24 September 2016 sore, saya berkesempatan bermain ke Padepokan Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah di mana diselenggarakan acara Pertandingan Silat Profesional pertama di Indonesia, aka Silat Bebas Indonesia. Sebanyak 22 pesilat atau lebih tepatnya petarung pilihan dari empat klub (camp), yakni Jakarta, Bandung, Garut, dan Solo unjuk kebolehan mempertandingkan kemampuan bertarungnya.
Bersama rekan-rekan fotografer dari Gerombolan Si Berat, sebuah komunitas fotografer dengan berat badan istimewa di mana kebetulan saya tergabung di dalamnya walau sudah lama tidak aktif karena berat badan saya sudah turun drastis, saya turut serta menyaksikan para pesilat bertanding.
Dengan melalui kemacetan yang parah karena cuaca yang tidak mendukung dengan derasnya hujan yang turun sepanjang sore itu, saya dan
Rifandy, teman saya, kami menempuh perjalanan menuju TMII dengan tebak buah manggis karena ada berita jembatan rubuh di Pasar Minggu walau ternyata tidak berimbas pada jalan tol yang kami lalui.
Setelah anggota GSB, Om Norbertus Andreanto dan Om Adam berkumpul, kami membeli tiket masuk seharga dua puluh ribu rupiah agar dapat menyaksikan acara yang menarik ini. Kebetulan rekan yang ikutan nonton adalah juga penggemar olahraga bela diri. Jadi klop, menikmati pertandingan sembari memotret.
Yang seru, ini adalah pertandingan bela diri aliran silat Profesional yang pertama kali diselenggarakan. Menurut info yang berhasil saya kumpulkan dari tanya kiri dan kanan akan ada dua seri lagi yang akan digelar.
Seperti yang sudah diketahui umumnya, pencak silat merupakan seni olahraga bela diri warisan budaya Indonesia, yang dimiliki tiap suku dan budaya di seluruh Indonesia. Seni olahraga bela diri silat juga bisa digunakan sebagai sarana membangun nilai-nilai positif sebagai manusia dan bangsa (sportivitas, kejujuran, kerendahan hati, kebijaksanaan, keterbukaan, dll), yang kemudian bisa menjadi sarana pemersatu antarmanusia Indonesia dalam sebuah kebanggaan berbangsa dan bernegara.
Pencak silat yang selama ini dipertandingkan di berbagai kejuaraan, baik yang bersifat lokal daerah, nasional, regional, bahkan sampai ajang Internasional, adalah ajang amatir (non-profesional). Dengan banyaknya aliran pencak silat di Indonesia, perlu adanya upaya memperkenalkannya pada dunia modern melalui keberadaan silat di pertandingan internasional yang menjadi tren olahraga bela diri di dunia saat ini. Dengan demikian, silat bisa diperhitungkan sebagai bela diri yang indah dan efektif di dalam setiap arena pertarungan.
Acara ini cukup seru. Dari 22
fighter yang sudah diseleksi terlebih dulu, diadu dalam 11 pertandingan. Di mana tiap pertandingannya dipilih
fighter yang kelasnya berimbang sehingga bisa saling memperlihatkan kemampuan terbaiknya.
Memang, dengan melihat dan mempertimbangkan bahwa ini adalah seri pertama, saya cukup memaklumi bahwa teknik bertarung yang ditampilkan masih merupakan mix martial art. Jadi, bukan 100% silat. Saya sendiri masih menyaksikan bahwa ada petarung yang justru tidak terlihat "refleks" silatnya namun lebih ke bela diri yang lain.Â
Bahkan pada saat pertandingan, lebih banyak petarung yang menyerah dengan tap out karena terkena kuncian lawan daripada terkena jurus-jurus silat seperti di film action.
Yang saya ketahui dalam dunia pencak silat yang sesungguhnya, memang tidak mudah untuk membuat suatu perguruan silat untuk bertarung antar aliran. Jadi, dalam acara ini petarung-petarung tidak membawa bendera dari perguruan silat mana pun, melainkan dari klub mereka, di mana klub tersebut saya perhatikan lebih beraliran
mix martial art. Saya juga tidak melihat logo IPSI pada
banner acara. Mungkin karena inilah maka saya cukup memaklumi kenapa pertandingan ini lebih seperti acara tarung bebas
mix martial art dibandingkan silat bebas. Harapan saya untuk melihat gaya silat yang dominan tidak terwujud kali ini.
Lihat Olahraga Selengkapnya