Mohon tunggu...
MELYNDA SUHERMAN
MELYNDA SUHERMAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Byron once said, “Of all bitches, dead or alive, a scribbling woman is the most canine.''

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penghilangan Wajah Permaisuri Terakhir Korea

19 Juni 2024   23:43 Diperbarui: 22 Juni 2024   03:40 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembunuhan Ratu Min, atau dikenal juga sebagai Permaisuri Myeongseong, meninggalkan trauma kolektif di benak masyarakat Korea. Ratu Min, lahir dengan nama Min Ja-yeong, adalah ratu terakhir dan permaisuri pertama Joseon. Min Ja-yeong dipilih untuk menikahi Raja Gojong karena ia adalah seorang yatim tanpa dukungan politik dari keluarga bangsawan Yeoheung Min. Min merupakan wanita cerdas yang memiliki minat tinggi terhadap pendidikan dan politik, tidak seperti harapan Heungseon Daewongun atau mertuanya yang merngharapkan menantu patuh dan pendiam.

Ratu Min bercita-cita membuka Joseon ke dunia luar untuk menyelamatkannya dari kemunduran. Kemudian, Jepang masuk ke Joseon dan hal tersebut dilakukan secara paksa melalui Perjanjian Ganghwa pada 1876. Setelah Jepang, negara-negara lain juga ikut masuk ke Joseon, seperti Amerika, Perancis, serta Rusia yang sangat didukung oleh Ratu Min karena dianggap dapat menyaingi kekuatan Jepang. Dalam budaya Korea maupun Jepang kala itu, wanita dituntut tunduk terhadap lelaki sehingga keberanian Ratu Min seringkali dianggap melewati batas kewajaran norma yang berlaku. Meskipun begitu, Ratu Min tidak pernah sedikitpun mengurangi perannya di panggung politik. 

Puncaknya adalah 8 Oktober 1895 atau terjadinya Insiden Eulmi yaitu pembunuhan Ratu Min yang terjadi di kompleks kediaman sang ratu sendiri. Dalam peristiwa keji tersebut, Jepang berusaha menghilangkan jejak dengan membakar tubuh sang ratu. Namun, Ratu Min seolah hilang sejak hari itu tanpa foto maupun identitas yang jelas untuk dikenang oleh masyarakat Korea. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan karena bahkan seorang selir saja memiliki sebuah foto. 

Muncul desakan dari masyarakat Korea modern akan kejelasan mengenai identitas Ratu Min yang dikemas dalam seni drama serta teater. Ratu Min menjadi seorang tokoh yang terjebak dalam bayang-bayang antara sejarah dan budaya modern. Selain itu, budaya patriarki Korea juga turut andil dalam memburamkan identitas Ratu Min. Karena ia adalah wanita, manuver Ratu Min dalam memperjuangkan Joseon bukanlah sesuatu yang banyak dibahas, sedangkan kaum wanita Korea memerlukan kejelasan mengenai identitas feminin yang berjuang di tengah pergolakan politik dan budaya patriarki kala itu. Belum ada pula usaha mumpuni untuk mencari titik terang akan rupa sesungguhnya dari Ratu Min. Jepang bukan hanya menghilangkan jasad sang ratu, tetapi juga wajah dan segala identitasnya.

Okhoru, tempat pembunuhan Ratu Min terjadi. (yourfuturediplomat.medium.com)
Okhoru, tempat pembunuhan Ratu Min terjadi. (yourfuturediplomat.medium.com)

Keberadaan foto Ratu Min disinggung dalam dua peristiwa, yaitu pembunuhannya dan pembuatan lukisan untuk sembahyang kematiannya. Pada 8 Oktober 1895, Jepang memutuskan untuk membunuh sang ratu. Kedekatan Ratu Min dengan bangsa Barat membuat Jepang melihatnya sebagai hambatan yang harus segera disingkirkan. Miura Goro, diplomat Jepang kala itu, memerintahkan 50-60 hullyeondae, tentara berisi orang Jepang dan orang Korea pro Jepang, untuk masuk ke dalam istana dan membunuh pelayan serta sang ratu. Ratu yang hebat dari Joseon itu menemui akhir hidupnya di tangan prajurit Jepang dengan jasad yang dimutilasi dan dibakar di hutan belakang kediamannya sendiri. Untuk menemukan Min, mereka membawa sebuah foto yang membantu mereka mengenali wajahnya karena tidak ada pria asing yang pernah melihat wajah seorang ratu tanpa pembatas. Foto yang dimaksud tidak pernah ditemukan dengan kemungkinan ikut dibakar beserta jasadnya. 

Peristiwa lain yang menyebutkan keberadaan foto sang ratu adalah ketika Raja Gojong memerintahkan pembuatan lukisan istrinya untuk sembahyang kematian yang bersumber dari sebuah foto. Lukisan itu juga tidak dapat ditemukan baik di istana, makam, maupun kuil sembahyang keluarga kerajaan. Penghancuran Istana Gyeongbok yang dilakukan oleh Jepang pada awal abad ke-20 dapat menjadi penyebab menghilangnya lukisan sang ratu. Kedua peristiwa pemegang kunci keberadaan foto Ratu Min melibatkan Jepang yang dapat ditunjuk menjadi pelaku pelenyapan identitas sang ratu tersebut. Namun, Jepang tidak mau dimintai pertanggungjawaban atas hilangnya identitas Ratu Min karena mereka lepas tangan atas kedua peristiwa ini. 

Terdapat opini dari sejarawan Korea bahwa Ratu Min memang tidak pernah difoto karena pria asing tidak boleh melihatnya dan juga untuk melindunginya dari bahaya. Klaim ini tentu saja berlawanan dengan catatan sejarah dua peristiwa sebelumnya yang menyebutkan bahwa pernah ada sebuah foto dari sang ratu. Sejak abad ke-21, muncul beberapa foto yang mengatasnamakan Myeongseong atau Min, tetapi tidak satupun yang benar-benar autentik. Hampir semuanya merupakan foto pelayan tingkat tinggi dengan hiasan kepala yang mirip dengan hiasan kepala seorang ratu. Namun, dalam memperingati 72 tahun kemerdekaan Korea, Museum Seni Kuno Daboseong memamerkan sebuah foto dengan judul "Min-ssi" atau Nyonya Min dengan klaim bahwa foto tersebut adalah Ratu Min yang didapat dari seorang kolektor anonim. Anehnya, baik sejarawan maupun kurator yang berkaitan dengan museum tersebut menolak menjelaskan bagaimana proses penelitian yang telah dilalui sehingga mereka bisa mencapai keputusan bahwa itu adalah foto dari Ratu Min.

Min-ssi. (koreajoongangdaily.joins.com)
Min-ssi. (koreajoongangdaily.joins.com)

Selain itu, perjuangan Ratu Min juga bukanlah sesuatu yang familiar di telinga rakyat sampai abad ke-21. Rakyat percaya bahwa pembunuhan Ratu Min merupakan hasil dari konfliknya dengan Daewongun dan sang ratu sendiri adalah wanita manipulatif yang menghancurkan Korea dengan berinteraksi dengan bangsa Barat. Hal ini cukup menyedihkan dibandingkan dengan tokoh-tokoh Korea berjenis kelamin laki-laki pada masa kolonial saat itu yang banyak dikenal dan diketahui masyarakat. Contohnya adalah Euibyeong atau Pasukan Kebenaran yang sama-sama bercita-cita melawan Jepang, foto mereka dapat ditemukan meski mereka bergerilya di pegunungan dan hampir semua anggotanya mati terbunuh. Minimnya usaha sejarawan dan pemerintah Korea dalam menyelidiki hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah memang sangat sedikit bahan penelitian untuk kasus Ratu Min atau hanya karena ia adalah tokoh perempuan? Apakah ada sebuah ketakutan akan terjadinya perlawanan terhadap budaya patriarki yang sudah mengakar di Korea jika identitas seorang tokoh pahlawan wanita menjadi jelas muncul ke permukaan?

Di Korea sendiri, identitas Ratu Min, atau di sana disebut dengan Myeongseong Hwanghu, mulai menjadi nyata melalui rasa penasaran rakyat terhadapnya yang disalurkan melalui karya seni. Munculnya sebuah drama Korea dengan judul "The Lost Empire" pada tahun 2001 dengan fokus mengenai wajah dan rupa dari sang ratu pada episode pertama yang menarik kembali perhatian masyarakat kepada kisahnya yang tragis. Drama ini mendapat respon dan dukungan baik dari rakyat dan pemerintah Korea sehingga memunculkan kembali secercah warna dalam buramnya identitas Min Ja-yeong.  Melalui seni, nama dan perjuangan Ratu Min yang sebenarnya kembali dikenal serta menghapuskan kebohongan dan propaganda Jepang yang pernah hadir di tengah masyarakat Korea. Sedikitnya, baik Jepang maupun Korea sudah mulai berusaha untuk menemukan titik terang bagi Ratu Min yang identitasnya tenggelam antara sejarah dan budaya modern.

Min Ja-yeong, puteri Min Chi-rok dari keluarga Yeoheung Min, yang lebih dikenal sebagai Ratu Min atau Permaisuri Myeongseong merupakan korban dari kekejian dan kemelut perang yang perjuangannya tertutup oleh propaganda  sehingga ia menjadi orang asing di negerinya sendiri. Tidak adanya sosok yang jelas dari sang ratu membuatnya terkesan asing untuk menjadi seseorang yang bermakna bagi kalangan muda Korea, khususnya kaum wanita. Kesan patriarki muncul terhadap pemerintah Korea yang kurang berkontribusi dalam penelitian terkait sang ratu menjadi tidak terhindarkan. Minimnya usaha untuk memberikan kejelasan bagi identitasnya baik dari pihak Jepang maupun Korea telah membuat Ratu Min terjebak dalam batas antara ada dan tiada. Sosok penting seperti Ratu Min perlu diberikan kejelasan untuk menjawab dua hal; pertama, jasanya yang telah memajukan Korea melalui diplomasi dengan negara asing dan kedua, rasa penasaran rakyat mengenai siapa sosok wanita pemberani yang rela dibakar demi negaranya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun