Mohon tunggu...
menaburagi
menaburagi Mohon Tunggu... Penulis - student

Thoughts Unscripted: Unfiltered ramblings from a girl who just gotta think!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Smash Melawan Diskriminasi: Potret Era Orde Baru dalam Film 'Susi Susanti: Love All'

16 Agustus 2024   13:19 Diperbarui: 16 Agustus 2024   13:24 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film biografi "Susi Susanti: Love All" tidak hanya menceritakan tentang perjalanan seorang atlet badminton asal Tasikmalaya menuju kejayaannya, tetapi juga menceritakan sudut pandang dari isu sosial politik pada era Orde Baru di Indonesia terkait diskriminasi etnis dan ketidakadilan sosial yang mewarnai periode tersebut.

Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 11 Februari 1971, Susi Susanti mulai bermain bulu tangkis sejak usia dini dan dengan cepat menunjukkan bakat luar biasa. Kariernya melesat ketika dia berhasil meraih medali emas di Olimpiade Barcelona 1992, yang menjadi momen bersejarah bagi Indonesia sebagai medali emas pertama di ajang Olimpiade.

Sebagai atlet keturunan Tionghoa, Susi Susanti digambarkan menghadapi berbagai tantangan di luar lapangan. Film ini menunjukkan bagaimana kebijakan asimilasi Orde Baru mempengaruhi kehidupan warga keturunan Tionghoa, termasuk keluarga Susi. Adegan-adegan yang menampilkan keharusan mengubah nama menjadi lebih "pribumi" dan tekanan untuk meninggalkan tradisi budaya Tionghoa menjadi cerminan nyata dari politik identitas yang berlaku saat itu.

https://www.kompasiana.com/orang6894/6109e4731525103bad7f7582/sejarah-4-agustus
https://www.kompasiana.com/orang6894/6109e4731525103bad7f7582/sejarah-4-agustus

Lebih dari itu, "Susi Susanti: Love All" juga mengeksplorasi dilema yang dihadapi tokoh utamanya. Di satu sisi, Susi adalah atlet berbakat yang membawa harapan bangsa. Di sisi lain, ia terus-menerus diingatkan akan statusnya sebagai warga "non-pribumi". Ketegangan ini mencapai puncaknya ketika Susi harus membuktikan diri bukan hanya sebagai atlet hebat, tetapi juga sebagai warga negara yang "sejati" di mata pemerintah dan masyarakat.

Mengutip dari laman website ensiklopedia, Kebijakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman G.A. Maengkom dan disahkan oleh Presiden Soekarno di pemerintahan Orde Lama perihal kartu identitas yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah warganegara Republik Indonesia. Walaupun demikian, SBKRI hanya diberikan kepada warganegara Indonesia keturunan, terutama keturunan Tionghoa dan keturunan India. Meskipun begitu, Hal ini dianggap oleh banyak pihak sebagai perlakuan diskriminatif dan sejak Orde Reformasi telah dihapuskan, walaupun dalam praktiknya masih diterapkan di berbagai daerah. 

Pada masa Orde Baru, terutama dalam hal kewajiban mengganti identitas dari nama Tionghoa menjadi nama lokal, Tionghoa sebagai etnis minoritas sering didiskriminasi pada masa Belanda dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang memposisikan Tionghoa sebagai ras kelas dua di bawah Belanda dan di atas etnis pribumi, akan tetapi pada masa reformasi, yang ditandai oleh peristiwa Mei 1998 dimana terdapat korban yang kebanyakan dari golongan Tionghoa, pemerintah dengan gesit membuat keputusan baru dengan sistem demokrasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dengan menghapus peraturan diskriminatif, yang tertuju terhadap diskrimasi minoritas Tionghoa. 

Namun, film ini juga menunjukkan bahwa perubahan tidak terjadi dalam semalam. Bahkan di puncak kesuksesannya, Susi masih harus mengatasi prasangka dan diskriminasi. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan sosial adalah perjuangan panjang yang membutuhkan ketekunan.

Terlepas dari itu semua, 'Susi Susanti: Love All' sejatinya sukses sebagai medium film biografi yang mengangkat pertanyaan-pertanyaan yang relevan tentang identitas, nasionalisme, dan keadilan sosial di era Orde Baru. Dengan mengangkat salah satu atlet hebat Indonesia, film ini memungkinkan penonton untuk merefleksikan sejarah bangsa dan pelajaran penting yang dapat dipetik.

Ada yang sudah menonton film ini? coba dong tulis pendapatnya di kolom komentar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun