Kenaikan BBM bukan berarti semata-mata Pak Jokowi tidak peduli dengan rakyat kecil. Saat ini, harga BBM bersubsidi di Indonesia itu sudah terlalu murah dan tidak tepat sasaran. Dalam arti kata lain, BBM bersubsidi (Premium) tersebut dikonsumsi oleh golongan yang sebenarnya mampu untuk membeli BBM Non-Subsidi alias Pertamax. Hal ini menunjukan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran karena subsidi harusnya diberikan kepada yang tidak mampu / rakyat kecil saja.
Saya bingung mengenai klaim orang-orang bahwa Pak Jokowi tidak memihak ke rakyat kecil dengan keinginannya menaikan harga BBM. Justru dengan kondisi yang seperti sekarang ini, dimana orang kaya dapat membeli Premium dengan harga yang sangat murah, itu menjadi tidak adil bagi rakyat yang kurang mampu. Subsidi hanyalah diberikan kepada golongan yang mampu, dan orang-orang yang memiliki kendaraan 'mewah' tidak pantas mengkonsumsi BBM bersubsidi.
Nah, Pak Jokowi justru "sayang" dengan rakyat kecil dengan menaikan harga BBM tersebut dengan mengurangi subsidi BBM, agar alokasi dana yang sebelumnya digunakan untuk mensubsidi BBM (Premium), dapat dialihkan ke program-program pro-rakyat kecil. Selain itu, subsidi BBM juga memaksa Pemerintah untuk terus meng-impor jumlah BBM yang sangat besar, yang terus membenai neraca perdagangan RI, atau yang disebut dengan 'trade deficit', impor lebih besar daripada ekspor.
Dengan demikian, pemerintah akan mempunyai anggaran belanja yang lebih besar untuk mensejahterakan rakyat kecilnya. Toh, harga BBM di Indonesia sudah kelewat murah dan tetap akan menjadi salah satu negara dengan harga BBM termurah di dunia jika dinaikan menjadi Rp. 9,500 per liter sekalipun.
Vietnam - Rp. 14,400 per liter
India - Rp. 15,000 per liter
Thailand - Rp. 18,000 per liter
Bangladesh - Rp. 12,960 per liter
Kenya - Rp. 15,800 per liter
Nepal - Rp. 16,560 per liter
Yang harus dituntut kepada Pak Jokowi adalah peningkatan jasa angkutan masal, perbaikan infrastruktur serta jaminan kesehatan agar rakyat yang kurang mampu dapat mendapatkan sarana transportasi yang aman, nyaman dan murah untuk bekerja serta hidup yang lebih layak dan sejahtera. Bukan mengkritisi kebijakan kenaikan harga BBM yang memang seharusnya dilakukan dari dulu agar anggaran subsidi BBM yang salah sasaran tidak membengkak seperti sekarang. Memang pasti akan ada 'downside cost' di dalam jangka pendek, namun demi manfaat jangka panjang dirasa keputusan tersebut harus dilakukan.
Mohon dikritisi bila ada kesalahan dalam pemikiran saya.
Salam,
Melvin Hade
Fakultas Ekonomi UI 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H