Sebuah kisah nyata yang terjadi pada jaman Kesah, yaitu jaman yang keempat dalam tradisi Dayak Dohoi Uut Danum di Kalimantan. Kisah ini tentang lima orang pemuda yang dikejar dan dimangsa oleh kuntilanak sewaktu mereka bekerja dalam hutan belantara yang lebat dan jauh dari pemukiman penduduk.
Lima orang anak muda ini masing-masing berusia sekitar dua puluh tahunan, pergi mosan untuk mencari ikan di sungai-sungai di dalam hutan. Mereka sudah berada di sana sekitar semingguan dan sudah cukup banyak ikan yang mereka peroleh. Ikan ikan ini mereka dapatkan dengan cara di pukat dan di jala. Untuk proses pengawetannya mereka salai dengan mengunakan api sampai ikannya kering dan hasil akhirnya bisa langsung di makan.
Suatu hari, mereka berlima kedatangan seorang wanita yang cantik sekali. Tubuhnya tinggi langsing, rambut subur hitam lebat panjang terurai, kulit putih mulus bening kinclong dan bicaranya lemah lembut. Â
Senyum dan tawanya sungguh memikat, sehingga mustahil para pria hidung belang tidak jatuh cinta padanya. Â Empat orang pemuda itu langsung jatuh hati dan berusaha menarik perhatian sang gadis.Â
Hanya seorang pemuda saja yang tidak menunjukan ketertarikannya, bahkan dia mengingatkan kawan-kawannya untuk hati-hati. Karena menurut pemikirannya, mustahil seorang gadis bisa tiba-tiba berada di dalam hutan jauh dari kampung.Â
Gadis mana lagi yang berani mati berjalan sendirian dalam hutan belantara. Tetapi keempat kawannya tidak perduli. Mereka sudah sangat terbius oleh kecantikan sang gadis, nafsu birahi mereka sudah naik ke ubun-ubun, sehingga segala kejanggalan itu tidak mereka perhatikan lagi dan sekarang mereka benar-benar sudah kehilangan akal sehat.Â
Bahkan mereka marah karena selalu diingatkan untuk hati-hati oleh kawan mereka ini. Padahal si pemuda ini sangat yakin jika wanita itu adalah jelmaan dari Tomallui Llahai atau Kuntilanak.
Sang gadis pun mau saja digoda mereka, di colak-colek juga tidak menolak, di pegang-pegang tangannya pun hanya tertawa saja. Bahkan dia manut saja ketika kawannya berempat mengajaknya untuk tidur di pondok mereka malam itu.Â
Sang pemuda yang masih berpikiran waras itupun diam saja, bahkan dia tidak menunjukan wajah tidak senang ataupun iri. Kebetulan pondok mereka di buat agak tinggi untuk menghindari serangan binatang buas, sehingga di bawahnya orang-orang masih bisa berdiri tegak.Â
Kawannya empat orang itu tidur di dalam sorengap atau pondok bersama si gadis misterius, sementara pemuda yang satu orang ini lebih memilih di bawah saja, alasannya karena pondok itu hanya pas untuk tidur bagi lima orang, jadi biarlah dia yang mengalah, katanya.
Meskipun bulan bersinar terang di langit, tetapi karena mereka berada di dalam hutan yang pepohonannya sangat sangat lebat, maka sinar bulan tidak terlalu berpengaruh terhadap kegelapan.Â
Oleh sebab itu mereka tetap menghidupkan damar untuk penerangan, dengan bunyi percikan apinya yang sangat berisik. Namun hal itu bahkan menguntungkan bagi si pemuda yang tidur di bawah, sehinga mereka tidak tahu jika dia selalu terjaga dengan parang selalu di dekatnya dengan hati yang sangat gundah.Â
Karena mereka sama sekali tidak ada membawa paku, yang konon katanya jika paku ditancapkan ke kepalanya maka kuntilanak itu langsung jadi manusia benaran dan bisa dinikahi sebagai isteri manusia normal. Si pemuda waras ini  sangat yakin, jika wanita yang bersama kawan-kawannya diatas adalah jelmaan kuntilanak.
Keempat orang kawannya bersendau gurau dengan wanita tadi sampai jauh malam. Lalu sekitar dini hari suara sendau gurau mereka diganti suara desah-desahan dan erangan-erangan lirih yang mampu membangkitkan kelelakian manusia normal. Tetapi si pemuda waras ini sama sekali tidak terpengaruh, malahan dia semakin waspada.Â
Beberapa saat kemudian, dia merasakan ada cairan agak hangat menetes menimpa tubuhnya. Si pemuda lalu mencolek air yang terasa menetes di tubuhnya dan menciumnya, terasa bau amis.Â
Maka yakinlah dia kalau kawan-kawannya sedang dimakan oleh wanita kuntilanak yang memang sudah dicurigainya dari awal. Dia yakin kuntilanak itu sedang melahap kawan-kawannya ketika mereka sudah jatuh tertidur karena kelelahan.Â
Diapun dengan perlahan bangun dan beringsut kearah jalan pulang yang hanya tampak sangat remang-remang. Ketika sudah berada cukup jauh dan kira-kira suara langkah kakinya tidak terdengar lagi, maka si pemuda itupun berlari sekuat tenaganya menuju pulang. Dia jatuh bangun pun tetap berlari sekuat tenaganya meskipun dia belum mendengar kuntilanak itu mengejarnya.
Mungkin kurang lebih tiga jam berlari, di kejauhan tampaklah bayangan pantai sungai yang terlihat dari sela-sela pepohonan, dia mendengar suara kuntilanak itu mengejarnya dari belakang dengan cara terbang.Â
Hhheeeehhhhhheeeeuuuuu, bunyi suaranya melengking nyaring sambil tubuhnya melayang di belakangnya. Tubuhnya sudah kembali kebentuk asalnya, mirip sih dengan wanita tetapi wajahnya sangat sadis dan payudaranya hanya satu saja, yang ketika dia bernafas turun naik mengikuti irama nafasnya.Â
Si pemuda sudah sampai di tepi sungai dengan tubuh yang sudah sangat lelah dan nafas ngos-ngosan, menghunus parangnya dan memotong tali perahu dan langsung mendorongnya ke tengah sungai.Â
Di tengah sungai perahu langsung di baliknya dan dia menyelam ke bawah perahu yang yang sudah dibaliknya itu untuk bersembunyi. Kuntilanak itupun terbang dan hinggap diatas perahu dan berusaha membalikan perahu itu kembali, tetapi si pemuda itu dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada menahannya dari bawah.Â
Merasa begitu, maka kuntilanak itu lalu berusaha melobangi perahu itu dengan kuku-kukunya yang panjang dan tajam seperti silet. Di bawah perahu, si pemuda tetap menghunus parangnya, yang sengaja dia siapkan untuk perlawanan terakhir jika sang kuntilanak itu berhasil menjebol lunas perahunya.
Perahunya hanyut ke arah hilir mengikuti arus sungai menuju kampung mereka. Di saat kuntilanak itu tengah berusaha melobangi lunas perahunya, haripun sudah mulai terang dan ketika perahu sudah berada di depan kampung maka orang-orang yang sudah bangun pagi melihat seekor kuntilanak berusaha melobangi lunas sebuah perahu yang terbalik.Â
Mereka yakin, bahwa di bawah perahu terbalik itu pastilah ada manusianya, karena hanya manusia yang bisa berpikir seperti itu untuk menyelamatkan dirinya. Apalagi orang-orang kampung itu pada tahu jika ada lima orang warga mereka pergi mosan ke dalam hutan untuk mencari ikan.
Orang-orang kampung pun lalu berkumpul dan secara ramai-ramai mereka berperahu menuju kearah tengah sungai dan ketika sampai di sana merekapun lalu mengeroyok dan membunuh kuntilanak itu. Setelah kuntilanak itu mati, mereka membalikan perahu dan terlihatlah seorang pemuda yang kedinginan karena sudah lama basah kuyup.Â
Mereka menaikan dia ke salah satu perahu dan tanpa sabar memintanya untuk bercerita. Sang pemudapun bercerita panjang lebar akan peristiwa yang menimpa mereka.
Setelah mandi, ganti pakaian dan makan, orang-orang kampungpun meminta si pemuda mengantar mereka ke tempat mereka mosan. Di sana mereka temukan keempat pemuda lain itu sudah tewas dengan bagian jantung berlobang dan jantung mereka sudah hilang di makan kuntilanak itu. Merekapun membawa mayat-mayat itu untuk dikuburkan dengan layak.
Di masyarakat Dohoi Uut Danum pada jaman dulu, selalu diingatkan khususnya bagi laki-laki jika bertemu wanita cantik yang kecantikannya diluar normal jika berada di dalam hutan, janganlah sampai tergoda. Karena itu pastilah jelamaan Kuntilanak yang sengaja menyamar untuk mencari mangsa. Biasanya sasarannya adalah laki-laki yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.
Penjelasan kata-kata:
Mosan           :pergi ke dalam hutan untuk waktu yang lama, berkisar dari beberapa hari sampaiÂ
tahun, tujuannya untuk mengerjakan sesuatu seperti mencari ikan, berburu, mencari damar, dan lain-lain.
Tomallui Llahai  :Bahasa Dohoi Uut Danum untuk Kuntilanak
Sorengap        :pondok di hutan atau di ladang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H