RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA
Radikalisme yang keras pasti dialami secara teratur di berbagai wilayah di planet ini, terutama di Indonesia yang sangat multikultural dan memiliki agama yang berbeda, sehingga potensi kebangkitan perkembangan revolusioner sangat besar. Ada berbagai landasan bagi perkembangan perkembangan perkumpulan ekstremis, salah satunya adalah progresi pelajaran ketat. Perkembangan ekstremis tidak hanya disebabkan oleh kegugupan gereja untuk membebaskan pemahaman dari pelajaran ketat, tetapi dampak politik, keuangan dan sosial pada perkembangan radikal juga memiliki dampak yang sangat kuat.
Dr Zuly Qodir, seorang ilmuwan sosial di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat mengklarifikasi radikalisme ketat melalui sudut pandang yang berbeda. Meskipun demikian, melalui bukunya yang berjudul "Radikalisme Keras di Indonesia", penulis membimbing pembacanya agar memiliki pilihan untuk mengkaji radikalisme ketat secara mendasar melalui sudut pandang sosiologis. Beragam reaksi terhadap radikalisme ketat dengan berbagai sudut pandang mendorong pencipta untuk mengklarifikasi dengan sudut pandang yang lengkap dan soliter.
Di segmen awal, sehingga pembaca memiliki kesepakatan yang soliter dan luas, kami benar-benar ingin melihat bersama menurut sudut pandang sosiologis, penyelidikan radikalisme ketat diidentikkan dengan kemajuan filsafat kontemporer. Kajian sosiologis benar-benar melihat kekhasan radikalisme menurut sudut pandang alternatif dengan sudut pandang filosofis, rekaman, dan ekonomi politik. Kajian sosiologis memberikan gambaran kekhasan radikalisme dari bagian yayasan sosial, penghibur, sekutu dan modal di balik semua perkembangan radikalisme. Sejujurnya, penyelidikan ilmu sosial juga dapat memasuki penyelidikan asosiasi revolusioner yang merupakan premis filosofis.
Ditegaskannya, ada tiga sudut pandang sosiologis yang mengemuka dalam pembangunan sosial yang ketat, yaitu: pertama, sudut pandang yang didorong oleh arah politik; kedua, arahan tegas yang tegas dan ketiga, arahan kebangkitan sosial masyarakat Indonesia. Mengenai metodologi, gereja dan perkembangan yang ketat, seperti yang ditunjukkan oleh Hikam AS menggunakan dua metodologi, lebih spesifik, pendekatan "negara" dan pendekatan "daerah lokal".
Arah politik kaum ekstremis tidak hanya diartikan sebagai jalur politik memegang kekuasaan negara, namun juga dapat diartikan sebagai isu legislatif untuk memperkuat pemahaman yang ketat sebagai reaksi terhadap keanehan dunia yang jauh dari "dunia terbaik". ". Arah ini muncul sebagai gangguan publisitas terhadap daerah melalui media dakwah baik secara sosial maupun terkoordinasi melalui asosiasi yang bergantung pada filosofi revolusioner. Bahkan perkembangan ekstrim ini muncul sebagai kebrutalan atas dasar jihad fi sabilillah (jihad di jalan Allah).Â
Pendekatan negara diselesaikan oleh kaum revolusioner, khususnya dengan memasuki kelompok-kelompok ideologis yang memungkinkan mereka dengan mudah dimanfaatkan sebagai media publisitas yang bertujuan untuk isu-isu kekuasaan legislatif. Meski demikian, masuknya kaum ekstremis ke dalam jagat isu legislatif di Indonesia pada umumnya akan sedikit memikirkan tentang kepentingan kelompok ideologis yang luar biasa solid atas kekuasaan saja.
Karena itu, ada beberapa metodologi untuk melawan maraknya radikalisme yang melanda seluruh masyarakat inklusif. Diantaranya melalui jalur militer, khususnya militer kontra psikologis perang seperti yang dilakukan oleh Afghanistan, bahkan Irak dan beberapa negara di Afrika seperti Aljazair, Sudan, Maroko dan Pakistan. Jadilah itu mungkin.Â
Tentunya ada diskusi mengapa setiap negara yang menjadi fokus mayoritas penduduknya beragama Islam? Hal inilah yang sering menjadi kendala dalam melakukan latihan kontra-psikologis penindasan oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jerman, dengan analisis latihan militer terhadap latihan intimidasi ilegal yang secara teratur terkait dengan latihan ekstremis. Cara taktis dalam beberapa kegiatannya telah menunjukkan untuk "menjadi pendek" untuk menjawab persyaratan konservatif, khususnya revolusioner, karena apa yang muncul kemudian adalah jenis generasi perang psikologis di kemudian hari.
Radikalisasi agama (Islam) oleh anak muda tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah pilihan. Perguruan tinggi juga merupakan pakar penyebaran sistem kepercayaan ekstremis. Kekhasan ini tercipta setelah pembaharuan pada tahun 1998 yang membawa jatuhnya sistem Orde Baru. Radikalisasi ini terjadi di perguruan tinggi (PT) di beberapa kabupaten di Indonesia.Â
Efek samping dari pendakian kaum muda ekstremis di sekitarnya dipisahkan oleh perubahan progresif dalam gaya hidup siswa. Misalnya, sebagian besar siswa perempuan yang terlibat dengan latihan ketat di sekitar mengenakan jilbab dan menggunakannya sebagai pakaian Muslim. Penggunaan kredit syariah (Arab) yang cenderung bernuansa Islami sangat terlihat oleh para mahasiswa ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI