Mereka ramai menawarkan saya dan istri untuk menginap di rumah mereka, tetapi tuan pesta sudah menyiapkan kamar khusus untuk saya dan istri. Sehingga kami berdua tidak enak untuk menginap di tempat lain, hanya mandi dan buang hajat saja di tempat lainnya karena di tempat mereka berebut karena ada orang menginap sebanyak dua puluh lima orang.
Singkat cerita, prosesi pernikahan dilaksanakan di sebuah gereja lama, yang kami bangun ketika masih SMP atau sekitar 43 tahun yang lalu, di mana di bangun oleh Pastor Schneider berasal dari negeri Belanda.
Saya juga terharu melihat Gedung SMP tempat saya bersekolah dulu yang terletak tidak jauh dari gereja dan sungguh bangga karena sekarang tidak menyangka sudah bisa menyelesaikan S2 saya dua kali beda jurusan yaitu di Kuala Lumpur Malaysia dan di Pontianak Indonesia.
Yang pertama mengambil S2 di bidang Linguistik Di Universiti Kebangsaan Malaysia di Kuala Lumpur dan yang kedua S2 di bidang bahasa Inggris di Universitas Tanjung Pura di Pontianak.
Saya juga tidak lupa melihat asrama pria tempat saya dulu dan meminjam sebuah kendaraan bermotor untuk membawa istri saya ke Batu Dara Muning yaitu situs yang sangat penting dan tempat wisata terkenal di daerah ini yang ceritanya seorang anak yang mengawini ibunya sendiri.
Kemudian melihat sungai Melawi dan pasar Serawai yang sekarang jauh berubah dari masa kami masih SMP dulu. Sekarang sudah banyak orang luar seperti Jawa, Minang, Batak dan Tionghoa yang membuka usaha di sana.
Malamnya tanggal 22 Mei 2022 adalah upacara Ngitot Kain Kisok, artinya mengantarkan kain penanya dari pihak laki-laki, yang berisi selembar kain yang masih baru dan tidak cacat, uang dua juta setengah, Llasung Lavai, Sambon dan piring.
Besoknya setelah prosesi pernikahan di gereja dengan dihadiri oleh para sahabat, keluarga dan para tamu undangan. Sekitar 300 orang yang hadir di dalam gereja itu dan bagi saya adalah merupakan kenangan manis karena 43 tahun yang lalu gereja ini kami bangun ketika masih SMP dan juga saya membawa istri saya ke sini.
Kami semua diantar jemput dengan mobil, melewati Gedung SMP tempat saya bersekolah 43 tahun yang lalu. Saya sungguh terharu, meskipun anak-anak yang bersekolah di situ jelas tidak tahu maknanya.
Besoknya upacara adat dimulai dengan pihak pengantin pria mengetuk pintu untuk masuk, dengan sebelumnya meminum tuak tujuh tingkat yang dibawahnya disiapkan uang lima puluh ribu dan seratus ribu rupiah. Siapa yang mampu meminum tuaknya itu boleh mengambil uangnya dan mangkoknya sekalian juga di bawa. Setelah semua tujuh mangku tuak itu diminum habis, maka mereka mengetuk pintu sebanyak tujuh kali untuk meminta masuk.
Pengantin wanitanya bersembunyi di kamar dan pihak pengantin laki-lakilah yang mencarinya dan membawanya keluar untuk duduk di atas gong yang sudah disiapkan. Kedua pengantin duduk di atas Gong dan menghadap daun Savang, Tombak, dan kedua tangan mereka berpegangan ke daun Savang dengan tangan laki-laki di sebelah atasnya.