Mohon tunggu...
Setyoko Andra Veda
Setyoko Andra Veda Mohon Tunggu... Supir - aparatur sipil

mencoba memberikan opini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reuni Sama Tuhan

13 Juni 2013   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:06 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarang-jarang aku ke masjid, apalagi Shalat Jumat. Sampai-sampai ketika hendak duduk bersila, aku baru ingat kalau aku belum berwudhu! Ya! Berwudhu! Bersuci! Wah, aku lupa tentang hal yang satu itu!

Beranjaklah aku ke tempat wudhu. Khotbah jumat sudah hampir di mulai, aku menenangkan diriku di dalam masjid sembari memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang mencari-cari tempat yang masih ada sela untuk ditempati. Sudah lama sekali aku tidak merasakan hal seperti ini. Di dalam sini rasanya adem, sejuk, banyak kipas angin, orang-orang sibuk "berdugem syariah" alias berdzikir dengan menggeleng-gelengkan kepala. Aku mengikuti gerakan beberapa orang yang menggeleng-gelengkan kepalanya sembari berdzikir, terlihat khusyu dan serius. Aku malah tersenyum sendiri karena kuanggap itu hal lucu.

Sudah lama, sangat lama bagaikan tiada yang lebih lama lagi selain aku dalam menghadapi kenangan masa kecilku dulu ikut bapak ke masjid untuk Shalat Jumat berjamaah, bapakku dulu pun berdzikir seperti orang-orang itu. Satu hal yang kini membuatku iri pada orang-orang tadi adalah, bahwa mereka memiliki ikatan batin yang kuat dan kepercayaan kuat mengenai Gusti Allah, Tuhan Semesta Alam, yang selama ini aku mengabaikan begitu saja.

Lalu aku tertunduk dalam duduk silaku.

Adzan kedua mulai dikumandangkan setelah khatib naik ke mimbar. Kali ini si muadzin lebih mengindahkan lantunan adzannya daripada yang tadi, atau cuma perasaanku saja? Syahdu suasana membuatku tercengang. Bagaimana bisa se-khidmat ini di dalam masjid, sepi, suara anak-anak pun jarang kedengaran? Aku celingukan ke samping kanan dan kiri, melihat sekeliling orang yang duduk bersila. Aku kebetulan duduk di baris/saf ke-5 dan menghadap khatib persis di depannya.

Aku tengok ke belakang, ternyata sudah terisi penuh, masih saja ada beberapa orang berdiri menunggu adzan selesai dikumandangkan di luar sana. Aku kembali memandangi si muadzin yang mengumandangkan adzan begitu mendayu-dayunya, indah terdengar, hatiku tentram. Aku menundukkan kepalaku. Lalu aku merasa jauh dari Gusti Allah, sangat jauh, bagaikan tiada yang lebih jauh lagi antara aku dengan Tuhanku itu. Betapa selama ini ternyata aku meninggalkan perintahNya untuk mengerjakan shalat. Lalu aku teringat kata-kata Kyai di surau dekat rumah Pak RT waktu aku keci: "Amalan yang pertama kali di-hisab (dihitung) esok ketika yaumulakhir (hari akhir/kiamat) adalah shalat".

"Innal khamdalillah, nakhmatuhu wa nasta'inuhu, wa nastaghfiruhu, wa na'udzubillahiminsyururi anfusina, wa min sayyiaati a'malina, man yahdihillahu falamudzilalah.... ", dan seterusnya. Aku tidak hafal bacaan itu melainkan hanya depannya saja.

Dulu aku pernah jumatan waktu kecil dengan bapak, jadi ya sedikit ingat dengan kalimat itu. Khatib terus berbicara, aku mendengarkan, semua mendengarkan. Aku menghayati betul perkataannya dan memperhatikannya. Jamaah lain banyak yang menunduk dalam mendengarkan, mungkin karena menjaga ketenangan, tapi ada juga yang malah ketiduran, padahal kalau ketiduran wudhunya batal. Aku mendengarkan sambil menatap wajah sang khatib, melihatnya dengan seksama dan memperhatikan tiap-tiap ucapannya.

Sudah lama sekali, sangat lama aku tidak seperti ini. Sesuatu telah terjadi padaku dan itu adalah ketertarikan pada hal yang dibicarakan khatib ini. Petuah-petuah yang tidak asing terdengar di telingaku, tapi selama ini aku mengabaikannya. Sampai aku mendengarkan bahwa sekarang ini bulan Sya'ban, dan sebentar lagi ramadhan! Aku kaget. Lalu khatib itu berkata, kurang lebih begini:

"Jamaah Jumat yang dikasihi Allah, ada sebuah kisah. Suatu ketika, diceritakan pada suatu hari Jum’at, sebelum memulai khotbah Jumat, Nabi Muhammad SAW terdengar mengucapkan tiga kali amin. Selesai shalat Jum’at, sahabat Usman bin Affan menanyakan tentang ucapan tiga kali amin tersebut.

'Wahai Rasulullah, mengapa Nabi mengucapkan amin pada awal kutbah Jum’at tadi?', tanya sahabat Usman kepada Nabi. Dengan senyum tersungging di bibir beliau, Nabi Muhammad kemudian menjelaskan.

'Wahai sahabatku, tadi Malaikat Jibril telah berdo’a kepada Allah SWT sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun