Mohon tunggu...
bakulan opini
bakulan opini Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Melek literasi itu lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maraknya Aborsi Dampak Sekulerisme Kapitalisme dan Solusi Islam Kaffah

14 September 2024   13:07 Diperbarui: 14 September 2024   13:07 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, maraknya kasus aborsi di Indonesia menjadi sorotan. Banyaknya pasangan yang nekat mengakhiri kehamilan mereka di luar pernikahan merupakan cerminan rusaknya moralitas masyarakat di bawah sistem sekulerisme kapitalisme. Salah satu contoh yang menghebohkan terjadi di Kalideres, Jakarta Barat, di mana sepasang kekasih melakukan aborsi terhadap janin berusia 8 bulan yang merupakan hasil hubungan gelap. 

Kasus ini dilaporkan pada 30 Agustus 2024 oleh Kompas dalam artikelnya berjudul "Pasangan di Kalideres Aborsi Kandungan Hasil Hubungan Gelap" . Kasus ini mengingatkan kita pada berbagai kasus serupa yang kian marak terjadi di berbagai kota di Indonesia.

Pada hari yang sama, *Tribunnews* juga mengungkapkan beberapa fakta terkait kasus aborsi lainnya di Jakarta Barat. Menurut laporan, alasan pasangan tersebut nekat mengakhiri kehamilan adalah karena takut ketahuan oleh keluarga dan masyarakat . Situasi ini memperlihatkan betapa aborsi kini menjadi jalan pintas bagi pasangan yang terlibat dalam hubungan gelap, yang mana masyarakat terjebak dalam kebebasan pergaulan yang merusak.

Tidak hanya di Jakarta, di Palangka Raya, sepasang kekasih yang melakukan aborsi terancam hukuman penjara hingga 15 tahun. Kejadian ini dilaporkan oleh *Borneonews* pada 30 Agustus 2024. Kasus ini semakin memperkuat realita bahwa praktik aborsi bukan lagi sesuatu yang jarang ditemukan di tengah masyarakat . Selain itu, beberapa figur publik juga terseret dalam isu ini, seperti yang diungkapkan oleh *TVOne News* bahwa Nikita Mirzani mengonfirmasi bahwa anaknya melakukan aborsi setelah hamil di luar nikah .

Aborsi kini tidak lagi menjadi isu pinggiran. Maraknya praktik ini seolah menjadi puncak dari berbagai masalah sosial yang lebih mendalam, seperti pergaulan bebas dan lemahnya pengawasan moral dari masyarakat maupun negara. Fenomena ini bukan hanya mencerminkan krisis moralitas, tetapi juga menunjukkan bagaimana kebijakan dan sistem yang diterapkan saat ini gagal melindungi generasi muda dari jurang kehancuran moral.

Dampak Pergaulan Bebas dalam Sistem Sekulerisme Kapitalisme

Fakta-fakta yang telah disebutkan di atas tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sistem sekulerisme kapitalisme yang dominan dalam kehidupan masyarakat saat ini. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, yang menyebabkan perilaku individu dan kebijakan negara tidak lagi didasarkan pada aturan moral dan agama. Akibatnya, nilai-nilai seperti kebebasan pribadi dan hak asasi manusia dalam bingkai kapitalisme justru membuka pintu bagi pergaulan bebas dan tindakan amoral lainnya.

Pergaulan bebas menjadi fenomena yang semakin umum di masyarakat modern. Hal ini diperparah dengan lemahnya sistem pendidikan yang gagal mencetak generasi berakhlak mulia. Pendidikan yang hanya berfokus pada aspek kognitif dan keterampilan teknis, tanpa memperhatikan pembinaan karakter dan moral, membuat banyak generasi muda terjebak dalam perilaku yang menyimpang. Mereka mencari kebebasan dalam segala hal, termasuk dalam hubungan asmara yang tidak terikat oleh pernikahan, yang pada akhirnya melahirkan banyak masalah seperti kehamilan di luar nikah dan aborsi.

Selain itu, kebijakan negara yang tidak tegas dalam menangani masalah pergaulan bebas justru menjadi penyebab utama merajalelanya aborsi. Negara, yang seharusnya bertanggung jawab melindungi rakyatnya dari perilaku yang merusak moral, malah sering kali memfasilitasi kebebasan ini dengan memberikan ruang untuk pergaulan bebas. Misalnya, banyak negara di bawah sistem kapitalisme yang tidak melarang kegiatan hiburan yang menyuguhkan konten vulgar, tidak menjerakan pelaku zina, atau tidak memberikan edukasi yang benar tentang bahaya pergaulan bebas.

Ditambah lagi, sistem sanksi yang diterapkan bagi pelaku aborsi atau pergaulan bebas juga tidak menjerakan. Hukuman yang ringan atau bahkan kebijakan yang memungkinkan aborsi secara legal di beberapa negara menjadi bukti bahwa sistem kapitalisme lebih mementingkan "hak individu" daripada menjaga moralitas masyarakat. Tidak heran jika fenomena aborsi terus meningkat dari waktu ke waktu.

Media massa juga turut berkontribusi dalam maraknya aborsi dan pergaulan bebas. Tayangan-tayangan yang menjerumuskan, seperti sinetron atau film yang menormalisasi hubungan asmara tanpa ikatan pernikahan, menjadi tontonan sehari-hari masyarakat, khususnya remaja. Akibatnya, nilai-nilai moral semakin terkikis, dan pergaulan bebas serta aborsi menjadi sesuatu yang dianggap wajar oleh sebagian besar masyarakat.

Solusi dengan Sistem Islam Kaffah

Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, kita perlu mencari solusi yang lebih mendasar dan komprehensif. Islam sebagai sebuah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia telah menawarkan solusi yang kaffah, yaitu solusi yang menyeluruh, tidak hanya tambal-sulam. Dalam Islam, pergaulan bebas, zina, dan aborsi adalah perbuatan haram yang memiliki konsekuensi besar, baik di dunia maupun di akhirat.

Islam memiliki tiga pilar utama yang akan menjaga umat dari terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan perbuatan amoral lainnya, yaitu: individu, masyarakat, dan negara. Ketiga pilar ini saling mendukung satu sama lain dalam menjaga agar umat tetap berada dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Pertama, pada tingkat individu, Islam mengajarkan pentingnya ketakwaan dan pengendalian diri. Setiap Muslim diajarkan untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, termasuk pergaulan bebas dan zina. Pendidikan akhlak yang berbasis pada aqidah Islam harus menjadi dasar dalam pembentukan karakter setiap individu sejak dini, agar mereka memiliki kesadaran yang kuat untuk menjauhi perbuatan yang dilarang.

Kedua, masyarakat memiliki peran penting dalam mengawasi dan mendorong anggotanya untuk tetap berada dalam kebaikan. Dalam Islam, masyarakat harus menjadi tempat yang kondusif bagi berkembangnya perilaku yang sesuai dengan ajaran agama. Hal ini dapat dicapai dengan membatasi akses terhadap tayangan dan konten yang merusak moralitas serta memperkuat ikatan sosial berdasarkan nilai-nilai Islam.

Ketiga, negara dalam Islam bertanggung jawab untuk menerapkan sistem hukum yang adil dan menegakkan sanksi yang tegas bagi pelanggar. Negara Islam akan menutup semua celah yang memungkinkan terjadinya pergaulan bebas dan aborsi, termasuk melalui penerapan sistem pergaulan Islam yang membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Selain itu, kurikulum pendidikan akan berbasis pada aqidah Islam, yang menanamkan nilai-nilai akhlak mulia kepada setiap siswa sejak dini.

Negara Islam juga akan menata media agar berfungsi sebagai alat dakwah yang menyebarkan kebaikan dan ketakwaan, bukan sebagai alat yang menjerumuskan masyarakat ke dalam kemaksiatan. Dengan demikian, media tidak lagi menyajikan konten yang merusak, melainkan mendidik masyarakat untuk hidup sesuai dengan ajaran agama.

Maraknya aborsi yang kita saksikan saat ini bukanlah masalah sederhana yang bisa diselesaikan dengan penegakan hukum semata. Ini adalah buah dari sistem sekulerisme kapitalisme yang telah merusak tatanan pergaulan dan moralitas masyarakat. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan adalah penerapan sistem Islam secara kaffah, yang mencakup peran individu, masyarakat, dan negara dalam menjaga umat agar tetap dalam ketaatan kepada Allah SWT. Hanya dengan sistem Islam yang menyeluruh, kita bisa mencegah pergaulan bebas dan aborsi, serta menciptakan generasi yang berakhlak mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun