Mohon tunggu...
Setyoko Andra Veda
Setyoko Andra Veda Mohon Tunggu... Supir - aparatur sipil

mencoba memberikan opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menakar Urgensi Pendaftaran Kontrak Satuan Kerja ke KPPN

19 April 2024   19:32 Diperbarui: 19 April 2024   19:59 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, pada praktiknya di lapangan muncul kasus-kasus yang membuat kita bisa mempertanyakan urgensi pendaftaran kontrak ke KPPN:

-Bagaimana jika jangka waktu pelaksanaan kontrak pendek? Misalnya hanya seminggu, atau kurang dari itu yang pembayarannya cukup dilakukan sekaligus. Contohnya adalah perikatan dalam rangka pengadaan barang/jasa lainnya di ekatalog.

-Bagaimana untuk perikatan yang dari perencanaan anggarannya memang sudah didetilkan pada POK satker sehubungan dengan RSPP? Implementasi RSPP mengamanatkan penyusunan anggaran DIPA satker dalam POK nya harus didetilkan hingga 16 segmen; sampai level item di bawah akun belanja. Hal tersebut berarti satker telah berkomitmen mengalokasikan belanja untuk keperluan perikatan tertentu. Satker juga tidak dapat serta merta mengubah karena tetap harus melalui revisi, walaupun revisinya minimal dengan pengesahan KPA.

-Bagaimana apabila kontrak tersebut merupakan kontrak tunggakan pekerjaan dari tahun-tahun anggaran yang lalu, yang mana sudah terjadi BAST pekerjaan, namun belum bisa dibayarkan karena pada tahun anggaran yang lalu belum tersedia cukup dana untuk pembayaran?

-Bagaimana apabila kontrak tersebut merupakan kontrak KPBU yang perikatannya bisa jadi terjadi di tahun ini dengan jangka waktu belasan tahun sedangkan pembayarannya baru dilakukan di tahun-tahun mendatang?

Setidaknya beberapa pertanyaan tersebut dapat kita elaborasi supaya membentuk pemahaman terkait dengan sakral atau tidaknya pendaftaran kontrak oleh satker ke KPPN.

Jika kita berangkat dari PER-58, maka jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah bahwa semua perikatan wajib didaftarkan kontraknya ke KPPN dengan ketentuan minimal bentuk perikatannya berupa SPK atau Surat Perjanjian. Yang kita ketahui saat ini merujuk pada peraturan pengadaan barang dan jasa dari LKPP, SPK digunakan untuk pengadaan jasa konsultansi dengan nilai maksimal 100jt, maupun pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai minimal 50jt. Dengan demikian untuk jasa konsultansi, berapapun nilainya maka harus didaftarkan kontraknya; dan untuk pengadaan barang/jasa lainnya dengan nilai minimal 50jt maka harus didaftarkan kontraknya ke KPPN menurut PER-58.

Namun coba kita menengok ketentuan PMK 62 pada pasal 214 yang menyebutkan bahwa pembayaran dengan UP kepada setiap penerima hak pembayaran paling banyak adalah Rp 200 juta. Hal tersebut dapat dipahami bahwa satker dapat menggunakan mekanisme UP untuk membayarkan kegiatan termasuk perikatan dengan nilai maksimal Rp Rp 200 juta. Hal ini beririsan kontradiktif dengan premis sebelumnya, karena menurut PMK 62 apapun bentuk perikatannya asalkan memiliki nilai maksimal Rp 200 juta maka dapat dibayarkan dengan mekanisme UP.

Dengan berangkat dari mekanisme UP yang dapat dipakai untuk membayarkan kegiatan kepada penerima hak dengan nilai maksimal Rp 200 juta, maka timbul pertanyaan kembali; apakah pendaftaran kontrak ke KPPN untuk nilai perikatan/kontrak s.d. Rp 200 juta dapat dikesampingkan?

Dalam kasus lain kita dapat membahas pembayaran tunggakan atas pekerjaan tahun anggaran yang lalu, yang perlu mencantumkan akun pembayaran tunggakan pada halaman IV DIPA tahun anggaran berjalan. pada praktiknya satuan kerja tidak dapat mendaftarkan kontrak tunggakan tersebut ke SPAN dalam rangka pembayaran tunggakan tersebut dikarenakan nomor kontrak yang sudah pernah didaftarkan di SPAN tidak dapat dipakai ulang oleh satuan kerja untuk mendaftarkan kontrak kembali walaupun sudah berbeda tahun anggaran. Selain itu, tanggal kontrak dan tanggal pelaksanaan kontrak yang sudah berlalu di tahun anggaran sebelumnya mengakibatkan tidak dapat direkamkannya kontrak tunggakan tersebut di SPAN. Hal tersebut berlaku sama pada SAS di masa dulu maupun SAKTI di masa kini untuk sisi satuan kerja. 

Dengan kendala tersebut, maka dalam praktiknya di lapangan pembayaran tunggakan atas pekerjaan kontraktual tahun anggaran yang lalu diajukan ke KPPN dengan SPM LS Non Kontraktual di tahun anggaran berjalan, terlepas berapa pun nilai tunggakan tersebut. Timbul kembali pertanyaan yang sama dengan pembahasan sebelumnya, apakah pendaftaran kontrak ke KPPN sesuai dengan PER-58 dapat dikesampingkan untuk pembayaran pekerjaan tunggakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun