Kita tentu sering mendengar tentang sungai-sungai di Indonesia yang dahulu kala berfungsi laiknya jalan jika disandingkan dengan masa kini. Orang-orang bepergian dengan akses air, berperahu maupun menggunakan rakit besar. Kegiatan perdagangan pun aktif dan pemukiman banyak yang menghadap sungai, tidak seperti sekarang yang sudah membelakangi sungai.
Tentu jika dilihat dengan konteks masa kini, hal tersebut menunjukkan pada kita setidaknya dua hal, yakni poros aktivitas yang terpusat di daratan, dengan jalur darat -jalan raya, jalan tol, jalan setapak- sebagai akses utama yang kemudian menjadikan banyak hal, termasuk pemukiman, berpusat pada jalan. Rumah-rumah kini menghadap jalan raya, pun pertokoan. Hal ini kemudian menandai pandangan yang kedua tadi mengenai kedudukan sungai di masa kontemporer dan pandangan masyarakat terhadap sungai.
Berubahnya pandangan masyarakat terhadap sungai, otomatis menjadikan tingkah laku manusia kepada sungai pun berbeda. Dirasa tidak begitu menguntungkan dan barangkali karena sudah lama tidak 'menggunakan', pengetahuan mengenai pemanfaatan sungai juga jadi terkikis pelan. Banyak hal yang ditimpakan pada sungai, seperti membuang sampah sembarangan, membuang limbah industri dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tindak pencemaran sungai.
Paling anyar, di Kabupaten Berau, awal tahun lalu, justru bukan hiruk pikuk perayaan, tetapi warga di sekitar Sungai Segah yang gaduh karena air sungai tiba-tiba berubah menjadi hijau. Perubahan ini tentu sangat merugikan warga, karena air Sungai Segah masih aktif dimanfaatkan oleh warga untuk cuci baju, mandi dan lain-lain.
Terutama bagi masyarakat kurang mampu yang tidak bisa membeli layanan air PDAM maupun membeli air bersih, air Sungai Segah adalah pilihan satu-satunya. Sehingga ketika air sungai berubah warna dan menjadi tidak bisa dimanfaatkan, warga langsung protes. Pun para petani ikan keramba juga mengeluh karena ikan-ikan mereka telah tak bernyawa mengapung di dalam keramba.
Bupati Berau, H. Muharram pun geram melihat hal ini. Sesegera mungkin, beliau kemudian memanggil sejumlah instansi terkait, yakni Dinas Kesehatan, Dinas Perikanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan untuk membahas fenomena Sungai Segah yang berubah warna. "Ini semua harus diusut cepat. Kita sudah tutup waterget, tapi tetap butuh analisis mengenai hal ini. Jangan sampai terulang kembali" tegas Muharram usai rapat bersama dinas terkait, Januari lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H