Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merawat Istri yang Terinfeksi Covid-19

19 Agustus 2021   07:04 Diperbarui: 19 Agustus 2021   07:14 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 6 Mei 2021 isteriku mengatakan dia mengalami diare dan sudah beberapa kali bolak balik ke WC. Lalu dia mengatakan jika dirinya sangat lelah dan sama sekali tidak ada nafsu makan. 

Awalnya aku menganggapnya mengalami diare biasa saja, tetapi ketika kemudian dia mengatakan mual, pusing, merasa mau muntah, timbul ruam pada kulitnya, terasa sakit tenggorokan, merasa meriang, beberapa bagian tubuhnya juga terasa nyeri dan kelelahan yang teramat sangat sehingga katanya sama sekali tidak bertenaga bahkan untuk mengangkat kakinya.

Saya pun tersentak dan segera googling untuk mencari informasinya di media online dan dhhheeeggg..., ternyata ciri-ciri itu adalah merupakan kebanyakan ciri-ciri orang yang terinfeksi Covid Varian India atau B.1.617. 

Akhirnya terkena juga, pikir ku. Padahal saya sangat patuh dan ketat melaksanakan protokol kesehatan dan kami  sudah lock down mandiri sejak dari bulan Januari 2020.

Aku sungguh terkejut dan merasa sangat khawatir. Salah satunya yang membuat ku khawatir adalah karena pada saat kami dua berdiskusi itu pada tanggal 9 Mei 2-021. 

Artinya kami sudah saling berinteraksi dan tidur bersama selama tiga hari tiga malam. Yang artinya jika isteri positif, maka sangat besar kemungkinan saya pun pasti terjangkit. Padahal kami berdua ini sama-sama sudah tua dan juga sama sama tidak bisa dikatakan sehat.

Isteri saya sejak dari masa mudanya jantungnya kurang sehat, menderita maag kronis, filek berkepanjangan sejak setahun sebelum pandemi Covid-19 muncul di Wuhan. 

Sementara saya menderita darah tinggi yang tekanannya pernah mencapai 220/110, asam urat, kolestrol tinggi dan ada ciri-ciri diabetes tipe 2. Sementara yang saya baca di media online, penyakit-penyakit adalah komorbit yang yang bisa memperparah penderita Convid-19.

Lama kami berdua berdiskusi apakah mau tes ke Gugus tugas penanganan Covid-19 atau tidak untuk memastikan kondisi kami, karena masalahnya di daerah kami pada waktu itu sedang tinggi-tingginya orang yang terjangkit. 

Ruang isolasi sudah penuh, ruang IGD juga penuh dan tingkat kematian menjadi tertinggi untuk sementara waktu di Provinsi kami. Sehingga menurut guyonan orang-orang di daerah itu bukan lagi zona merah lagi tetapi sudah zona hitam.

Yang kami khawatirkan adalah karena para tenaga kesehatan itu sudah sangat lelah, sehingga mungkin saja mereka menjadi kurang teliti dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga bisa saja alat-alat dan diri mereka yang tidak steril, sehingga jika seandainya tidak terinfeksi malahan bisa saja terjangkit sakit dari peralatan atau orang-orang yang banyak OTG di situ. Apalagi teringat kasus yang terjadi di Kualanamu yang sampai menjadi berita nasional, di mana ada beberapa petugasnya yang berbuat curang demi keuntungan pribadinya.

Akhirnya kami memutuskan untuk isolasi mandiri di rumah saja dengan mengambil tindakan-tindakan pengamanan semampunya yang bisa kami lakukan untuk kami sekeluarga. Karena toh hidup di dunia ini tidak ada yang abadi, setiap mahluk hidup suatu saat pasti akan kembali kepadaNya. Hanya kapan, bagaimana caranya dan di mana tempatnya saja yang kita tidak tahu.

Anak-anak kami atur untuk tidur sendiri di kamar atas dan di bawah hanya saya sendiri dan isteri yang sakit. Tetapi saya tidur di ruang keluarga, sementara isteri saya isolasi sendiri di kamar tidur kami berdua.

Saya mencoba menganalisa, bagaimana isteri saya sampai bisa terjangkit. Karena dia merupakan satu-satunya orang yang tidak pernah keluar dari rumah. Sementara khusus diri saya, saya termasuk orang yang paling sering keluar, terutama untuk berbelanja ke pasar sayur dan juga untuk kebutuhan lainnya di pasar tradisional. 

Tetapi saya sangat ketat mengikuti ProKes 5M. Bahkan saya selalu membawa sanitiser buatan sendiri, yaitu yang terbuat dari rebusan daun sirih.

Setiap saya pulang, semua belanjaan yang bisa basah, pasti saya semprot dulu dengan sanitiser. Demikian juga masker, helm, tangan, sayuran-sayuran, handel pintu, daun pintu baik di depan maupun di WC, tempat air minum, piring dan gelas, semuanya tidak luput saya semprot dengan sanitiser.

Bahkan pegangan tangga naik ke lantai dua dan semua tiang yang diperkirakan sering disentuh dan dipegang ataupun tempat bersandar, semuanya secara berkala saya semprot dengan sanitiser daun sirih.

Artinya dari pihak saya, sedikit kemungkin sebagai pembawa penyakit itu. Saya hanya curiga dua anak saya yang paling tua saja, karena mereka rajin keluar meskipun sudah diingatkan berkali-kali, untuk tidak keluar jika tidak penting benar. Yang celakanya mereka sama sekali tidak percaya akan Covid-19.

Mereka jika keluar berjalan hanya mengenakan masker agar supaya tidak terjaring rajia saja, yang namanya sanitiser tidak pernah di bawa. Sehingga saya curiga ketika tas mereka atau tangan mereka ketika makan dan minum di cafe itu, bisa tersentuh dengan virus Covid-19. 

Sehingga ketika sampai di rumah, mereka ada tersentuh dengan handel pintu atau gelas minuman, karena tidak di semprot karena saya belum sempat semprot, maka terpegang oleh isterinya saya yang memang sering lupa. Maka terjangkitlah dia.

Hal ini juga diperkuat dari rubrik yang saya peroleh dari internet, bahwa jika penderitanya diawali dengan diare maka ada kemungkinan virusnya masuk melalui mulut, sehingga ke usus dulu sehingga akan menyebabkan diare baru kemudian virus itu menuju ke paru-paru.

Segala kebutuhannya saya sendiri yang mengurusnya, anak-anak sama sekali tidak saya perbolehkan untuk memasuki kamar tidur kami itu. Untuk makan minum isteriku yang terindikasi terinfeksi Covid-19 itu, semuanya saya urus sendiri. 

Selain isolasi mandiri di rumah, saya juga berupaya membuatkan empon-emponan yang saya racik sendiri dari berbagai tanaman obat yang memang sudah kami tanam sejak lama untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya dan juga imun tubuhnya.

Bahan-bahannya nyaris ada semua di tanam di sekitar rumah, yang saya beli hanya jahe dan kunyit karena tidak cukup, lalu propolis, madu dan gula merah saja. 

Madu saya tidak mau membeli yang dijual oleh para penjual yang dijajakan di jalan raya, karena saya khawatir ada kecenderungan madu itu palsu. 

Jadi saya membeli madu buatan pabrik saja yang sudah ada nomor registrasi BPOM-nya, namun madunya yang mengandung bee pollen dan royal jelly selain mengandung madu murni.

Dalam upaya menyembuhkan isteri saya, saya berupaya melengkapkan gizinya, mengikuti ProKes 5M, menciptakan suasana agar hatinya tenang, mengirimkannya video-video lucu dan cerita-cerita lucu dan selalu menghubunginya via video call (rasanya lucu, satu rumah pakai video call segala). Tapi beberapa hari kemudian dia juga bosan, sehingga saya belikan benang-benang polyster untuk dia rajut menjadi tas dan taplak meja.

Sebagai orang beragama, begitu dia terindikasi terinfeksi Covid-19 dengan ciri-ciri varian baru seperti ciri yang ada di India itu, hal paling penting saya juga kami lakukan adalah segera mendaraskan doa Novena 3 Salam Maria selama sembilan hari. Ternyata Bunda Maria mendengarkan permohonan saya, isteri saya tidak mengalami demam panas yang sangat kuat dan sesak nafas yang kuat.

Gejala demam panas itu ada, tetapi dengan Paracetamol saja sudah bisa diatasi. Sesak nafasnya juga ada, tetapi hanya terjadi selama empat hari saja dan masih mampu ditahannya. Hanya yang agak lama dia derita itu adalah sakit tenggorokan, rasa kebas di bibir, tidak bisa mencium bau dan rasa lelah yang teramat sangat.

Baru pada hari ke tujuh doa Novena itu kami daraskan, ternyata kondisi isteri saya sudah jauh lebih baik. Pada hari ke empat belas, isteri saya sudah betul-betul sembuh, tetapi untuk amannya masih saya tambah lagi toleransi isolasi selama tiga hari seperti saran gugus tugas Covid-19 nasional.

Untuk bisa kontak dengan anak-anak, malah saya tambah waktu selama dua minggu, menunggu dia betul-betul sembuh. Karena dia masih saja selalu merasa lelah yang teramat sangat dan berkepanjangan. Tetapi sampai saat ini rasa lelahnya masih juga sering terasa, sehingga saya khawatir dia terkena long covid-19 yang terjadi berbulan-bulan bahkan katanya bisa sampai sembilan bulan.

Pada saat yang bersamaan, ada sedikit kejadian aneh terjadi di kompleks kami. Yaitu keadaan di rumah kost yang berada di sebelah kanan kami jika kami menghadap ke arah depan atau jalan raya. Sebenarnya rumah kos itu sudah selama beberapa bulan ini penyewanya nyaris tidak ada.

Entah mengapa, beberapa minggu ini tiba-tiba menjadi cukup ramai dan anehnya mereka yang tinggal di situ selalu keluar dan duduk diluar dengan menggunakan masker. Mereka juga selalu berjemur jika pagi hari dari pukul 9 sampai pukul 11.00 siang, sambil bermain Hand Phone. Sehingga kami khawatir jika sebenarnya mereka juga terinfeksi Covid-19.

Beberapa hari kemudian hal itu terjawab, yaitu ketika kami sedang berolah raga dan berjemur, terdengar beberapa orang dari mereka sedang menerima menelpon, berkomunikasi dengan kawannya yang berada entah di mana, yang dalam pembicaraan mereka bercerita jika dirinya terkena Covid-19.  

Jadi dugaan kami itu tidaklah salah, jika para menyewa rumah kost itu adalah para penyewa dadakan hanya memanfaatkana rumah kos itu hanya untuk isolasi mandiri saja.

Mungkin bisa juga saya share sedikit lagi di sini, bahwa kami sejak menikah memang telah menyerahkan pertolongan perantaraan doa kami kepada Bunda Maria. 

Selama 28 tahun pernikahan kami, pertolongan Tuhan itu selalu datang, meskipun di saat-saat sepertinya sudah tidak ada harapan lagi. Saya rasa hal ini juga pasti akan dilakukan oleh para pemeluk agama lainnya sesuai aturan dan kebiasaan di dalam agamanya masing-masing.

Tuhan itu memang baik, bahkan sangat baik. Dia tidak butuh kita sebenarnya, karena toh kita hanya ciptaanNya. Dia bisa saja memusnahkan kita dan menggantinya dengan mahluk lain yang lebih taat padaNya jika Dia mau. 

Tetapi Dia tidak melakukannya. Malahan saking baiknya Tuhan, meskipun kita telah berdosa, dia rela menyelamatkan kita dengan mengutus para nabi dan para rasulnya ke dunia demi kepentingan keselamatan kehidupan kekal kita.

Dia telah memberikan nyawa kepada lebih 7,7 miliar manusia di dunia, jadi jika kita berdoa hanya untuk meminta Dia menyelamatkan beberapa nyawa orang-orang yang kita sayangi, itu bukanlah perkara yang susah bagiNya. 

Itu sungguh sebuah perkara kecil bagiNya. Itulah yang saya lakukan kemarin, saya memohon kepada Dia untuk menyelamatkan nyawa isteriku dan ternyata Tuhan mengabulkannya melalui perantaraan Bunda Maria dengan mendaraskan doa Novena selama sembilan hari.

Hal ini belum lagi perjuangan saya dalam mengurus isteri saya selama dia sakit. Karena kebetulan sekolah-sekolah melaksanakan pelajaran secara daring, maka anak-anak saya yang masih sekolah memang tidak bisa diganggu, katanya. Karena tugasnya bahkan diberikan oleh para gurunya sampai malam.

Padahal saya sering mendengar, bahwa para guru itu hanya boleh memberikan tugas sampai pukul 12 siang saja. Tetapi sampai malam masih ada juga guru yang mengirimkan tugas kata anak saya, karena siang harinya tidak ada mengirimkan tugas.

Ketika saya chek di Ponsel anak-anak, ternyata memang benar. Lalu ada beberapa tetangga yang kebetulan juga guru, mengatakan bahwa banyak para guru memang seperti itu, karena kalau pagi mereka malah berkeliaran berbelanja sehingga tidak memberikan tugas kepada anak-anak.

Sungguh suatu hal yang sangat mengecewakan. Apalagi saya khawatir akan kesehatan anak-anak saya yang sepanjang hari terpapar radiasi sinyal ponsel yang menurut berita-berita di internet sangat berbahaya bagi kesehatan anak-anak.

Sementara anak saya yang sudah selesai sarjananya, paling cepat bangun pada pukul 12 siang, terkadang juga sampai sore. Kalau di panggil turun untuk membantu pasti kata kunci jawabanannya: sabar bah, nanti dulu, sebentar lagi, ya ya ya sudah mau turunlah nih, yang ternyata bisa sampai sore. 

Saya sekuat tenaga berusaha menahan sabar, karena saya tidak mau marah-marah yang malahan bisa membuat isterinya saya jadi terganggu dan bisa bisa menurunkan imun tubuhnya.

Yang terpenting sekarang bagaimana supaya isteri saya selamat dulu, yang lainnya urusan nantilah. Selain itu juga karena saya ini menderita darah tinggi dan kolestrol tinggi, sehingga sangat berbahaya jika marah-marah. Sungguh suatu perjuangan yang sangat sulit.

Belum lagi karena keadaan ekonomi keluarga kami yang sangat parah terdampak Covid-19 ini, di mana satu-satunya bantuan yang kami dapatkan hanyalah dari kartu Prakerja saja.

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dapur kami belanja apa adanya saja dengan budget yang sangat minim, tetapi syukurlah di sekitar rumah sudah banyak ditanami dengan sayur-sayuran.

Seperti kangkung, ubi kayu, daun katu, talas, terung pipit, jahe, cekur, nangka, kunyit, pisang, sawi serta bayam dan cabai rawit.  Meskipun masih belumlah bisa dikatakan sebagai swasembada, tetapi paling tidak masih ada juga yang bisa dijadikan untuk sayuran.

Saya tetap berusaha melakukan semua pekerjaan sendiri seperti belanja ke pasar sayur, memasak nasi dan sayur, memasak air minum, menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, mencuci pakaian, membuat empon-emponan, memberi kucing peliharaan kami makan dan juga membuat obat herbal untuk saya sendiri.

Dalam mengantarkan makanan dan mengurusi isteri saya mandi dan buang air, saya selalu masuk dan keluar kamarnya dengan selalu memakai masker dan selalu menyemprotkan sanitiser buatan sendiri dari daun sirih yang diarahkan ke udara dan lantai serta bagian-bagian dari dinding kamar. Dalam satu harinya saya rata-rata menghabiskan kurang lebih 5 liter sanitiser daun sirih. 

Karena setiap saya masuk, pastilah saya semprot semua bagian yang potensial ada virusnya sehingga isterinya saya kedinginan karena ada yang terkena kakinya. Rumah juga selalu saya pel dengan karbol wangi seperti Wipol dan pembersih lantai porselin yang mengandung asam klorida atau HCL seperti Vixal.

Saya juga pantas sangat bersyukur kepoada Tuhan Yang mahakuasa, karena saya tiga kali kontak dengan orang yang terinfeksi Convid-19, yaitu yang pertama adalah dengan kawan saya yang telah saya posting pada bulan April 2020 yang lalu. Kemudia interaksi saya dalam merawat isteri saya dengan peralatan seadanya dan tidak memakai APD seperti tenaga kesehataan. 

Lalu yang ketiga ketika mendatangi rumah adik ipar saya, rupanya mereka satu rumah itu terinfeksi semuanya tetapi mereka tidak memakai masker, untunglah saya tetap tidak pernah lepas masker kecuali ketika berada di ruangan dalam rumah yang steril.

Saya rasa Tuhan memang berbelas kasihan kepada saya, karena usia saya sudah tua dan mengidap berbagai macam penyakit orang tua seperti darah tinggi, gejala diabetes tipe-2 dan tinggi kolestrol. Karena menurut saya tidak ada seorang pun yang kebal terhadap pemnyakit ini, hanya kuasa Tuhan saja yang mampu membuat seseorang itu kebal.

Terpujilah Allah Bapa, Tuhan semesta Alam. Allah yang sunnguh baik dan penuh belas kasih. Akhirnya isteri saya bisa sembuh total sekarang. Meskipun kadang-kadang masih pernah juga mengeluh sangat kelelahan bahkan untuk melangkah saja hampir tidak mampu. Mungkin saja itu karena organ tubuhnya pernah terinfeksi, sehingga kemampuan beberapa organ tubuhnya menjadi sangat menurun.

Melaui tulisan ini juga saya berharap, semoga saja semakin banyak orang yang sadar akan bahayanya pandemi ini dan semakin patuh dengan melaksanakan himbauan Pemerintah untuk taat ProKes 5M, sehingga penyakit berbahaya ini bisa segera berlalu dari kehidupan kita dan kita bisa kembali beraktifitas normal seperti sedia kala.

Begitu banyaknya tenaga kesehatan seperti para dokter, perawat, tukang gali kubur, tukang masak di tempat isolasi sampai ke sopir ambulance yang jarang pulang untuk bertemu keluarganya karena berperang melawan pandemi dalam mengurusi orang yang terinfkesi Covid-19. 

Bahkan begitu banyak juga dari mereka yang sampai tewas meregang nyawa dalam pekerjaannya memerangi pandemi ini dengan merawat dan mengurusi orang-orang yang terinfeksi Covid-19.

Sementara di lain pihak di luaran sana masih begitu banyak juga orang yang begitu bodoh dan tidak malu-malu masih tidak percaya jika Covid-19 ada dan dengan begitu teganya menyebarkan berita-berita hoax karena tidak percaya dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah yang telah menggelontorkan uang ratusan triliun rupiah dalam upayanya memerangi pandemi ini.

Sungguh mereka-mereka itu tidak punya perasaan kemanusiaan dengan tetap mengatakan bahwa Covid itu hanya hoax semata yang disebarkan oleh pemerintah. 

Entah bagaimana lagi menjelaskannya kepada orang-orang yang bebal dan ngeyel seperti ini. Itu menandakan bahwa dirinya kurang literasi dan kurang wawasan. Atau kasarnya apakah IQ-nya jongkok? Sehingga melihat fakta yang nyata-nyata di depan mata saja dia tidak mampu? Entahlah, hanya Tuhan dan dia saja yang tahu pasti.

Sebaiknya orang-orang seperti ini ditangkap saja untuk dijadikan relawan Covid-19, mungkin bacotnya bisa berkurang kalau tidak sudah mampus duluan oleh Covid~19.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun