di pemakaman ibu mertuanya menyebar, warga kota terkejut dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Namun, Tante Nita memilih untuk tidak memperdulikan omongan orang dan terus menjalani kehidupannya dengan ceria.

Sejak beberapa tahun yang lalu, Tante Nita telah mengangkat seorang wanita tua bernama Nyonya Hani sebagai mamanya angkatnya. Nyonya Hani adalah seorang wanita baik hati yang telah kehilangan seluruh keluarganya dalam kecelakaan tragis.

Tante Nita merasa terpanggil untuk membantu dan menyediakan kasih sayang bagi Nyonya Hani yang kesepian itu. Mereka berdua hidup bersama dalam kedamaian dan kebahagiaan, saling melengkapi satu sama lain.

Suatu hari, saat Tante Nita sedang menikmati secangkir teh hangat di teras rumahnya, dia menerima telepon dari kakaknya, Tante Sari. Tante Sari mengajaknya untuk mengunjungi dua keponakan Tante Nita yang sudah yatim piatu. Tante Sari hanya ingin melihat kondisi keponakannya saja, bukan meminta Tante Nita untuk mengurus mereka sepenuhnya. Namun, Tante Nita menolak dengan halus.

"Maaf, Tante Sari, aku sedang sangat sibuk hari ini," jawab Tante Nita dengan suara ceria. "Aku harus menemani Nyonya Hani pergi ke pesta ulang tahun temannya."

Tante Sari merasa kecewa, tapi dia mengerti bahwa Tante Nita selalu sibuk dengan kegiatan sosial dan pekerjaannya yang beragam. Meskipun begitu, dia tidak bisa menyembunyikan perasaan kesalnya.

"Hari ini adalah hari libur, Nita. Tidakkah kamu ingin meluangkan waktu untuk mengunjungi mereka? Mereka sangat merindukanmu sebagai bibi mereka," kata Tante Sari dengan suara lembut.

Tante Nita terdiam sejenak. Dia memang mencintai keponakannya, tapi dalam hati, dia merasa bahwa mengurus anak-anak yang bukan darah dagingnya sendiri bukanlah tanggung jawabnya. Dia merasa bahwa dia memiliki hak untuk memilih bagaimana cara dia ingin menghabiskan waktu dan energinya.

"Maaf, Tante Sari, aku benar-benar tidak bisa," ujar Tante Nita akhirnya kepada kakaknya. "Anak kandungku saja tidak terurus, bagaimana aku bisa mengurus anak orang lain?"

Tante Sari mengerti bahwa Tante Nita memiliki alasan pribadi yang kuat, meskipun dia tidak sepenuhnya setuju. Dia memutuskan untuk tidak memaksa Tante Nita dan mengakhiri pembicaraan dengan mengatakan bahwa mereka bisa mengunjungi keponakan lainnya lain waktu.

Setelah menutup telepon, Tante Nita merasa sedikit cemas dengan reaksi Tante Sari, tapi dia cepat-cepat mengalihkan perhatiannya. Bersama Nyonya Hani, dia pergi ke pesta ulang tahun teman lama mereka, Pak Kardi.

Pesta ulang tahun Pak Kardi berlangsung meriah. Semua orang tertawa, bernyanyi, dan menikmati hidangan lezat yang disajikan. Tante Nita dan Nyonya Hani berdansa dengan riang, bergabung dalam keceriaan yang menghiasi acara tersebut.

Saat itulah, Tante Nita menyadari betapa beruntungnya dia bisa memiliki seseorang seperti Nyonya Hani dalam hidupnya. Meskipun Nyonya Hani bukan darah dagingnya, dia selalu ada untuknya, memberikan dukungan, dan saling mengisi kekurangan satu sama lain. Tante Nita merasa lega dan bahagia dengan keputusannya untuk mengangkat Nyonya Hani sebagai mamanya angkatnya.

Sementara itu, Tante Sari mengunjungi keponakannya yang lain dan memberi tahu mereka tentang ketidakhadiran Tante Nita di hari itu. Keponakan-keponakannya merasa sedih dan kecewa, tapi Tante Sari menjelaskan dengan lembut bahwa setiap orang punya cara dan prioritas hidupnya masing-masing.

Kisah tentang Tante Nita dan Tante Sari pun menjadi bahan pembicaraan di kota kecil itu. Beberapa orang mengkritik Tante Nita karena tidak hadir di pemakaman ibu mertuanya, sementara yang lain memuji keikhlasannya dalam mengangkat Nyonya Hani sebagai mamanya angkat.

Hari-hari berlalu, dan Tante Nita tetap menjalani kehidupannya dengan penuh semangat dan keceriaan. Dia tidak peduli dengan omongan orang lain yang berbicara di belakangnya. Baginya, yang terpenting adalah memberikan kasih sayang dan kebahagiaan kepada orang-orang yang dia cintai dan yang ada di sekitarnya.

Seiring berjalannya waktu, Tante Nita semakin dekat dengan Nyonya Hani dan keponakannya yang lain. Meskipun dia tidak mengurus mereka sepenuhnya, dia selalu ada untuk memberikan dukungan dan cinta.

Semua orang menyadari bahwa Tante Nita adalah sosok yang istimewa, yang mengajarkan tentang kebahagiaan, keikhlasan, dan arti keluarga yang sebenarnya.

Akhirnya, kabar tentang kebaikan hati Tante Nita menyebar ke seluruh kota, dan dia menjadi sosok yang dihormati dan dicintai oleh semua orang. Dia membuktikan bahwa kebahagiaan dan kasih sayang tidak selalu harus terikat oleh darah daging, tetapi bisa tumbuh dari ikatan hati yang tulus dan keikhlasan yang tulus.

Sementara Tante Sari adalah seorang wanita yang tegar dan berhati lembut. Dia selalu mencoba menjadi sosok yang menginspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, di balik senyumnya yang hangat, ada luka yang dalam. Luka kehilangan sosok adik kandungnya yang dicintainya, Tante Rika.

Tante Rika adalah adik dari Tante Sari dan Tante Nita. Dia adalah sosok yang ceria dan penuh semangat, selalu menemani keponakan-keponakannya dengan canda tawa. Namun, takdir berkata lain. Suatu malam, kehidupan Tante Rika dipadamkan oleh kecelakaan tragis yang meninggalkan kedua keponakannya yatim piatu.

Kehilangan Tante Rika mengguncangkan seluruh keluarga. Tante Sari merasa patah hati dan terpuruk oleh duka yang mendalam. Namun, dia berusaha tetap kuat dan berperan sebagai ibu bagi kedua keponakannya, Dika dan Rani. Dia menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri dan berjanji akan selalu ada untuk mereka.

Sementara itu, Tante Nita, kakak Tante Sari, menunjukkan reaksi yang berbeda atas kehilangan Tante Rika. Meskipun dia sangat mencintai adiknya, tapi dia menutup diri dari rasa sedih. Tante Nita menyembunyikan perasaannya dan mencoba terus hidup dengan ceria, takut menunjukkan kelemahannya.

Tante Sari yang begitu terluka dengan kepergian adiknya, sering mengunjungi kuburan Tante Rika dan membawa bunga segar. Setiap kali dia berada di sana, dia merenung dan menceritakan tentang apa yang telah terjadi dalam hidupnya, seolah-olah berbicara langsung dengan arwah adik tercintanya.

"Aku merindukanmu, Rika," gumam Tante Sari, sambil menitikkan air mata. "Aku mencoba menjadi penggantimu bagi Dika dan Rani, tapi rasanya tidak pernah cukup. Aku tahu Nita tidak sepenuhnya mengerti mengapa aku melakukan ini, tapi aku tak bisa berhenti."

Meskipun Tante Sari begitu sibuk merawat dan mengunjungi keponakannya, ada satu hal yang selalu mengganjal di hatinya. Itu adalah ketidakhadiran Tante Nita dalam setiap momen penting dan perayaan bersama. Tante Sari tidak mengerti mengapa Tante Nita lebih memilih untuk menjalani hidupnya sendiri dan tidak melibatkan diri dalam kehidupan keponakannya.

Pada suatu pagi yang hening, Tante Sari duduk di samping makam Tante Rika, membawa sepucuk surat yang belum pernah dia berikan kepada adiknya. Dalam surat itu, dia mencurahkan isi hatinya yang paling dalam, mengungkapkan rasa kehilangan dan kebingungannya atas keputusan Tante Nita yang terkesan acuh tak acuh.

"Tante Rika, aku harap kau bisa mendengar kata-kataku," ucap Tante Sari perlahan. "Aku tak tahu apa yang salah dengan Nita. Mengapa dia tidak mau melibatkan diri dalam kehidupan Dika dan Rani? Apa yang bisa aku lakukan agar dia mengerti perasaanku?"

Tidak lama setelah itu, Tante Sari melanjutkan kunjungannya ke rumah Dika dan Rani. Kali ini, dia membawa bingkisan hadiah istimewa untuk mereka. Tante Sari ingin memberikan sesuatu yang dapat mewakili hadiah dari Tante Rika, yang sudah tidak bisa lagi memberikan hadiah itu sendiri.

Dika dan Rani senang menerimanya dan melihat isi bingkisan dengan penuh kegembiraan. Namun, di saat itulah Tante Sari menyadari bahwa Tante Nita tidak ada di sana untuk menyaksikan momen istimewa itu.

"Bik, mengapa bibi Nita tidak ikut datang?" tanya Dika dengan cemas.

Tante Sari tersenyum dan mencoba menghibur mereka, "Oh, bibi Nita pasti sedang ada urusan penting, sayang. Tapi jangan khawatir, nanti aku akan memberitahunya betapa bahagianya kalian menerima hadiah ini."

Namun, di balik senyumannya, hati Tante Sari terasa hampa. Dia merindukan saat-saat ketika mereka semua bisa bersama, menikmati kebersamaan, dan merayakan momen indah bersama-sama.

Hari-hari berlalu, dan Tante Sari tetap setia mengunjungi Dika dan Rani. Mereka tumbuh dengan cinta dan perhatian yang diberikan oleh Tante Sari. Namun, rasa kehilangan atas kehadiran Tante Nita tak pernah benar-benar hilang.

Suatu hari, ketika Tante Sari tengah berbicara dengan Dika dan Rani di dekat makam Tante Rika, tiba-tiba Tante Nita muncul dari kejauhan. Dia melihat betapa bahagianya Dika dan Rani saat berada di samping Tante Sari. Raut wajahnya terlihat ragu dan terombang-ambing antara bergabung dengan mereka atau pergi lagi.

Dengan hati yang berdebar, Tante Sari mengangkat tangan untuk menyapanya, "Nita, bergabunglah dengan kami."

Tante Nita berjalan perlahan menuju mereka. Dia memandang keponakannya dengan penuh rasa bersalah. Ketika dia duduk di samping mereka, dia bisa merasakan betapa eratnya ikatan di antara mereka berdua.

"Dika, Rani, bibi Nita sangat merindukan kalian," kata Tante Nita dengan suara lembut.

Dika dan Rani tersenyum bahagia, merasa senang bisa bersama dengan bibi Nita mereka.

"Tidak apa-apa, bibi Nita," sahut Dika, "Kami tahu bibi pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan. Tapi tolong datang lagi lain kali, ya?"

Tante Nita mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa bersalah telah mengabaikan keberadaan mereka selama ini, hanya terfokus pada kehidupannya sendiri.

Tante Sari melihat betapa sulitnya bagi Tante Nita untuk membuka hatinya. Dia berusaha memahami kakaknya itu dan memaafkannya atas ketidakhadirannya selama ini.

"Kita harus selalu bersama, seperti dulu," ujar Tante Sari dengan lembut, "Dika dan Rani butuh bibi Nita juga, seperti mereka butuh aku."

Tante Nita menunduk, merenungkan kata-kata Tante Sari. Dia menyadari betapa berartinya kehadiran keluarga dalam hidupnya, terutama dalam kehidupan Dika dan Rani.

Sejak saat itu, Tante Nita mulai berubah. Dia mengunjungi Dika dan Rani lebih sering, merangkul mereka dengan kasih sayang yang tulus. Dia belajar untuk membuka hatinya dan mengenang kembali momen-momen indah bersama Tante Rika, kakak dan adik tercintanya.

Lama-kelamaan, hubungan di antara Tante Sari dan Tante Nita mulai pulih. Mereka belajar untuk saling memahami dan memberi ruang satu sama lain. Mereka belajar bahwa meskipun kehilangan begitu menyakitkan, kebersamaan dan dukungan keluarga bisa menjadi obat yang menyembuhkan luka.

Dika dan Rani pun tumbuh bahagia dengan kehadiran kedua bibi mereka. Mereka belajar bahwa keluarga tidak selalu harus terikat oleh darah, tapi bisa tumbuh dari kasih sayang dan kehadiran yang tulus.

Di antara bayangan kesedihan atas kehilangan Tante Rika, tumbuhlah ikatan persaudaraan yang semakin kuat di antara Tante Sari dan Tante Nita. Mereka belajar bahwa meskipun hidup kadang sulit dan takdir membawa perubahan yang tak terduga, cinta dan keluarga akan selalu menjadi penguat dalam menghadapi segala liku hidup.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun