Mohon tunggu...
Akhmad Zaenuddin
Akhmad Zaenuddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bakwan dalam genggaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Nangis Lagi, Neng Zaskia Gotik

25 Maret 2016   00:23 Diperbarui: 25 Maret 2016   16:37 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Zaskia Gotik terancam pidana atas tuduhan pelecehan simbol negara. sumber: megapolitan.kompas.com"][/caption]

Saat ini, mungkin menjadi waktu-waktu tersulit buat si Neng Zaskia Gotik. Tak disangka tak dinyana, banyolan di salah satu acara stasiun televisi swasta telah membawanya pada permasalahan hukum yang sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya. Perasaan menyesal, sedih dan menyalahkan diri sendiri pasti sedang berkecamuk dalam dirinya.

Jika boleh membaca apa yang ada dalam benak si Eneng saat ini, kemungkinan ia sedang berdoa pada Tuhan agar mengembalikan hari ini ke tanggal 15 Maret 2016. Duh Gusti, tolong putar kembali waktu, maka saya akan menjawab seluruh pertanyaan Denny Cagur dengan benar, kalau perlu mencontek jawaban yang ditulis Mbak Ayu Tingting dan Mbak Julia Perez. Mungkin demikian.

Ya, Neng. Saya pun akan mengamini jika dirimu berharap dan berdoa seperti itu. Penyesalanmu dan dalilmu yang menyatakan benar-benar "tidak tahu" kapan tepatnya tanggal proklamasi Indonesia dan bunyi sila kelima Pancasila tidak akan banyak membantumu untuk terbebas dari jerat hukum.

Bahwa hukum pidana negara kita memang galak, ia tidak mau mengenal bahkan men-cuek-in kata "tidak tahu." Ia tidak mengklasifikasikan kata "tidak tahu" sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus perbuatan pidana atau menghilangkan pertanggungjawaban pidana.

Jika boleh saya tambahkan, saya juga yakin, ketidaktahuan Neng Zaskia bukan hanya soal tanggal proklamasi dan bunyi sila kelima, tapi juga tidak tahu bahwa menjadikan lambang negara sebagai bahan banyolan –yang masuk dalam kualifikasi delik penghinaan— dilarang dan ditentukan sanksi hukumnya oleh undang-undang.

Soal ketidaktahuan tentang larangan dan sanksi tersebut pun, dengan berat hati saya bisikkan, tidak akan serta merta membebaskan Neng Goyang Itik dari jerat pidana. Hukum kita memang galak. Ia merumuskan bahwa semua orang dianggap tahu akan undang-undang, terlepas di pelosok mana ia tinggal, sampai jenjang apa pendidikannya atau bahkan seberapapun sulit kondisinya. Kata "tidak tahu" tak berarti apa-apa menurut hukum. Presumptio iures de iure.

Mumet. Ya, pasti mumet kalo memikirkan proses hukum yang sedang berjalan, Neng. Bahkan tidak hanya mumet, tapi mumet yang disertai dengan perasaan takut, sedih dan menyesal yang teramat sangat. Semua bercampur menjadi satu, berkecamuk dalam hati dan pikiran, Neng Zaskia.

Tapi terlepas bagaimana si Eneng dan sebagian besar masyarakat menyikapi semua peristiwa yang terjadi, entah musibah atau cobaan, tak ada salahnya jika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang sudah mendarah daging pada masyarakat kita, bahwa di balik semua peristiwa –bahkan yang paling buruk sekalipun— pasti ada hikmahnya.

Ya, ya, ya. Setelah ribut-ribut pelantun lagu Satu Jam Saja soal bunyi sila kelima Pancasila, saya pun segera tanya Mbah Google untuk memastikan bunyi sila tersebut. Nyatanya saya sendiri tidak hafal secara otomatis dan tepat bunyinya. Saya pun yakin, tidak hanya saya, hal yang sama dilakukan oleh beberapa orang lain untuk mengingat-ingat kembali bunyi sila kelima, meski dengan cara yang berbeda.

Zaskia Gotik telah menghidupkan kembali perbincangan bunyi sila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Dimana tidak perlu kita pungkiri, sebagian besar di antara kita banyak yang sudah lupa dengan bunyinya dan bahkan jauh dari usaha untuk mengamalkannya. Zaskia Gotik telah membuat sebagian besar orang tersadar kembali akan keberadaan sila kelima, minimal sadar untuk membacanya dan mengingatnya kembali.

Bahkan, jika mau mengaitkannya dengan peristiwa beberapa hari kemarin, demo sopir taksi yang didasari oleh sikap kurang responsifnya pemerintah menyikapi adanya angkutan umum berbasis aplikasi, mimpi terwujudnya dan diamalkannya sila kelima adalah sebuah keniscayaan. Semua pihak berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang benar-benar adil. 

Regulasi yang tidak memihak salah satu kubu dan mematikan ladang salah satunya, sopir angkutan umum konvensional atau yang berbasis aplikasi. Sila "Keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia" yang dihidupkan perbincangannya oleh Zaskia Gotik adalah rujukan yang tak boleh ditawar-tawar oleh pemerintah dalam membuat kebijakan.

Selain hal di atas, hikmah lain yang dapat diambil adalah si Eneng juga telah mengingatkan kolega-koleganya yang mencari nafkah di dunia hiburan akan peribahasa "mulutmu harimau mu." Ya, setiap kata yang terucap dan tingkah yang dilakukan saat tampil di televisi berpotensi mencelakakan kita --dengan bentuk dan cara celaka yang berbeda. 

Peristiwa Zaskia Gotik telah mengingatkan para artis, pelawak dan siapapun juga yang mencari nafkah di dunia hiburan untuk lebih berhati-hati saat bercanda, bertingkah dan berinteraksi di layar kaca. Zaskia Gotik kembali mengingatkan agar dunia hiburan tetap berpijak pada norma-norma yang berlaku. Bahwa tujuan menghibur adalah membuat senang, bukan menyakiti pihak lain.

Sebagaimana kita tahu, sebelum lawakan Zaskia yang bermasalah, banyolan salah satu artis yang bermuatan penghinaan pada profesi wartawan juga terjadi. Lebih jauh, berdasarkan pemantauan KPI saat Ramadhan tahun 2015, konten hiburan di televisi masih banyak ditemukan pelanggaran, yang meliputi pelanggaran terhadap penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, pelanggaran terhadap perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, serta pelanggaran klasifikasi program Remaja. 

Selain dua hikmah di atas, Zaskia Gotik juga secara tidak langsung telah memberikan tambahan wawasan hukum kepada masyarakat. Terkait segala ucapan, tindakan dan interaksi dalam hidup bermasyarakat, terdapat hukum yang mengaturnya. Ada norma-norma hukum yang harus ditaati dan ada pula sanksi yang menanti jika terjadi pelanggaran atasnya. Bahwa hukum telah menjadi salah satu alat untuk mengontol ucapan, tindakan dan interaksi masyarakat (tool of social control).

Jelaslah bahwa di balik kesedihan Neng Zaskia Gotik, banyak hikmah yang dapat kita petik atasnya. Anggap saja bahwa Eneng adalah orang yang dipilih Tuhan untuk menghidupkan kembali diskusi dan juga perbincangan ihwal sila kelima pancasila, dan juga mengingatkan kembali teman-teman di dunia hiburan serta masyarakat umum untuk mentaati norma-norma yang berlaku di Negara kita.

Jika pun hal-hal di atas tidak dapat menghentikan tangisan Neng Zaskia Gotik, maka yakinkanlah diri bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan pada hambanya di luar batas kemampuan.

La yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun