Ia bak gerimis di pagi yang cerah
Bukan tanpa alasan ataupun sebuah kebetulan
Membasahi kelopak yang rentan untuk layu
Sebagai pecandu mimpi, seruannya menggema di setiap sudut rumah
Laksana fatamorgana di atas  tanah yang tandus
Menyapa tangan-tangan mungil untuk di kebiri
Tanahku subur
bunga-bunga tumbuh dan mekar di atas bebatuan
Semak belukar menjalar mengikuti  rimbunnya pepohonan
Tetapi masih saja ada rakyat yang kelaparan
Anak-anak yang bertengger di tiang jalanan
Bapak-bapak yang mendorong gerobak sampah
Ibu-ibu pedagang kaki lima yang di tangkap dengan dalih tertib kota
Lalu apa gunanya kau yang kami pilih?
Bukankah janji-janjimu hampir menyerupai janji-janji Tuhan kepada seorang hamba?
Bukankah penampilanmu hampir menyerupai penampilan ulama?
Bukankah moralmu lebih tinggi dari ambisimu?
Dimana hati nuranimu?
Hanya satu kalimat yang ingin aku ucapkan
Jika tak mampu mewakili suara rakyat maka kembalikan demokrasi ketangan rakyat
Menakar Syair
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H