Kasus tragis di Sumenep, Madura, baru-baru ini mencerminkan bagaimana naluri keibuan bisa hilang dalam masyarakat saat ini. Seorang ibu, yang seharusnya melindungi anaknya, malah mengantar anak perempuannya ke kepala sekolah untuk dicabuli. Berita ini dilaporkan oleh Kumparan pada 31 Agustus 2024 dalam artikel "Pilu, Remaja di Sumenep Diantar Ibunya ke Kepala Sekolah untuk Dicabuli". Kejadian ini menunjukkan kerusakan moral yang mendalam di lingkungan keluarga, unit terkecil masyarakat.
Kejadian ini tidak berdiri sendiri; laporan Kompas pada 1 September 2024 menyebutkan ibu tersebut kini menjadi tersangka dan harus menghadapi konsekuensi hukum. Namun, hukuman semata tidak menyelesaikan akar masalah yang mendalam, seperti kerusakan nilai-nilai keluarga, kelemahan sistem pendidikan, dan ketidakhadiran peran negara dalam melindungi ibu dan anak.
Kasus ini menggarisbawahi masalah yang lebih luas dari sekadar tindakan individu. Ada faktor sistemik yang menyebabkan ibu kehilangan naluri keibuannya. Hal ini mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme sekuler dalam menjaga dan melindungi peran ibu dalam masyarakat.
Kapitalisme dan Matinya Naluri Keibuan
Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi dominan, berdampak signifikan pada struktur keluarga. Dalam kapitalisme, nilai-nilai ekonomi, keuntungan, dan kebebasan individu sering kali lebih diutamakan dibandingkan tanggung jawab sosial dan nilai-nilai keluarga. Akibatnya, peran ibu tertekan, di mana mereka didorong untuk terlibat dalam pasar kerja, sedangkan perannya sebagai pendidik utama di rumah menjadi terabaikan.
Sistem kapitalisme juga memaksa banyak ibu bekerja keras di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Ini menyebabkan kurangnya waktu untuk mendidik anak-anak mereka secara efektif. Tanpa dukungan yang memadai dari negara atau lingkungan, ibu sering kali terasing dari perannya sebagai pendidik utama.
Sistem pendidikan di bawah kapitalisme juga memperburuk keadaan. Fokus pada pencapaian akademis dan materialisme mengabaikan pentingnya karakter dan nilai-nilai moral, sehingga anak-anak kehilangan pondasi akhlak yang kuat. Nilai-nilai spiritual yang seharusnya diajarkan oleh ibu di rumah sering kali tergantikan oleh tuntutan materi dan kesuksesan karir.
Kurangnya sistem sanksi yang tegas terhadap pelanggaran moral juga menjadi masalah. Dalam kasus kekerasan terhadap anak seperti di Sumenep, hukuman sering kali tidak memadai untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan. Negara seharusnya memberikan perlindungan dan memastikan ibu dapat menjalankan perannya dengan baik.
Kapitalisme menciptakan budaya permisif yang memudahkan pelanggaran moral, yang sering kali dianggap sebagai bagian dari kebebasan individu. Ini mengikis naluri keibuan dan merusak fondasi moral keluarga.
Solusi Islam Kaffah: Menjaga Naluri Keibuan dan Masyarakat
Dalam Islam, ibu memiliki peran utama sebagai pendidik anak. Islam menganggap peran ibu sebagai kunci keberhasilan umat dalam membentuk generasi yang berakhlak dan beriman. Islam menyediakan dukungan komprehensif agar ibu dapat menjalankan perannya dengan baik, baik dari keluarga, masyarakat, maupun negara.
Pertama, Islam menetapkan ibu sebagai pendidik pertama dan utama. Tugas mendidik anak untuk menjadi individu bertakwa dan berakhlak mulia adalah tanggung jawab yang harus dijalankan dengan serius oleh setiap ibu. Ibu memiliki peran strategis dalam membentuk karakter anak-anak sejak dini.
Kedua, negara Islam memiliki tanggung jawab besar dalam mendukung peran ibu. Negara harus menyediakan sistem pendukung yang memungkinkan ibu menjalankan tugasnya tanpa beban ekonomi yang berat. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk kesejahteraan rakyat, termasuk dalam menyediakan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan jaminan tersebut, ibu dapat lebih fokus pada mendidik anak tanpa harus bekerja keras di luar rumah.
Ketiga, sistem pendidikan dalam Islam dirancang untuk membentuk kepribadian yang kokoh. Pendidikan bertujuan tidak hanya mencetak individu yang cerdas, tetapi juga yang kuat secara moral dan spiritual. Pendidikan dimulai di rumah dengan ibu sebagai guru pertama, dan dilanjutkan di lembaga pendidikan formal yang berbasis nilai-nilai Islam. Negara berperan memastikan kurikulum sesuai dengan prinsip Islam, sehingga menghasilkan generasi berakhlak mulia.
Keempat, Islam menetapkan sistem sanksi yang tegas untuk pelanggaran moral. Hukuman dirancang untuk memberikan efek jera dan mencegah perbuatan dosa. Dalam kasus kekerasan terhadap anak, Islam menetapkan hukuman yang keras bagi pelaku, bertujuan melindungi anak dan memastikan individu bertindak sesuai nilai-nilai moral.
Terakhir, negara harus menciptakan lingkungan yang mendukung ibu dalam menjalankan perannya tanpa terpengaruh oleh nilai-nilai kapitalis. Negara juga harus mendorong masyarakat yang saling peduli, menjaga nilai-nilai moral, dan menjalankan tugas sesuai prinsip kebenaran.
Penutup
Kasus matinya naluri keibuan di Sumenep mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme dalam melindungi nilai-nilai keluarga. Kapitalisme telah memaksa ibu mengabaikan peran pentingnya sebagai pendidik utama demi mengejar materi dan gagal menyediakan sanksi yang memadai untuk pelanggaran moral.Â
Solusi Islam kaffah menawarkan pendekatan menyeluruh dengan sistem pendidikan berbasis aqidah, dukungan negara, dan penerapan sanksi tegas, yang mampu menjaga peran ibu dan melindungi generasi mendatang dari kehancuran moral. Penerapan Islam kaffah dapat menciptakan masyarakat sejahtera, berakhlak mulia, dan terlindungi dari kejahatan moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H