BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Cambridge Dictionary, definisi spionase adalah pengumpulan dan pelaporan informasi rahasia khususnya terkait politik, militer, bisnis, dan industri rahasia. Spionase biasanya dilakukan secara terselubung dalam suatu negara atau organisasi, sehingga dilakukan oleh mata-mata, terlebih di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat. Era globalisasi dan kemajuan teknologi telah memengaruhi positif atau negatif. Salah satu efek positif yang didapatkan adalah penghematan uang. Hal ini disebabkan oleh teknologi komunikasi yang canggih sehingga mampu orang-orang yang berjauhan dalam waktu singkat. Di sisi lain, globalisasi pun memiliki dampak negatif bagi kemajuan teknologi komunikasi, yaitu penyalahgunaan teknologi, terutama teknologi komunikasi, akibatnya akan memunculkan berbagai bentuk kejahatan baru. Kejahatan yang umumnya terkait teknologi atau kejahatan dunia maya adalah kejahatan properti dan/atau kekayaan intelektual. Saat ini, istilah kejahatan dunia maya adalah kejahatan yang berkaitan dengan dunia maya dan kejahatan komputer.Â
 Dalam konteks globalisasi dengan jaringan komunikasi tanpa batas, hubungan antar negara menjadi lebih sederhana dari sebelumnya, dan negara dapat memiliki masalah dengan negara lain yang menjadi mitra. Salah satu masalah yang sering dihadapi antar negara saat ini adalah masalah penyadapan, khususnya penyadapan intelijen Australia terhadap mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono,  dan beberapa menteri lainnya. Alasan penyadapan ini tidak diketahui secara pasti karena tindakan mematai-matai merupakan kewajiban dari seorang intel dalam keadaan damai sehingga tidak menimbulkan persoalan. Operasi spionase ini dilakukan dengan menyadap ponsel mantan Presiden Republik Indonesia, kala itu kegiatan spionase mayoritas diutamakan di Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Hukum positif Indonesia tidak secara khusus mengatur spionase dalam undang-undang tersendiri, melainkan dalam Undang-Undang Informasi Teknis bahkan Indonesia juga merupakan negara yang anti mata-mata. Â
BAB II
ANALISIS
2.1. Analisis
Ciri dari kejahatan cybercrime adalah belum ada hukum nasional yang mampu secara utuh mengatasi kejahatan ini. Cybercrime, yang sama dengan kejahatan properti, hanya mengatur kejahatan yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain atau terhadap badan hukum tertentu dalam komunitas internasional. Tidak ada peraturan khusus mengenai kejahatan dunia maya yang dapat dilakukan negara terhadap negara lain. Berbeda dengan banyak masalah yang muncul saat ini.
Akibat dari pesatnya kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi, beberapa negara mengklaim telah menjadi sasaran spionase negara lain. Tindakan penyadapan oleh badan intelijen atau petugas penegak hukum suatu negara, penyadapan tidak hanya dilakukan melalui jaringan telekomunikasi atau elektronik. Penyadapan dilakukan dengan menggunakan baik perangkat lunak maupun perangkat keras atau peralatan khusus untuk menguping melalui atau tanpa jaringan telekomunikasi. Sedangkan untuk metode konvensional yang mendengarkan secara langsung tanpa  menggunakan alat bantuan apapun untuk menguping percakapan. Kegiatan spionase yang melibatkan penyadapan teknologi informasi atau sistem telekomunikasi dapat dimasukkan ke dalam kategori kejahatan dunia maya berdasarkan karakteristik, jenis, dan bentuk khusus dari kejahatan dunia maya.  Dilihat dari ciri, ciri, jenis dan bentuk kejahatan dunia maya, kegiatan spionase yang menyadap sarana teknologi informasi dan komunikasi dapat digolongkan sebagai kejahatan dunia maya. Secara singkat dapat dikategorikan langsung dalam sifat spionase dunia maya, tetapi pemahaman yang lebih dalam dapat berimplikasi pada bentuk dan jenis kejahatan dunia maya lainnya. Tidak hanya berbeda dengan kejahatan konvensional, tetapi pelakunya mewakili negara yang memiliki ketertiban dan pekerjaan yang layak. Berikut ini adalah ciri-ciri cybercrime yang tergolong spionase. (1) akses yang tidak sah; (2) tanpa kekerasan ; (3) kontak fisik minimal; (4) penggunaan peralatan, teknologi, dan jaringan telematika di seluruh dunia (telekomunikasi, media, komputasi), (5) praktik ini menghasilkan kerugian berwujud dan tidak berwujud (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) dan cenderung lebih besar daripada kejahatan tradisional; ada. Â
Namun, Indonesia belum memiliki aturan khusus untuk menindak kasus spionase ini. Sebagai aturan umum, penyadapan hanya diizinkan kepada pejabat negara yang berwenang untuk meningkatkan pengawasan di tingkat tinggi serta pejabat keamanan nasional untuk memungkinkan mereka dalam mempertahankan dan memperkuat kemampuan mereka untuk memerangi terorisme. Jenis penyadapan ini tergolong sebagai penyadapan yang sah dan memiliki kekuasaan yang tidak dibatasi yang memiliki makna bahwa kegiatan ini dapat terus dilangsungkan asal tidak dalam kondisi perang dan tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan tingkat keamanan dari suatu negara, sebagaimana yang menjadi tugas dan kewajiban dari badan intelijen suatu negara.Â
Kasus penyadapan Australia terhadap ponsel mantan Presiden Republik Indonesia juga telah merebak luas hingga diliput oleh berbagai media dari segala penjuru negara. Liputan media tersebut mayoritas mengenai penyadapan pejabat senior Indonesia memuncak dalam berbagai laporan tentang tetangga tenggara, menurut sumber dari kabar harian Australia, Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan Sydney Morning Herald. Di Indonesia, Anggota DPR, Meutya Hafid, meminta pemerintah menampik Dubes Australia, Greg Moriarty, dari Indonesia. Deportasi tersebut dibenarkan karena Australia telah melanggar Pasal 9 Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Pasal tersebut menyebutkan bahwa pengusiran duta besar dapat dilakukan jika perwakilan diplomatik tersebut melanggar tiga hal. Pertama, duta besar terlibat dalam kegiatan yang merusak dan merugikan. Kedua, kegiatan yang dilakukan oleh perwakilan diplomatik melanggar hukum atau peraturan negara tuan rumah. Ketiga kegiatan tersebut tergolong spionase atau spionase yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan negara penerima. Australia menyadap Indonesia untuk tujuan mata-mata, sehingga pemerintah harus bereaksi dan memperhatikan. Awalnya, operasi penyadapan ini berlangsung di Indonesia. Setelah itu, hukum Indonesia akan ditegakkan sesuai dengan peraturannya dan dikategorikan sebagai penyadapan yang tidak sah atau intersepsi ilegal di Indonesia yang bertentangan dengan hukum. Selain masalah diplomatik, tindakan yang dilakukan Australia sebenarnya melanggar hukum nasional Indonesia. Perjanjian internasional juga menyatakan bahwa penyadapan ilegal juga merupakan bagian dari kejahatan dunia maya. Adapun penyadapan, hukum Indonesia secara tegas melarang kegiatan ini kecuali dilakukan oleh otoritas terkait. Sesuai dengan sifat penyadapan dan kejahatan dunia maya di Indonesia, tindakan Australia tentu dapat melanggar hukum Indonesia. Jika penyadapan dilakukan oleh agen mata-mata tertentu, agen tersebut dapat tunduk pada hukum nasional. Jika perwakilan diplomatik Australia di Indonesia mengambil tindakan langsung, perwakilan diplomatik tersebut dapat dikeluarkan. Undang-undang yang mencantumkan sekilas mengenai penyadapan in adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Poin dari kedua Undang-undang tersebut adalah bahwa penyadapan merupakan kegiatan yang sangat dilarang.Â
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Apabila ditinjau dari sisi cybercrime terhadap spionase dan penyadapan, maka spionase melalui penyadapan dapat dikategorikan sebagai cyber-espionage. Karakteristik yang pertama adalah akses tidak sah, kegiatan spionase merupakan kegiatan yang non-violence (tanpa kekerasan), sedikit melibatkan kontak fisik, menggunakan peralatan, teknologi, dan memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi, media dan informatika) global. Perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kerugian material maupun immaterial (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan kejahatan konvensional. Selain itu berdasarkan bentuk dari cybercrime maka penyadapan dapat masuk di beberapa bentuk seperti Unauthorized Access to Computer System and Service, Cyber Espionage, Infringements of Privacy, dan Cyber-stalking.Â
Berdasarkan hukum nasional Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tindakan yang dilakukan Australia melanggar hukum nasional Indonesia. Namun, dalam permasalahan ini tidak dapat begitu saja menerapkan hukum nasional meskipun tindakan yang dilakukan Australia.
3.2. Saran
Diplomasi dapat menyelesaikan masalah antara negara-negara tersebut melalui Mahkamah Internasional. Solusi anti spionase antar negara, atau solusi anti spionase dengan harapan tidak terjadi lagi spionase yang melibatkan spionase. Pemerintah Australia harus lebih aktif melawan spionase. Dengan begitu, bukan hanya pemerintah Indonesia yang bisa protes, tapi bisa dibuat pengaturan khusus antara Australia dan Indonesia terkait spionase. Pemerintah Indonesia harus mengambil sikap yang jelas, seperti secara langsung mendeklarasikan persona non grata duta besar Australia, untuk mencegah terulangnya insiden penyadapan. Â
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul. 2020. Pengertian Spionase, Ciri, Penyebab, Dampak, dan Contohnya. diakses pada tanggal 18 oktober 2022 pada pukul 17.00, dari https://dosenppkn.com/pengertian-spionase/ Â Â Â
Setiawan, Dhoni. 2013. Sadap Indonesia, Australia Langgar Konvensi Wina: Australia melancarkan aksi spionase kepada Indonesia, diakses pada tanggal 18 oktober 2022 pada pukul 17.15, dari https://www.viva.co.id/arsip/460248-sadap-indonesia-australia-langgar-konvensi-winaÂ
R. Aj. Rizka F. Prabaningtyas, Indonesia & Australia: Menguji Persahabatan di Tengah Konflik Penyadapan, Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada. diakses pada tanggal 18 oktober pada pukul 17.40, dari  https://www.iis.fisipol.ugm.ac.idÂ
Teguh Arifiyadi, Langkah Hukum Jika Disadap Negara Tetangga. diakses pada tanggal 18 oktober pada pukul 17.30, dari  http://www.hukumonline.comÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H