Mohon tunggu...
Menan Pane
Menan Pane Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menyukai kesederhanaan, mengagumi indah dan dahsyatnya kebersamaan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Relung

6 Januari 2014   04:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sadah
menghitung waktu jenuh mengukur sabar mengeram amarah
menahan gejolak desak lahar bara muntah
relungkah
pada keretak pembuluh dan selongsong iman
dan doa-doa yang terlontar panas dengan mesiu risau
ribu rasa gundah dan tanya juta entah, mengapa dan
ngaung kapan dan muak bekap kafan
renungkah
yang mengeringkan hormon-hormon hingga gaibnya senyum
memutihkan rambut menukil keriput
lewat dera rasa sakit dan tekanan beban
tak teredam
seandainya perahu tak diciptakan mengarung
telah lama bidukku melapuk
diterpa terik sinar mentari dan keringnya karang
kuputuskan untuk tidak mencicip tetesan
di hanyut samudramu yang menghauskan
tanpa akhir aku diombang ambing
lambung dan jatuh
galib sembab tengkurap atau berlutut
digelandang gelombangmu yang menakutkan
ombakmu yang memabukkan
pasrah sepenuh-penuhnya pasrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun