Mohon tunggu...
Mena Oktariyana
Mena Oktariyana Mohon Tunggu... Penulis - a reader

nevermore

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

[Journal] "Siddhartha" Karya Hermann Hesse

21 Agustus 2019   14:53 Diperbarui: 21 Agustus 2019   15:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jujur saya akui, saya sedikit terlambat, bahkan amat sangat terlambat untuk membaca novel klasik sebagus ini. Saya menganggurkannya dalam folder sastra klasik yang sudah saya download dari lama sekali. 

Maklum, sebagai penggemar sastra klasik, saya memiliki reading list yang banyak, sampai saya tidak yakin bisa membaca semua karya sastra klasik dalam folder tersebut. Seperti kata pepatah "So many books, so little time", itu benar adanya buat saya.

Siddhartha bagi saya adalah novel spiritual yang memberi saya ilmu dan gagasan baru, bak cahaya, buku ini benar-benar menerangi pemikiran saya dan membuatnya menjadi semakin terbuka lebar. 

Saya terkadang punya satu masalah ketika membaca karya klasik, yaitu bahasa Inggrisnya yang menurut saya ada di level atas dan tak jarang membuat saya kelelahan memahami gaya bahasanya. Tetapi banyak juga yang memang enak-enak saja untuk dipahami, termasuk novel ini. 

Ketika saya selesai membaca novel ini, saya merasa kehilangan sesuatu, dan itu artinya ini adalah buku yang bagus. Siddhartha mengajarkan kita arti kebangkitan, kesadaran, dan spiritualisme kehidupan. 

Sebagai putra seorang Brahman, Siddhartha tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diajarkan ayahnya dan lingkungan Brahmannya, dia memutuskan untuk menjadi seorang Samana dengan sahabatnya Govinda. Kehausannya akan ilmu tidak pernah berhenti, seolah memaksanya untuk terus merasa tidak puas dan kosong didalam hati. 

Setelah berguru kepada seorang Samana Tua pun, dia meninggalkannya dan pergi mencari pelajaran dan guru lain. Hingga datanglah Buddha Gotama, seseorang guru yang disegani oleh banyak orang.. Kendati Govinda bersikukuh bahwa Buddha adalah guru yang tepat untuk mereka ikuti, namun Siddhartha menolak untuk mengikuti si Buddha meskipun ajarannya tentang kehidupan baik dan indah. 

Begitulah seterusnya, dia melanjutkan perjalanannya seorang diri, mengembara melewati hutan, disana dia bertemu dengan Vasudeva, tukang perahu, menyebrangi sungai menuju perkotaan. 

Di sana ia bertemu dengan Kamala, seorang pelacur cantik yang diminta untuk menjadi guru bagi Siddhartha. 

Lewat Kamala inilah, dia belajar tentang cinta dan kemaksiatan. Dia menjadi juru tulis seorang pedagang, demi memiliki pakaian dan harta seperti yang Kamala inginkan. Ini adalah awal dari kehancuran, keterpurukan, kekosongan, dan kesedihan bagi Siddhartha. 

Kita adalah guru bagi diri kita sendiri, bukan orang lain, perjalanan setiap orang berbeda-beda, dan jangan pernah membandingkannya dengan milik orang lain, akan selalu ada tantangan dalam kehidupan, jangan pernah hanya terfokus pada satu tujuan, percaya pada diri sendiri dan alam semesta.... sehingga kita bisa mengikuti gelombang perubahan. Itu adalah beberapa moral values yang saya dapatkan dari buku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun