Beruntunglah Eng ( nama panggilan) karena mendaftarkan pernikahannya pada tgl 1 April 2020 yg lalu, karena pada keesokan harinya Kementrian Agama mengeluarkan aturan bahwa per tanggal 2 April 2020 dinas terkait sudah tidak bisa menerima pendaftaran nikah.
Ya, rencana ini memang sudah ada sejak awal tahun, tapi karena banyak pertimbangan akhirnya Eng mendaftar ke KUA setempat di tanggal tersebut dan menentukan hari pernikahannya di tanggal 12 April 2020. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk menyelenggarakan akad nikah di saat pendemi Covid-19 seperti ini, karena ada aturan tertentu yang harus dipatuhi untuk menghindari penyebaran virus.
Seperti yang diutarakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin (sumber: Kompas.com) bahwa setidaknya, ada tiga hal yang diatur. Pertama, membatasi jumlah orang yang mengikuti prosesi akad nikah tidak lebih dari 10 orang dalam satu ruangan. Kedua, calon pengantin dan anggota keluarga yang mengikuti prosesi akad nikah harus lebih dulu membasuh tangan dengan sabun atau hand sanitizer, serta menggunakan masker. Ketiga, petugas, wali nikah, dan calon pengantin laki-laki harus memakai sarung tangan dan masker pada saat ijab-kabul.
Mengingat beberapa ketentuan di atas, maka kedua belah pihak calon pengantin pun mengatur segala sesuatunya agar tidak melanggar aturan yang berlaku. Dalam acara tersebut, mereka tidak mengundang tamu. Yang hadir hanyalah pihak yang betul-betul diperlukan dalam pelaksanaan akad nikah. Adapun pendukung acara lainnya hanya menunggu di luar dengan tetap menjaga jarak dikarenakan jumlah personil yang boleh masuk dibatasi.
Sebelum berangkat, calon pengantin pria dan keluarga inti ( itupun hanya orangtua dan satu orang saksi) bersiap dengan memakai masker. Begitupun dari pihak calon pengantin perempuan. Mereka pun menyiapkan hand sanitizer, thermograf dan sarung tangan untuk acara akad nikah.
Saat semua sudah siap di luar ruang akad, salah satu dari keluarga pihak calon pengantin wanita (sebut saja Dinda) berkeliling membawa thermograf dan mengecek suhu badan semua yang hadir serta membawa masker untuk perasaan jika ada yang belum memakai masker, petugas acara inipun sebetulnya bukan bagian dari acara akad, tapi memang diperlukan untuk keberlangsungan acara sebagai penanggung jawab medis.Â
Sebelum mulai akad, Dinda pun menyiapkan sarung tangan berbahan karet untuk calon pengantin pria, wali nikah (bapak dari calon pengantin wanita) dan petugas KUA. Tak lupa hand sanitizer juga disiapkan di samping meja akad berdekatan dengan kotak besar berisi mahar.
Sayapun hadir atas permintaan pihak pengantin sebagai MC. Mengapa harus hadir? Sebetulnya kan tidak diperlukan? Ya, untuk acara akad nikah memang tidak diperlukan. Akan tetapi, karena pernikahan itu sesuatu yang sakral dan sangat berkesan, pihak keluarga menghubungi saya mendadak di malam sebelumnya, rencana dadakan katanya. Dan memang saya tidak dilibatkan dalam acara akad nikah tersebut, tetapi saya diperlukan untuk kepentingan dokumentasi dalam bentuk videography. Inipun memberi kesan tersendiri bagi saya karena untuk pertama kalinya saya membawakan acara memakai masker.
Jadi, acara disusun sedemikian rupa sehingga dalam dokumentasinya tampak seperti acara resepsi biasa dengan rangkaian acara sbb: Â kedatangan keluarga calon pengantin pria, pengecekan kesehatan dan pembagian masker, penyambutan dari keluarga calon pengantin wanita, kata sambutan dari pihak calon pengantin pria dilanjut dengan penerimaan dari pihak calon pengantin wanita. Lalu tak lama berlanjut ke akad nikah dengan hanya beberapa orang saja yang masuk ( 2 calon pengantin, 4 orangtua pengantin dari kedua pihak, 1 petugas KUA, 2 orang saksi dari masing-masing pihak dan 1 orang fotografer.Â
Acara dibuat sedemikian rupa dengan harapan tidak menyalahi aturan yang berlaku di tengah pandemi Covid-19 ini. Adapun pihak-pihak penunjang acara  seperti penanggungjawab medis, pembawa acara dan perias pengantin hanya menunggu diluar saja pada saat akad berlangsung. Â
Selepas akad, rangkaian acara pun usai, dan di samping ruang akad disiapkan sedikit ruang khusus untuk membuat dokumentasi foto serta meja prasmanan dengan jumlah porsi yang sangat minimalis, tidak seperti acara pernikahan yang biasanya penuh dengan stand makanan dan foto booth dengan hiruk pikuk kerumunan keluarga dan tamu undangan.Â
Pernikahan kali memang sangat berbeda dengan pernikahan yang biasa kita saksikan, tapi ada satu kesan yang mendalam dari acara tersebut, akad nikah yang hanya dihadiri oleh pihak-pihak yang sangat diperlukan dan pernikahan tanpa resepsi ternyata terasa lebih khidmat dan melegakan. Di satu sisi memang terasa kurang meriah, tapi jika kita ambil sisi positif nya, sangat menenangkan bagi kedua belah pihak karena apa yang di cita-citakan tetap tercapai, namun mereka tidak perlu menyiapkan dana berlebihan karena tidak perlu mengadakan resepsi. Betul-betul kembali kepada aturan yang sangat mendasar.Â
Semoga tulisan ini menjadi cerita yang berkesan dan sangat patut dijadikan pelajaran untuk kita. Bahwa dalam situasi tertentu kita harus rela mengikuti aturan yang ada demi kebaikan bersama. Â Dan yang terpenting adalah apa yang dimaksudkan tetap terlaksana meskipun dengan cara yang berbeda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H