Quo vadis adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahannya secara harafiah berarti: "Ke mana engkau pergi?" (wikipedia.org). Sehingga judul diatas kurang lebih berarti: Kemana engkau pergi melanjutkan sekolahmu setelah tamat SLTA?
Pertanyaan itu terutama sekali ditujukan kepada anak-anak yang baru saja menamatkan SLTA-nya pada tahun ini, ataupun kepada mereka yang sudah tamat beberapa tahun sebelumnya tetapi belum lulus tes masuk perguruan tinggi.
Anak-anak sekolah tamatan tahun 2020 ini sangatlah istimewa, karena mereka tidak merasakan dag-dig-dug dheerrnya ujian nasional, sebab kegiatan belajar mengajar di sekolah terdampak pandemi Covid-19 sebelum empat mengikuti ujian nasional.Â
Namun persoalan melanjutkan sekolah adalah suatu keniscayaan, karena untuk jaman sekarang ini rasanya masih kurang jika anak-anak hanya tamatan SLTA, meskipun masih ada juga tempat kerja yang masih membutuhkan tamatan SLTA, tetapi tentu saja dengan ditambah beberapa syarat khusus.
Melanjutkan ke Perguruan Tinggi (PT)
Perguruan Tinggi yang biasa disingkat PT, terdiri dari berbagai macam jenis sekolah, yaitu Akademi, Institut, Politeknik, Sekolah tinggi, dan Universitas.Â
Namun yang paling terkenal dari PT ini adalah Universitas, karena di dalam universitas itu terdiri dari berbagai fakultas, di mana fakultas terbagi lagi ke dalam berbagai macam jurusan dan program studi. Misalnya sebuah univeritas salah satu fakultasnya adalah keguruan dan ilmu Pendidikan atau FKIP, di dalam fakultas itu ada jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, dan di dalam Pendidikan Bahasa dan Seni itu ada program studi Bahasa Inggris. Dulunya di dalam program studi ada jenjang lagi, seperti S1 dan Diploma 3.
Perguruan Tinggi ini terdiri atas Perguruan Tinggi negeri dan Swasta dan juga Universitas Terbuka atau UT. Sebenarnya UT ini juga adalah universitas negeri, tetapi UT itu non kampus atau sistem kuliah jarak jauh.
Kebanyakan calon mahasiswa akan memilih perguruan tinggi negeri karena bagaimanapun juga, PTN itu biaya kuliahnya lebih murah. Di dalam universitas, ada beberapa tingkatan besarnya uang kuliah tunggal (UKT), tergantung kemampuan ekonomi orangtua calon mahasiswa.Â
Sistem UKT ini sudah diterapkan di seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia, yang besarannya tidak sama untuk setiap universitas, karena disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat setempat. Meskipun sebenarnya UKT ini tidaklah semurni namanya, karena di dalam UKT itu sendiri sudah terdiri dari uang gedung, SPP, dana praktikum, dan biaya penunjang perkuliahan lainnya, hanya saja sudah dilebur menjadi satu dan dibagi rata dalam delapan semester.
Masuk perguruan tinggi swasta juga bukanlah pilihan yang buruk, terutama sekali bagi mereka yang tidak beruntung lulus di perguruan tinggi negeri. Hanya saja, biaya kuliah di perguruan Tinggi Swasta atau PTS itu memang jauh lebih mahal dari PTN, sehingga jelas bermasalah bagi calon mahasiswa yang perekonomian orangtuanya kurang mampu.
Tetapi ada juga mahasiswa yang memang sejak awal sudah memilih PTS tanpa mengikuti tes di PTN, karena dia mengejar sesuatu yang tidak ditemukan di perguruan tinggi negeri. Terutama bagi calon mahasiswa yang tidak mengkhawatirkan masalah biaya.
Seperti telah dijelaskan diatas, sebenarnya selain PTN berkampus masih ada lagi satu PTN yang lainnya, yaitu Universitas Terbuka (UT). Ini juga sebenarnya pilihan yang baik juga, dan jangan lupa lho, Ini universitas negeri. Meskipun dia tidak punya kampus, tetapi lulusannya sejajar dengan PTN yang lainnya. Dan hebatnya lagi, dengan kuliah di UT, mahasiswa melakukan kuliahnya dari rumah saja, sehingga bisa sambil kerja, sambil membantu orang tua atau bahkan bisa sambil membuka usaha. Â Â Â Â
Memilih Perguruan Tinggi dan LokasinyaÂ
Di dalam memilih perguruan tinggi ini, biasanya disesuaikan dengan jurusan dan budget calon mahasiswa. Namun harus diingat, jangan memilih hanya karena demi gengsi calon mahasiswa atau demi gengsi orangtuanya saja.
Perlu diperhatikan, jika orientasi kuliah adalah untuk menjadi pegawai negeri, maka kuliah dimanapun dan tamat dari perguruan tinggi manapun tidak ada perbedaan dalam hal besaran gajinya. Karena gaji pegawai negeri itu ditentukan dengan undang-undang yang standarnya sama di seluruh Indonesia tanpa memandang lulusan dari perguruan tinggi manapun.
Menurut penulis, di jaman teknologi komunikasi sudah begini cepat, murah dan lancar dewasa ini, tidaklah perlu kuliah jauh-jauh demi alasan apapun. Lebih baik kuliah saja di ibukota provinsi masing-masing, yang pasti sudah ada perguruan tinggi negerinya atau perguruan tinggi swasta yang cukup bonafid dengan biaya terjangkau.
Banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan, seperti masalah biaya hidup dan biaya kuliah, biaya transportasi, akses orangtua untuk menemui anak jika terjadi hal-hal yang tidak terduga, dan yang terakhir adalah biaya yang harus disiapkan oleh keluarga untuk datang menghadiri wisuda ketika si anak sudah selesai nantinya.
Belum lagi kekhawatiran akan model pergaulan jika terlalu jauh dari orangtua, seperti bahaya pergaulan bebas, bahaya narkoba, bahaya paham radikal, bahaya gila games, bahaya judi online, bahaya malas kuliah atau tidak rutin kuliah, bahaya kurang teliti dengan gizi, dan lain sebagainya. Namun kalau lokasi kuliahnya dekat, maka orang tua bisa rutin datang dalam rangka mengawasi bagaimana kondisi sang anak tersayang.
Masuk Sekolah Kedinasan
Selain masuk perguruan tinggi yang belum tentu bisa langsung dapat kerja ketika selesai, masuk sekolah kedinasan juga adalah pilihan yang bijaksana. Sekolah-sekolah kedinasan ini masing-masing dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pusat Statistik atau BPS, Badan Intelijen Negara atau BIN, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG, serta Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN (menpan.go.id).
Pilihan masuk sekolah kedinasan seperti STPDN atau AKPOL adalah pilihan yang sangat favorit, meskipun untuk bisa lolos di sini adalah susah-susah gampang, karena banyaknya peminat. Lulusan dari sekolah-sekolah ini sudah pasti punya pekerjaan karena langsung diangkat jadi pegawai. Namun jika yakin dan berani ambil resiko, serta punya dukungan segalanya, maka tidak ada salahnya mencoba.
Namun jika masih mempertimbangkan tingkat kemudahan masuk, maka sejauh yang penulis ketahui, yang paling mudah dimasuki adalah menjadi tentara atau TNI, yang penting sehat jiwa dan raga, dipastikan bisa lulus dan juga begitu selesai langsung diangkat jadi pegawai.
Cari Peluang Lain
Tidak semua orang mempunyai uang untuk bisa melanjutkan sekolah dengan mudah. Oleh sebab itu, bagi anak-anak yang tidak beruntung bisa kuliah karena tidak punya ongkos, janganlah cepat putus asa. Karena seperti kata pepatah, banyak jalan menuju ke Roma, artinya jalan menuju sukses dan hidup itu begitu banyak. Masih bisa mencari peluang lain, seperti mencari beasiswa dalam dan luar negeri, cari kerja, mengikuti kursus baik yang berbayar maupun yang gratis, buka usaha sendiri, dan pulang kampung.
Peluang untuk mendapatkan beasiswa baik yang dalam negeri maupun yang luar negeri itu sangatlah banyak. Rajin-rajinlah mencari informasi, termasuk dengan surfing di internet, karena di dunia maya bertebaran ibnformasi tentang beasiswa ini. Tinggal di pilih dan sesuaikan dengan bakat dan minat saja.
Anak-anak juga bisa langsung mencari kerja, kerja apa saja yang penting halal. Selama bekerja, jangan lupa menabung, siapa tahu suatu ketika bisa kuliah seperti teman-teman yang lain. Apalagi bagi anak-anak yang masih tinggal dengan orangtua, mungkin biaya makan dan minum masih ditanggung oleh orang tua, sehingga hasil kerjanya bisa ditabung. Usahakan jangan boros-boros, seperti merokok, suka minum minuman keras, berjudi, gila belanja, ataupun ikut gabung menjalankan bisnis yang beresiko tinggi.
Selain itu juga, biasanya banyak kursus-kursus gratis yang bisa diikuti, seperti perbengkelan, instalasi listrik, reparasi AC, kursus menjahit, kursus membuat kue dan lain sebagainya. Yang penting anak-anak rajin-rajin saja mencari informasi, baik informasi offline maupun online dengan surfing di internet. Kalau punya uang lebih, tidak salahnya juga mengikuti kursus yang berbayar, karena pilihannya bisa lebih bebas.
Namun jika punya cukup modal, boleh mempertimbangkan untuk membuka usaha sendiri. Misalnya usaha sembako, pembesaran ikan air tawar, memelihara bebek, ayam, sapi, atau apa saja.Â
Jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan perhitungan yang akurat, bisa saja kelak mereka menjadi orang sukses tanpa harus melalui bangku kuliah. Ataupun jika tetap berkeinginan untuk melanjutkan kuliah setelah sukses, maka bukan persoalan lagi karena dia sudah punya duit.Â
Tetapi tetaplah ingat, sukses itu tidaklah semata-mata harus terlebih dahulu melalui sekolah tinggi. Sekolah tinggipun jika akhirnya jadi pengangguran kan sia-sia. Yang penting pada level apapun anak-anak sekolah, janganlah kurang wawasan. Teruslah membaca untuk mengembangkan wawasan, karena pengetahuan yang di dapat di bangku sekolah itu sangatlah tidak cukup.
Yang terakhir, jikalau anak-anak itu berasal dari kampung, tidaklah salah jika mau pulang kampung. Karena di sana masih banyak lahan tidur yang bisa diolah. Jika di daerahnya tidak ada lagi lahan, merantaulah ke pulau lain yang masih banyak lahan kosongnya. Bisa saja suatu saat bisa jadi pegusaha pertanian yang sukses. Meskipun backgroundnya bukan di situ, tetapi dengan belajar dan niat, disiplin, ulet, pantang menyerah, serta tekat yang kuat, keberhasilan itu bukanlah suatu yang mustahil. Karena hasil tidak pernah mengkhianati usaha dan kerja keras.
Bagi anak yang berasal dari kota pun, tidak salah kalau mau ke kampung. Karena sekarang banyak hal yang bisa dilakukan di kampung. Mulailah berpikir untuk membangun dari kampung. Di jaman akses teknologi informasi sekarang yang sudah mencapai sampai ke kampung-kampung, maka bukanlah persoalan jika kita hidup di kampung.
Sekarang hidup dikampung itu tidaklah boleh dipandang sebelah mata seperti pada jaman dahulu, ketika para orang tua kita masih berupaya untuk mengejar kehidupan di kota yang fasilitasnya serba cukup dan wah. Kota punya gedung-gedung bertingkat, pasar dan Mall, bioskop dan kebutuhan hiburan semuanya ada. Tapi sekarang jaman sudah berubah, Alfamart dan Indomaret merambah sampai ke desa-desa. Mau nonton bisa akses Youtube dari kamar tidur saja bersama pasangan, mau berkomunikasi dengan siapa saja bisa video call, seperti tidak ada jarak lagi, bahkan sampai melewati batas pulau dan benua. Â
Hidup di kampung itu lebih nikmat. Udaranya bersih, jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Masyarakatnya lebih bersahabat dan hidup bergotong royong, sepanjang paham radikal tidak ada.Â
Perbedaan agama dan asal-usul itu tidak boleh dipersoalkan, karena memang kita dilahirkan berbeda, karena ketika lahir kita tidak bisa memilih. Itu kehendak Allah Yang Mahakuasa, jangan kita ingkari. Tentu Allah YMK mempunyai maksud tertentu mengapa kita harus dilahirkan di posisi kita sekarang ini. Tinggal kita saja yang harus secara bijak untuk memahami dan menghayatinya demi kemaslahatan hidup seluruh umat manusia.
Sepanjang akses jalan ke kota itu mulus dan lancar, toh bisa sebulan sekali turun ke kota untuk cuci mata. Hidup di kampung juga bisa menjadikan kita ikan besar di kolam, karena kalau di kota kita bukanlah siapa-siapa diantara begitu banyak orang hebat yang jauh melampaui kita.Â
Tapi kalau kita hidup di kampung, kita bisa memberikan sumbangsih kita untuk tempat kita tinggal dan jika semuanya berpikir demikian dan melakukannya secara simultan, maka akan memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat bagi Indonesia.Â
Mulailah sekarang berpikir untuk kembali ke kampung, sepanjang ada pekerjaan atau ada yang dikerjakan untuk menunjang hidup agar tetap bisa makan. Congratulation hidup di kampung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H