Mohon tunggu...
Akhmad Zaenuddin
Akhmad Zaenuddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bakwan dalam genggaman

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia

2 November 2013   14:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:41 4064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari terakhir, media cetak maupun elektronik menyuguhi kita dengan berita mogok nasional. Bagaimana buruh menuntut kenaikan upah Rp 3,7 juta, menolak sistem outsorcing, buruh menolak berunding dalam dewan pengupahan, bagaimana mereka bisa melumpuhkan kawasan industri di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Depok dan daerah lainnya. Apa yang terjadi kemarin adalah bagian dari gerakan kaum buruh. Bagian dari cara mereka menuntut apa yang mereka yakini sebagai haknya.

Tapi, tahukah kita bagaimana gerakan buruh dalam dua hari kemarin tidak terjadi begitu saja. Ia melalui sejarah panjang yang bahkan dimulai sejak jaman kolonial. Pergerakan itu dilakukan dengan cara mendirikan perkumpulan buruh atau yang biasa disebut serikat buruh.

Sejarah panjang pergerakan buruh di negeri kita dikupas secara mendalam di buku "Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia" yang diterbitkan ulang oleh Trade Union Rights Centre (TURC) pada 2007. Buku tersebut sebenarnya ditulis pada 1961 oleh seseorang yang bernama Sandra --yang hingga buku diterbitkan ulang, sosok Sandra yang sebenarnya belum banyak diketahui.

Disebutkan bahwa pergerakan buruh di negeri ini dimulai pada abad ke-19 hampir mendekati silamnya, tepatnya pada 1897. Pada saat itu, serikat buruh yang pertama didirikan adalah NIOG (Nederland Indies Onderw. Genoots) atau serikat guru-guru bangsa Belanda. Jadi, cikal bakal munculnya gerakan buruh malah dimulai dari inisiatif bangsa kolonial. Namun, dari langkah tersebut, yang sifatnya merupakan "organisasi golongan," cukup menjadi pendorong bagi pertumbuhan organisasi di antara bangsa sendiri.

Pada 1908 yang dipelopori dengan kemunculan Budi Utomo, turut pula menjadi cikal bakal lahirnya organisasi buruh Indonesia. Pergerakan kaum buruh pada awal kelahirannya banyak dipengaruhi rasa kebangkitan nasional yang dikobarkan partai politik.

Pada 1908 jugalah berdiri serikat buruh bangsa Indonesia yang bernama VSTP (Verenining v. Spoor en Tram Personeel) atau serikat pegawai kereta api. Sesudah tahun itu berdiri organisasi-organisasi lain seperti; PBP (Perkumpulan Bumi Putra Pabean) pada 1911, PGB (Perkumpulan Guru Bantu) pada 1912, Persatuan Pegawai Pegadaian Bumi Putra (PPPB) pada 1914, ORB (Upium Regie Bond) dan Vereninging van Inlandsch Personeel Burgerlijk Openbare Werken pada 1916.

Sejarah panjang pergerakan buruh di jaman sebelum kemerdekaan juga diwarnai krisis dan pembangunan kembali. Pada Bab V bagian pertama buku ini, disebutkan krisis pergerakan buruh disebabkan banyaknya pengurus-pengurus serikat yang ditangkap karena dituduh sebagai komplotan yang hendak merubuhkan kekuasaan. Hal ini ditambah dengan penangkapan besar-besaran orang-orang politik, sehingga menjadikan suasana pergerakan kian sepi.

Pembangunan kembali akitivitas pergerakan dimulai sekitar medio 1927. Tanda-tanda pergerakan nampak mulai muncul lagi di kota-kota besar, seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya. Dengan mendapat pengalaman pahit di waktu lampau, kali ini pergerakan buruh tidak lagi terang-terangan ikut dalam percaturan politik, tapi menitikberatkan pada soal-soal sosial dan ekonomi di tempat kerja.

Sejarah pergerakan buruh pasca proklamasi kemerdekaan juga dikupas secara tuntas. Dalam masa itu, golongan buruh dapat dengan tepat menempatkan kebutuhannya pada satu organisasi masa, yaitu Barisan Buruh Indonesia yang berdiri pada 15 September 1945.

Sejarah pergerakan buruh dalam mempertahankan kemerdekaan tak luput pula diuraikan. Perjuangan merebut Irian Barat untuk menjadi bagian dari NKRI pun tak lepas dari andil kaum buruh. Pada medio Oktober 1957 dibentuk suatu panitia bernama "Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat." Pada 01 Desember Menteri Penerangan Soedibjo, selaku ketua panitia, menginstruksikan kepada segenap kaum buruh yang tergabung dalam organisasi-organisasi buruh pada perusahaan-perusahaan Belanda untuk mengadakan aksi pemogokan pada 02 Desember 1957, selama sehari penuh.

Kelebihan buku ini adalah penulis mampu menuangkan kejadian dengan jujur. Ia mampu mencatat rekaman gerakan buruh dengan jernih tanpa berpretensi mengajukan beban analisa yang berat. Rekamannya yang jujur itulah yang justru menjadi keunggulan utama buku ini.

Keunggulan lainnya adalah buku ini menawarkan perspektif sejarah dalam melihat pergerakan buruh Indonesia. Ia menyediakan bahan bacaan yang bersendikan sejarah buruh Indonesia sendiri (local reference), tanpa harus repot mengutip teori canggih dari luar negeri.

Kekurangannya, ia hanya megulas sejarah buruh hingga tahu 1960-an. Sehingga setelah masa itu banyak aktivitas-aktivitas pergerakan yang tidak terekam. Bagaimana pengaruh jaman otoriter Orba dan pasca reformasi dengan pergerakan buruh tak kita ketahui. Namun demikian, buku tersebut sudah sangat cukup memberi kita pelajaran bagaimana sejarah pergerakan buruh di Bumi Pertiwi. Dari hal itu, kita bisa belajar ihwal kesalahan-kesalahan pergerakan buruh terdahulu untuk kita jadikan perbaikan langkah pada masa akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun