Mohon tunggu...
Menail Tekail Uparsin NGL
Menail Tekail Uparsin NGL Mohon Tunggu... Administrasi - Tuliskan Imajinasimu

Menulis Itu Indah

Selanjutnya

Tutup

Money

Covid-19, Pertanda Puncak Era Digital Currency

23 April 2020   19:38 Diperbarui: 23 April 2020   19:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata Corona mendominasi video dan atau fhoto hampir diseluruh media sosial, televisi, majalah, radio, tampilan depan berbagai aplikasi, spanduk, sampai dengan perbincangan dipinggir jalan, bahkan seluruh pemimpin negara sampai rakyat dibalik pegunungan dan dibawah lembahpun sering memakai kata corona. Tapi kalau saya ditanya "Apakah Astronot yang sedang bertugas diluar angkasa sering menggunakan kata Corona ?", maka saya jawab, kurang tau.

Covid-19, ditetapkan WHO sebagai Pandemi pada 11 Maret 2020, tentu menjadi lebih focus untuk diwaspadai karena levelnya diatas epidemi. Selain menghabiskan tempat di areal pemakaman, virus ini juga menghendaki setiap orang untuk tidak berhubungan langsung face to face atau minimal menjaga jarak (Social atau Physical Distancing). Dampak sosial ekonomi global menjadi sasaran empuk virus corona. Sampai dengan tanggal 19 April 2020, tercatat sebanyak 2.324.731 Juta Kasus dengan 595.467 orang dinyatakan sembuh dan 160.434 orang meninggal, dan dirilis sebanyak 10 (sepuluh negara) dengan jumlah kasus virus corona terbanyak mulai dari Amerika, diikuti Spanyol, Italia, Perancis, Jerman, Ingris, China, Turki, Iran dan Belgia (berita dikutip dari Kompas).

Waktu terus berjalan, sementara virus corona tidak berhenti untuk mencari tumpangan hidup, menyebar dan terus memakan korban, semua negara semakin dituntut lebih jauh untuk mempersiapkan berbagai kebijakan dan strategi untuk mencegah keterpurukan khususnya disektor ekonomi, yang pada awalnya lebih focus pada strategi dan kebijakan penanganan dampak sosial dan kemanusiaan.

Berbicara dampak ekonomi suatu negara, tidak bisa terlepas dari ekonomi global, termasuk didalamnya perusahaan perusahaan atau yayasan-yayasan serta komunitas yang berkantor pusat disuatu negara, namun produknya bergerak tanpa batas diberbagai negara lain, yang secara umum adalah negara negara maju di sektor teknologi.

Bila diperhatikan, virus corona mendominasi negara-negara seperti yang saya sebutkan diatas. Kondisi menggambarkan bahwa negara negara maju rentan dengan pembunuh yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, yang tidak bisa dideteksi dengan alat biasa, sehingga dampak yang ditimbulakannya sangat parah. Namun demikian, selagi virus masih terus mencari mangsa, negara negara dengan teknologi sudah mapan melakukan beberapa langkah cepat perancangan dan peluncuran terkait mata uang digital yang mungkin bisa mencegah keseimbangan negatif ekonomi,  krisis ekonomi bahkan krisis pangan yang bisa saja terjadi beberapa bulan kedepan, diantaranya ;

China.

Mulai Bulan Mei 2020, sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Tiongkok akan menerima gaji dalam bentuk mata uang digital renminbi yang dibuat oleh Bank Sentral Tiongkok. Langkah itu adalah penegasan bahwa Tiongkok benar-benar telah membuat uang digital menggunakan blockchain dalam sistem yang disebut DC/EP (Digital Currency Electronic Payment). Bank Pemerintah yang dilibatkan antara lain, Bank of China, Bank Pertanian Tiongkok, Bank Industri dan Komersial Tiongkok dan China Construction Bank. ( dikutip dari https://blockchainmedia.id/mulai-mei-pns-tiongkok-terima-gaji-pakai-mata-uang-digital-baru/ ). Kondisi ini menggambarkan bahwa mata uang digital dianggap memiliki efisiensi, dan sudah tentu memiliki nilai tambah untuk percepatan pemulihan ekonomi di china akibat serangan virus corona.

Korea Selatan

Korea selatan, melalui Bank of  Korea atau Bank Sentral Korea, beberapa waktu lalu meyatakan bahwa Pemerintah Korea Selatan telah memulai program percontohan (Pilot Project) pengembangan Won Digital. Dimulai bulan Maret 2020 sampai akhir Desember 2021, Pilot Project ini nantinya diharapkan sebagai bahan identifikasi terkait segala ketentuan teknis dan hukum bila Won Digital akan diterbitkan ( Warta Kota ). 

Sebagaimana dirilis oleh theblockcrypto.com, mata uang digital ini untuk sementara waktu selama masa pilot project akan diberi nama Central Bank Digital Currency (CBDC). Secara teknis, pilot project ini akan meneliti lebih jauh, lalu menentukan metode operasional CBDC hingga seperti apa desain CBDC yang paling tepat dan layak untuk dieksekusi.

Swedia

Bank Sentral Swedia atau Sveriges Riksbank sedang menguji e-krona berdasarkan blockchain yang akan mendorong pembayaran konvensional dan kegiatan perbankan di seluruh negeri. Program percontohan ini akan beroperasi selama satu tahun, hingga Februari 2021. Setelah itu bank akan membuat keputusan apakah akan membangun e-krona pada teknologi blockchain.

Kondisi ini, pada tahap awal jika benar benar diluncurkan akan menambah jalur transaksi digital di Swedia karena tidak akan dikeluarkan secara umum, hanya akan ada beberapa pengguna yang ditunjuk sebagai bagian dari simulasi. Nantinya mereka dapat menyimpannya di dompet digital dan dapat menggunakan e-krona untuk melakukan pembayaran, setoran, hingga penarikan melalui aplikasi seluler. Pertanyaanya apakah berpengaruh global. Jawabnya sudah tentu karena perusahaan global tidak mengenal batas.

Jepang

Negara jepang melalui melalui parlemennya sedang merancang proposal mata uang digital sebagai respon terhadap Libra dari Facebook dan mata uang  digital dari Tiongkok agar tidak tertinggal  dalam konteks perubahan global disektor keuangan. Pemerintah jepang akan bekerjasama dengan Bank of Japan untuk mempelajari mata uang digital dan meningkatkan kenyamanan yen dalam transaksi digital. Jepang mulai berkmitmen. Kondisi ini menjadi perhatian besar bagi negara yang belum atau tidak mengeluarkan mata uang digital.

Line Corporation

Kebanyakan orang tentu sudah mengenal LINE. Line Corporation sebelumnya telah meluncurkan pertukaran aset digital BITBOX, yaitu pertukaran kripto ke kripto berbasis di Singapura.  Pada tanggal 28 Februari 2020 di Tokyo, dikutip dari situs https://linecorp.com/en/pr/news/global/2020/49 (As part of the continuing expansion of the LINE token economy, LINE Corporation has launched BITFRONT, a global digital currency exchange based in the United States. Operated by LVC USA, a subsidiary of LVC Corporation, BITFRONT provides a fiat-to-crypto and crypto-to-crypto market for the U.S. dollar) saya terjemahkan ; sebagai bagian dari pengembangan ekspansi token line, Line telah meluncurkan BITFRONT, yaitu pertukaran mata uang digital berbasis di Amerika. Dioperasikan oleh LVC Amerika Serikat, anak perusahaan LVC Corporation, BITFRONT menyediakan pasar flat to kripto untuk platform ekonomi token Line. Kondisi ini akan menambah panjang perusahaan yang menggunakan pertukaran dan mata uang digital, yang pada umumnya adalah perusahaan besar yang menembus batas negara, karena BITFRONT mendukung lima mata uang kripto terbesar yaitu, LINK mata uang digital milik LINE, Bitcoin, Eteherium, Bitcoin Cas, dan Tether.

Amerika  

Melihat beberapa negara telah meluncurkan mata uang digital, melakukan pengujian dan mempercepat rancangan proprosal penggunaan mata uang digital, ditambah lagi BITFRONT Berbasis di Amerika, serta facebook dengan mata uang Libranya diisukan akan masuk dalam konteks mata uang digital tahun ini, maka negara sebesar Amerika pasti tidak akan mau ketinggalan. Hal ini mulai kelihatan ketika Lael Brainard  salah seorang pejabt The FED, dalam pidato pada sebuah simposium tentang masa depan pembayaran di Stanford Graduate School of Business tanggal 5 februari 2020  menyatakan bahwa The FED melakukan penelitian dan eksprimen terkait teknologi ledger terdistribusi dan potensi penggunaanya untuk mata uang digital, termasuk potensi untuk CDBC (Central Bank Digital Currency). Hal ini juga didorong oleh komitmen Bank of Japan dalam mempelajari kelayakan mata uang digital.  

Beberapa narasi diatas menjadi catatan penting bagi Pemerintah Indonesia dalam hal persetujuan atau penelitian tentang penggunaan mata uang digital. Peluncurannya tidak dapat dilakukan dengan cepat, karena melalui proses penelitian dan pengkajian. Namun, mungkin banyak yang berpendapat bahwa kondisi dunia saat ini lebih diarahkan pada pembayaran non tunai, walaupun konteks di Indonesia penggunaan non tunai belum membahas lebih jauh terhadap mata uang digital. Namun, kedepan jika ingin ikut dalam kondisi perubahan global disektor keuangan, pemerintah tidak akan mau tertinggal, karena disisi lain telah banyak ditemui masyarakat Indonesia masuk dalam konteks mata uang digital, baik dalam investasi maupun terjun dalam perdagangannya diluar negeri ataupun dalam system di intenet.

Untuk penggunaan non tunai sendiri, dapat saja pertanda baik untuk tahap menuju mata uang digital, Pemerintah melalui Bank Indonesia telah mengambil kebijakan. Di kutip dari situsBI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Maret 2020 Bank Indonesia kembali memperkuat bauran kebijakan untuk mendukung upaya mitigasi risiko penyebaran COVID-19, menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi melalui 7 (tujuh). Dalam poin ketujuh bagian b  disebutkan bahwa untuk memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran COVID-19 melalui mendorong penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp.600 menjadi Rp. 1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp. 3.500 menjadi maksimum Rp.2.900, berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020; dan poin b, mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah. Disini kata kunci transaksinya adalah NON TUNAI. Kondisi ini menggambarkan bahwa Indonesia tidak tertutup kemungkinan menyetujui bahkan akan mengeluarkan sistem mata uang digital melalui Bank Indonesia kedepan.

Kembali ke COVID-19, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, terhambatnya distribusi pangan, bahkan memungkinkan menurunnya ketersediaan pangan dunia adalah isu strategis yang harus cepat diantisipasi. Mungkin saja pemanfaatan mata uang digital akan memotong waktu yang tidak efisien dalam memenuhi kebutuhan utama, atau setidaknya membantu keseimbangan neraca keuangan suatu negara, khususnya negara yang masyarakatnya secara pribadi atau melalui perusahaan bergerak dengan akumulasi jumlah yang sangat banyak telah masuk dalam dunia mata uang digital.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun