Mohon tunggu...
Muhammad Andi Gopar
Muhammad Andi Gopar Mohon Tunggu... -

sedang mendalami ilmu ke arsitekturan di UPI, pelajar yang suka humor dan kalau berkesempatan, ingin melihat berbagai tempat di dunia tidak hanya lewat layar kaca :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Negara Maritim nan Agraris

29 September 2014   16:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:05 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="sumber: assets.kompas.com"][/caption]

69 tahun Indonesia merdeka, negeri maritim harus beradaptasi pada era digital global, bangsa ini ingin harus segera maju diberbagai sektor, pendidikan, perekonomian , pariwisata, industri, kebudayaan supaya rakyat berdaulat, alih-alih pemimpin malah asyik rebutan jabatan di umur 69 atau berstudy tour ke luar negeri layaknya pelajar, sudah bukan waktunya, dengan teknologi dunia informasi di ujung telunjuk tangan kanan mouse, rakyat indonesia galau dengan drama demokrasinya pemimpinnya yang mulai ketahuan, jika demokrasi saja jadi ajang drama atau percobaan, kapan majunya? Untuk maju harus satu frame antara pemimpin dan yang dipimpin, tantangan masih banyak, berantas kemiskinan, kembangkan pendidikan dan teknologi ke desa, ajak pemimpin untuk belajar rohani, supaya tidak menyakiti rakyat lagi, atau mempersiapkan persaingan global, banyak hal.

kondisi pemerintahan Indonesia persis seperti ramalan syair berjudul bangsa kasihan oleh khalil gibran: ”kasihan negarawannya serigala filosofinya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru, kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan terompet kehormatan, namun melepasnya dengan cacian, hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi” benarkah?.

Teringat suatu saat khutbah jum’at di Islamic Tutorial Centre UPI, sang khatib menyampaikan tentang keindahan kepemimpinan islam, dalam salat berjamaah, jika ada Imam yang batal ketika salat, maka tanpa di perintah ia mundur lalu diisi oleh Jamaah di belakangnya tanpa perlu ia membela diri, juga ketika sang imam lupa untuk melakukan rukun salat maka syariat menganjurkan jamaah membaca tasbih, ketika Pemimpin khilaf maka diingatkan oleh jamaah nya dengan melafadzkan tasbih, tanpa perlu umpatan, apatis, walkout, atau saling menyalahkan,  kepemimpinan berjalan harmonis, begitulah jika bekerja demi kepentingan bersama, jika imam mementingkan diri sendiri, bayangkan sudah batal menjadi imam, tapi tidak mau mundur, apa kata dunia?

Nahkoda baru Indonesia akan dilantik tanggal 20 mendatang, Ir. Joko widodo berambisi majukan dunia pendidikan Indonesia untuk berkompetisi di kancah global, revolusi mental ala jokowi dengan membentuk karakter seluruh lapisan masyarakat dari profesi penanam negara agraris hingga pemanen negara maritim, butuh kerjasama untuk kepentingan bersama seumpama solat berjamaah tadi.

Ki Hajar Dewantara ungkapkan, pendidikan merupakan proses pembudayaan nilai luhur kepada generasi penerus, bukan hanya dipelihara tapi dikembangkan supaya mencapai budi luhur kemanusiaan, jika mengintip kesejahteraan rakyat, Petani indonesia sekarat, problem langka bahan bakar mencekik nelayan, Indonesia yang disebut negara agraris dengan mayoritas mata pencaharian petani, kini beras yang makanan pokok indonesia pun import, realita ini tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang tidak hanya melestarikan, tapi mengembangkan, jangankan berkembang tapi kemunduran lah yang terjadi

Gerbang AFTA akan segera terbuka, swasembada pangan pun belum, menurut Jusuf Kalla, petani dan nelayan menyumbang 50% angka kemiskinan dari bangsa ini, dengan teknologi dan investasi 1 tahun cukup menurut beliau, tapi sejatinya perubahan bukan pesta program kerja presiden dan wakilnya, melainkan perubahan adalah pesta pemerintah bersama rakyat, pendidikan sesuai visi ki hajar dewantara menjadikan rakyat mandiri untuk perubahan, jika Pendidikan dalam arti demi kesejahteraan bersama dilakukan, Indonesia akan jadi negara maju.

Jadikan Desa Anak bungsu

Di kota besar seperti bandung macet sudah lumrah, setiap pagi dan magrib hingga jam 8 malam, perjalanan yang normalnya 15 menit, ditempuh dengan 30-45 menit, ini tanda kota belum maju, macet toh? aksioma kultural bahwa orang kota lebih maju dari orang desa dan pesisir, orang kota sering berbangga bahwa indonesia kaya akan budaya, tapi sesungguhnya di desa dan pesisir lah kelestarian budaya sangat terasa hidup dan terjaga, kota perlu belajar dari desa dan pesisir tentang melestarikan, desa dan pesisir perlu belajar dari kota tentang futuristik, rakyat di kota makan hasil tangan rakyat desa dan pesisir, desa dan pesisir pula dapat terus produksi karena kota sangat membutuhkan hasil agraris desa dan maritim pesisir.

Pendidikan adalah hak setiap warga negara, tenaga pendidik guru yang kompeten,  infrastruktur fasilitas pendidikan yang memadai, sarana Teknologi Informasi Komunikasi sebagai media belajar harus merata di kota,desa,pesisir, pemerintah masih belum sungguh-sungguh memajukan desa, realita nya dengan kurikulum baru 2013 yang membutuhkan lebih banyak media, media buku nya saja belum ada, para guru di desa dan pesisir yang kurang sarana jadi kesulitan menerapkan kurikulum.

Mendikbud sebagai sentral pemerintahan harus bekerjasama dengan perusahaan yang terkait TIK, bagaimana supaya Teknologi dan Komunikasi merata ke desa dan pesisir, dengan suntikan tersebut, diharapkan Pendidikan berbasis TIK segera hidup dan berkembang mengejar kemajuan, kalau tidak segera akan tertinggal semakin jauh dari laju kota.

Perusahaan telekomunikasi bekerjasama dengan pemerintahan seharusnya dapat membuat fasilitas Komputer berlayanan Internet di rukun warga desa/pesisir yang tertinggal, sekarang informasi bukan hanya di televisi, internet lebih fleksibel untuk belajar, tak hanya siswa, pekerja, seniman, hampir seluruh profesi perlu media digital, Teknologi Komunikasi semata-mata untuk kebutuhan ilmu pengetahuan, bayangkan lahir enterpreneur dari desa seperti Chairul Tanjung atau Enterpreneur sekelas Hasnul Suhaimi yang berinovasi memajukan pendidikan lewat Layanan telekomunikasi, sastrawan sekelas Pramoedya Ananta Toer yang mendunia, anak muda desa belajar menulis di media digital, anak pesisir sekelas Andrea Hirata yang bermimpi setinggi cita-citanya, antusiasme belajar yang tinggi dengan fasilitas internet memicu minat orang desa dan pesisir untuk bervisi global, berbekal optimisme kemajuan bersama.

Pemimpin: figur perubahan

Ketika sarana dan prasarana sudah ada, bentuklah figur perubahan.

Prof.Rhenald kasali dalam bukunya cHaNgE! jika ingin berubah, jadikanlah perubahan bak sebuah pesta, kecerdikan dan kerendahatian pemimpin sangat menentukan berhasilnya perubahan, contoh walikota bandung Kang Emil, beliau mengajak seluruh lapisan warga bandung untuk bersama melakukan GPS (Gerakan Pungut Sampah) memungut sampah jadi kebanggaan, pendidikan bagi warga kebersihan terjaga, program wifi gratis di taman-taman tematik, di Bis Kota, dengan fasilitas tersebut bak sebuah pesta bukan? Warga jadi antusias dan cerdas.

Upaya prubahan mengembangkan desa juga menjadi program perusahaan telekomunikasi XL.Axiata melalui program pengembangan pendidikan, seperti program XL Future leaders yang objeknya mahasiswa untuk berjiwa pemimpin yang komunikatif efektif, enterpreneurship dan Inovatif, program lainnya yaitu KUS-i (komputer untuk sekolah interaktif), targetnya memfasilitasi 500 sekolah dengan komputer dan layanan internet di sekolahnya sejak tahun 2009 dan masih berlanjut hingga tahun 2015.

Tahun 2015, tantangan AFTA(asean free trade area) didepan mata, kesempatan berlari mengejar kemajuan, dibutuhkan pemimpin improvatif nan judil untuk bekerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat, perusahaan untuk menjadi daya dobrak memajukan bangsa. Salim Bueno (209) menulis: "Winners train and grain, losers complain. Losers seek attention, while winners earn respect. Losers blame others for their problems, while winners find solution.", Improvisasi.

70 tahun,7 dasawarsa kemerdekaan RI akan datang menjelang, mau beri kado apa untuk bangsa ini? Kesejahteraan kah? Kesetaraan Pendidikan dan teknologikah? jawabnya kembali kepada diri masing-masing, sudahkah berbagi demi kemajuan bangsa?.

Akankah Joko Widodo (JW) sukses dan menjadi bapak revolusi mental, seperti keberhasilan James Watt (JW) menjadi bapak revolusi Industri, kita lihat saja.

Sumber:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/07/11/060200626/Pemilu.dan.Sifat-sifat.Buruk.Kita

https://assets.kompas.com/data/photo/2013/05/02/1129459-peta-indonesia-780x390.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun