Mohon tunggu...
Setyoko Andra Veda
Setyoko Andra Veda Mohon Tunggu... Supir - aparatur sipil

mencoba memberikan opini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reuni Sama Tuhan

13 Juni 2013   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:06 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

oleh Setyoko Andra Veda

22 Juli 2011

Keluar dari masjid, aku mencari-cari sandalku yang entah kemana itu, seperti tertelan oleh riuh sandal-sandal yang lain serta kaki-kaki para jamaat Jumat yang baru saja pulang dari masjid. Mana sandalku ini? Warnanya putih memang, tiada mencolok dari sandal-sandal japit yang kebanyakan orang dipakai untuk ke kamar mandi itu. Untuk apa pula aku memakai sandal yang mencolok sedangkan kakiku sendiri sering menginjak genangan air di jalan, bahkan terkadang lumpur yang dikarenakan hujan yang akhir-akhir ini turun tiba-tiba di tengah musim panas. Betapa musim sekarang sudah sulit untuk diprediksi kembali seperti dahulu. Aku terus mencari dan mencari diantara sela-sela kaki orang lain dan tumpukan sandal yang berserakan.

Nah itu! sepasang sandal yang tiada mencolok tapi sudah kutandai bahwa itu adalah sandalku! Ketemu juga sandal.

Aku berjalan menuju daganganku yang kuletakkan di bawah pohon ketapang, pohon yang bentuknya seperti payung itu, karena rantingnya tumbuh menjalar kesamping ketika sudah besar, bukan makin keatas seperti kebanyakan pohon, cocok untuk ditanam di lahan parkir kendaraan. Daganganku berupa siomay, biasa, siomay murah yang biasa kujual ke anak-anak SD di sekitar sini. Meskipun murah, tapi aku jamin aku tidak menaruh sesuatu yang berbahaya dalam pembuatan siomay itu, aku jamin itu.

Hari ini adalah Jumat, hari rayanya umat Islam setiap minggunya karena akan ada ibadah Shalat Jumat berjamaah. Entah terlintas apa tadi sebelum datang ke masjid ini, bahkan biasanya aku tidak pernah shalat. Di rumah pun aku jarang shalat, paling hanya jika di suruh istriku untuk shalat dan itu pun aku malas-malasan. Apalagi pergi ke masjid, hampir tidak pernah aku pergi ke masjid kecuali di hari-hari besar selama ini. Terakhir kali aku ke masjid itu waktu Iedul Fitri tahun lalu, bersama anak-anakku dan istriku, itu sudah tradisi dan aku hanya menganggapnya sebuah tradisi. Sedangkan Shalat Jumat ini aku baru kali ini entah kenapa memiliki keinginan tadi untuk shalat jumat tiba-tiba di masjid ini, di masjid yang tiap harinya aku lintasi tetapi aku tidak pernah menginjakkan kakiku kemari melainkan baru hari ini.

Ketika berjalan memanggul daganganku tadi, tiba-tiba saja aku mendengar adzan yang di sini biasa dikumandangkan dua kali sebelum Shalat Jumat. Adzan yang pertama saja langsung membuat hatiku terasa berbeda, "Allahuakbar Allaahuakbar!". Baru kali itu aku menghayati adzan sedemikian. Selain pelantunnya bagus dan merdu, adzan itu seperti sebuah nyanyian yang indah walaupun itu sama sekali bukanlah sebuah nyanyian.

Lalu aku meletakkan daganganku di bawah pohon ketapang di tempat parkiran kendaraan. Ada perasaan takut untuk meninggalkan daganganku sendirian, tapi aku lihat banyak juga pedagang bakso yang meninggalkan dagangannya di sini, (bahkan pedagang bakso keliling pun Shalat Jumat!) sehingga aku percayakan saja barang daganganku itu di bawah pohon ketapang ini.

Aku melangkah menuju masjid, melepas sandalku diantara sandal-sandal yang lain, sudah jadi kebiasaan di sini kalau menaruh sandal cuma di pelataran, mungkin itulah yang menyebabkan banyak orang kehilangan sandal setelah pulang dari masjid, entah itu tertukar atau sengaja ditukar oleh orang lain. Bukan berarti kan kalau orang baru pulang dari masjid lalu hatinya bersih? Bisa saja hatinya bersih cuma di dalam masjid, tapi setelah keluar: beringaslah ia lagi, muncul lah niat buruknya untuk menukar sandal dengan sandal lain yang bagus. Ah, tapi aku tidak peduli dengan itu, toh sandalku itu sudah jelek, tapi aku tiada niatan untuk menukar sandal.

Aku masuk ke dalam masjid seperti orang-orang, bajuku tidak se-alim kelihatannya dengan orang lain. Bajuku biasa. Dulu waktu kecil, aku juga pernah ngaji di surau dekat rumah Pak RT di desaku, bahwa hendaknya orang yang hendak Jumatan itu mandi sebelum Jumatan, merapikan jenggot, memotong kuku, dan bersih-bersih badan lainnya. Lha aku? Sekarang aku cuma pakai pakaian yang sudah kubuat berdagang sejak tadi pagi, pastinya ada keringatnya. Daguku berjenggot tak rapi, sudah hampir 2 minggu aku tidak mencukurnya. Namun aku tetap memantapkan diriku untuk ikut Shalat Jumat kali ini, entah kenapa itu.

Panggilan adzan tadi sedikit menarik hatiku untuk melangkah ke masjid. Mungkin juga karena aku penat dengan berjalan jauh dari rumah untuk berdagang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun