Konflik Nagorno-Karabakh telah lama menjadi ujian besar bagi Azerbaijan dalam membangun citra internasional yang positif. Setelah berakhirnya era Uni Soviet, negara ini menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah propaganda negatif dari diaspora Armenia yang cukup berpengaruh di kancah global.Â
Narasi-narasi tersebut sering kali menciptakan stigma buruk terhadap Azerbaijan, yang menghambat upaya mereka untuk mendapatkan dukungan internasional. Dalam menghadapi tantangan ini, Azerbaijan memilih diplomasi budaya sebagai alat strategis untuk memperbaiki citra negara.
Diplomasi budaya, yang merupakan bagian dari soft power, memanfaatkan seni, tradisi, dan nilai multikulturalisme untuk membangun hubungan dan dialog antarbangsa. Heydar Aliyev Foundation, sebuah yayasan yang didirikan pada 2004 dan dipimpin oleh Ibu Negara Mehriban Aliyeva, menjadi aktor utama dalam strategi ini.Â
Yayasan ini telah memperkenalkan budaya Azerbaijan kepada dunia melalui berbagai cara, termasuk festival musik, pameran seni, dan restorasi situs bersejarah. Semua upaya ini dirancang untuk menonjolkan sisi damai dan kaya budaya Azerbaijan di tengah konflik Nagorno-Karabakh.
Festival Musik Internasional Gabala menjadi salah satu contoh konkret dari inisiatif tersebut. Festival ini tidak hanya menampilkan musik tradisional Azerbaijan seperti Mugham, yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia, tetapi juga genre musik internasional lainnya. Kegiatan seperti ini memperkuat citra Azerbaijan sebagai pusat budaya dan musik di kawasan.Â
Selain itu, melalui Festival Seni Maiden Tower, yang mengundang seniman dari berbagai negara, Azerbaijan menciptakan ruang kolaborasi budaya yang menekankan pesan harmoni dan dialog antarbudaya.
Upaya lain yang menonjol adalah restorasi situs-situs bersejarah di luar negeri, seperti Katedral Notre Dame di Strasbourg dan Museum Louvre di Prancis. Heydar Aliyev Foundation tidak hanya memberikan donasi signifikan untuk proyek-proyek ini tetapi juga memanfaatkannya sebagai platform untuk menunjukkan dedikasi Azerbaijan terhadap pelestarian budaya lintas agama dan bangsa.Â
Restorasi ini membantu mengubah persepsi publik di negara-negara Eropa tentang Azerbaijan, terutama terkait citranya sebagai negara Muslim yang menghargai keberagaman.
Kolaborasi dengan lembaga internasional seperti UNESCO dan ISESCO juga menjadi elemen penting dalam diplomasi budaya Azerbaijan. Hingga 2018, UNESCO telah mengakui lebih dari 13 elemen budaya Azerbaijan, termasuk seni Ashiq dan tradisi anyaman karpet. Pengakuan ini tidak hanya memperkuat posisi budaya Azerbaijan di panggung dunia tetapi juga membantu menciptakan narasi baru yang lebih positif tentang negara tersebut.
Diplomasi budaya juga menjadi alat yang ampuh untuk mengimbangi narasi konflik Nagorno-Karabakh. Melalui publikasi seperti "The True Facts about Garabagh"Â dan kegiatan budaya lainnya, Azerbaijan berusaha memperkenalkan sudut pandangnya tentang konflik tersebut.Â
Pendekatan ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya kawasan Nagorno-Karabakh dalam sejarah dan identitas nasional Azerbaijan. Selain itu, upaya ini juga menggarisbawahi komitmen negara untuk mempromosikan toleransi budaya dan keragaman meskipun berada di tengah situasi konflik.