Siapa yang suka makan buah pisang? Tentu semua orang hampir menyukai buah pisang bukan. Pisang sangat banyak jenisnya, yang tentunya rasanya juga bervariasi. Salah satu jenis pisang adalah pisang kepok yang di Kalimantan di sebut pisang Nipah. Ini merupakan buah tropis yang rasanya sungguh nikmat. Buahnya bisa diolah baik dengan cara di rebus, di bakar, dan di kukus, maupun di goreng, bahkan di makan langsung juga tidak masalah. Selain itu, dijadikan salai pisang dengan cara di jemur sampai kering juga rasanya sangat nikmat. Pengolahannya juga bisa dicampur dengan bahan makanan lain seperti tepung terigu. Buah pisang kepok ini teksturnya lembut, rasanya manis dan dijamin BAB-nya pasti lancar.
Menurut sumber bacaan yang banyak tersebar secara online, penulis tahu jika pisang kepok mengandung berbagai zat yang baik untuk tubuh, seperti protein, vitamin C, potassium dan serat, Jadi nggak salah kalau sidang pembaca menyukai pisang. Pisang kepok mengandung gizi seperti kalori, vitamin B6, zat mangan, serat, vitamin C dan kalium. Kandungan dalam pisang kepok ini bermanfaat untuk mencegah sembelit, sangat baik untuk kesehatan mata, bagus untuk obat maag, bisa juga menguatkan tulang, bermanfaat untuk membuang stres, bisa untuk mengendalikan tekanan darah, dan juga sangat bagus untuk kesehatan Ginjal. Bahkan menurut hasil penelitian oleh para ahli Kesehatan dari benua Kangguru baru-baru ini, kandungan gizi dalam buah pisang sangat berpotensi untuk melawan virus Corona.
Melihat manfaat pisang yang demikian besar dan juga karena penulis sekeluarga memang maniak makan pisang, maka penulis memanfaatkan tanah yang masih tersisa untuk menanamnya. Hal ini terutama sekali karena di daerah penulis harga pisang itu sangat mahal dan penjual pisang sangat jarang mau jualannya untuk ditawar harganya. Para pedagang itu lebih sanggup membuang buah pisangnya yang sampai membusuk daripada menjualnya ke konsumen dengan harga tawaran murah dari pembeli. Melihat hal ini, penulis berinisiatif untuk menanamnya sendiri, selain bisa menikmati buahnya yang masak sempurna, juga bisa menghemat pengeluaran. Pisang Nipah itu kami tanam di pinggir pagar yang berbatasan dengan tanah tetangga, karena memang tanahnya hanya tersisa sedikit. Pisang ini kami tanam dengan penuh rasa cinta, di rawat sejak awal dengan teliti, di pupuki dengan kompos buatan sendiri, dan juga selalu di siram jika hari tidak hujan.
Setelah beberapa bulan, jantung pisang itupun mulai menampakan diri menjenguk dunia. Demikian juga di sekitar batang induknya telah tumbuh beberapa anakan pisang baru. Kami semakin bersemangat mengurusnya karena melihat prospeknya yang begitu menjanjikan. Setelah beberapa bulan, daun-daun pisang yang berbuah itu sudah mulai meranggas yang menandakan bahwa buah pisangnya sudah cukup tua dan sudah saatnya untuk di tebang. Penulis belum mau menebangnya, tetapi sengaja menunggu ada buahnya yang matang di pohon. Karena menurut pengalaman penulis, jika dia sudah masak di pohon, maka nanti kalau ditebang dan setelah buahnya dibiarkan masak maka manisnya sangat sempurna. Sebab kalau pisang itu di paksa di tebang ketika buahnya belum tua benar, biasanya penjual memaksa buah itu masak dengan menggunakan karbit, sehingga rasanya agak tawar dan tidak enak.
Beberapa minggu kemudian, penulis melihat salah satu buahnya yang berada di dekat pangkal tandannya sudah mulai menguning. Hari itu hari Rabu, sehingga penulis merencanakan untuk menebangnya pada hari Minggu. Kebetulan anak-anak pun pada kumpul semuanya di rumah. Yang kuliah di ibukota provinsi sedang pulang libur. Ketika pada hari minggu itu tiba, paginya penulis memberitahu anak-anak dan ibu mereka untuk menebang pisang itu pada pukul 15.00 WIB nanti, karena kebiasaan kami jika hari Minggu, maka pada pukul 12.00-14.30, kami masih beristirahat siang. Saya dan isteri pada pukul 14.00 WIB sudah bangun dan menyiapkan segala peralatan kami untuk proses penebangan pisang pada buah perdananya ini. Kami menyediakan parang, karung goni untuk menyimpannya dan tak lupa juga menyiapkan Hand Phone untuk mengambil dan merekam gambarnya. Karena penulis ingin momen-momen kebersamaan seperti ini tercatat di memory anak-anak kami, siapa tahu nantinya bermanfaat bagi mereka di kelak kemudian hari. Karena kita tidak tahu, di masa depan mereka akan jadi apa dan siapa. Setelah semuanya itu siap, kami memanggil anak-anak untuk menebangnya secara bersama-sama, karena anak-anak tidur di lantai dua.
Mereka turun dari lantai atas dan sayapun langsung membagi tugas mereka, siapa yang harus pegang kamera dan mengambil gambar serta merekam video kami, saya yang akan menebangnya dengan maksud sambil mengajari mereka tata caranya, yang perempuan bersama mamanya yang akan mengemasnya ke dalam karung dan anak-anak laki-laki yang lainnya membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah semuanya paham akan tugas masing-masing, maka kamipun keluar rumah secara bersama-sama dengan tidak lupa membawa peralatannya.
Letak tanaman pisang kami itu sekitar 15 meter di bagian depan rumah, dikarenakan di depan rumah itu banyak terdapat tanaman perdu lainnya yang cukup lebat, maka pohon pisang itu tidak terlalu tampak dari depan rumah. Kami berjalan bersama ke arah pohon pisang itu ditanam, dan … astaga… kami semua terdiam dan saling pandang melihat kenyataan yang terpampang di depan kami. Ternyata pisang yang telah kami tanam dengan penuh cinta dan di rawat dengan kasih sayang itu, sudah ditebang orang. Lalu anak-anak pun mulai ribut dengan keheranan mereka sambil mengomel panjang pendek. Saya dan isteripun terhenyak. Bagaimana mungkin kami sampai tidak tahu kalau orang telah mencuri menebang pisang kami itu. Kemungkinan besar pencuri itu menebangnya ketika kami sedang istirahat siang, karena pagi harinya masih ada. Sehingga kami yakin, jika pencuri itu adalah orang dekat, karena dia sampai tahu kebiasaan kami tidur siang pada hari minggu. Jengkel, sakit hati, kecewa dan seluruh perasaan tidak enak berkumpul jadi satu dalam hati. Bayangan akan menikmati buah pisang kepok yang manis dan lembut pun pupuslah sudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H