Mohon tunggu...
Ata Menaka
Ata Menaka Mohon Tunggu... -

Hobi baca, Sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Badai Kapolri Pasti Berlalu di DPR

19 Februari 2015   18:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tercenung. Jika kader PDIP mempelopori penggunaan Hak Angket terkait keputusan Presiden Jokowi karena tidak melantik Komjen BG, justru akan berkembang menjadi bola liar. Namun saya memahami karena ini merupakan puncak kekecewaan kader PDIP terhadap Jokowi yang terkesan ‘menyepelekan’ Ketua Umum PDIP Megawati karena BH adalah mantan ajudan Megawati dan BG didorong oleh Megawati dan PDIP.

Muncul kesan kuat bahwa BG hanyalah sasaran antara. Yang tidak disukai bukan BG, tetapi Megawati. Kenapa Megawati tidak disukai? Ini semata soal campur tangan atau intervensi. Sebagian masyarakat tidak suka bahwa seorang Presiden mudah diintervensi partai politik. Publik tentu masih ingat sudah jauh hari Megawati mengingatkan bahwa Jokowi adalah pekerja partai. Muncul kemudian istilah Presiden boneka. Kekecewaan terhadap Megawati kini disalurkan lewat BG. Kebetulan pula BG disebut-sebut sebagai salah satu jenderal polisi yang memiliki rekening gendut. Dikhawatirkan jika BG menjadi Kapolri maka BG juga seperti Jokowi sama-sama menjadi pekerja partai.

Pertanyaan lainnya, bagaimana dengan status keputusan rapat paripurna DPR yang menyetujui pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri? Apakah harus ada keputusan rapat paripurna DPR terlebih dahulu untuk membatalkan keputusan rapat paripurna DPR tentang persetujuan pengangkatan Komjen BH sebagai Kapolri? Logikanya, sebelum menerima calon baru Kapolri Komjen Badrodin Haiti yang diusulkan Presiden Jokowi dan melakukan uji kelayakan dan kepatutan, DPR mesti sudah membatalkan keputusan rapat paripurna DPR tentang pengangkatan Komjen BG. Dengan demikian tidak ada dua keputusan rapat paripurna DPR yang memutuskan pengangkatan dua Kapolri.

Pembatalan pelantikan Komjen BG bisa menjadi preseden. Apa jadinya jika seorang calon Kapolri atau pejabat negara yang sudah disetujui DPR tetapi ditentang publik, kemudian Presiden dengan mudah membatalkan pelantikannya dan mengangkat/mengusulkan pejabat baru? DPR bisa saja merasa dilecehkan dan menolak calon baru Kapolri usulan Presiden. Ini membuat semakin runyam.

Presiden Jokowi tentu mempunyai pertimbangan matang untuk menentramkan publik dengan tidak melantik Komjen BG. Jangan lupa Presiden mengulur mengambil keputusan atas badai konflik KPK-Polri tersebut setelah rapat paripurna DPR menyetujui APBN-P 2015.

Dalam APBN-P 2015 itu ada mata anggaran untuk ‘Rumah Aspirasi’ DPR sebanyak Rp1 triliun. Artinya masing-masing anggota DPR kebagian Rp1,78 miliar sebagai dana tenaga ahli, dua staf rumah aspirasi dan sewa rumah aspirasi. Selain itu ada pula dana penanggulangan lumpur Lapindo sebesar Rp781 miliar.

Bisa diduga kekhawatiran akan ada gejolak politik di DPR tidak meledak menjadi badai. Presiden Jokowi sudah menaburi gula-gula untuk meredam kemungkinan munculnya badai itu. Sebuah keputusan politik yang boleh dibilang cerdas.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun