Mohon tunggu...
Melvin Firman
Melvin Firman Mohon Tunggu... wiraswasta -

" hanya orang biasa yang suka iseng nulis-nulis apa yang teringat, terlihat dan terasakan tanpa basa basi dan apa adanya."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin Dari Non Mayoritas Selalu Lahir di Saat Genting dan Krisis

21 Maret 2014   00:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam Nusantara Jaya !! buat sahabat kompasiana dari sabang sampai merauke

Rasanya cukup lama sudah tidak berjumpa, kangen juga euy nulis di kompasiana. Tapi sudahlah kita langsung saja ke topic. Saya akan mulai dengan sebuah pertanyaan kecil : “ Indonesia bukanlah kepunyaan suku tertentu saja khan ?.Tentu semua sepakat jawabannya pasti Setuju!. Karena Nusantara ini terbentang dari sabang samapi merauke dengan beriribu-ribu suku bangsa dan bahasa. Tetapi kenapa setiap kali ada perhelatan besar mencari pemimpion bangsa ini selalu saja yang muncul orangh@ dari suku Jawa saja.? Apakah orang di luar suku mayoritas itu tidak bermutu kualitasnya ? Untuk poertanyaann terakhir ini saya jawabannya TIDAK.

Karena mari kita coba buka kembali sejarah Republik ini, akan kita temukan nama-nama seperti:

Syafrudin Prawiranegara:

Terlahir di Anyar KidulBanten dengan nama kecil “Kuding” ini adalah tokoh berdarah Sunda Minang yang mungkin terlupakan di negeri ini. Padalah jika kita kembali menilik sejarahnya pada tahun 19 Desembar 1948 dimana saat itu agresi Militer Bel;anda II menyerang kota Jogja terjadi yang menyebabkanb tertangkapnya Soekarno .Maka pada saat itu Wakil Presiden Mohammad Hatta yang cemas dengan kondisi itu segera mengirimkan telegram kepada Menteri Kemakmuran RI, Syafrudin Prawiranegara, yang sedang berada di Bukittinggi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang secara resmi terbentuk pada 22 Desember 1948.

Seorang tokoh muda pada zaman itu ; Kamil Koto, mengisahkan  kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang selama 207 hari nyaris melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, tetapi sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan Indonesia.

Asaat :

Tokoh Minangkabau kelahiran 18 September 1904 ini pada , pernah menjabat pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia ada masa pemerintahan RIdi Jogjakarta. Beliau adalah tokoh yang dengan keras menentang pemerintahan Soekarno ketika Soekarno menerapakan Demokrasi terpimpin dan cenderung pro sayap kiri alias komunis. Karena menurut Asaaat Demokrasi terpimpin adalah bentuk pemerintahan otoriter yang terselubung. Pada masanya pecah lah peristiwa PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indoiensia) sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah pusat yang menurut mereka pada saat itu sudah tidak sehat.

Muhammad Natsir

Tokoh kelahiran Ahalan Panjang 17 Juli 1908 adalah seorang tokoh Masyumi yang pernaha menjabat sebagai Perdana Mentri Indoensia dan Presiden Liga Muslim sedunia ini menjadi sedikit terlupakan karena mungkin karena juga bukan dari suku Jawa ?

Pada masa Orde lama ini, M Natsir selalu berseberangan paham dengan Soekarno dalam menngendalikan pemerintahan, sebagai akibatnya beliau mengundiurkan diri sebagai Perdana Mentri dan bergabung dengan PRRI bersama Asaat dan tokoh-tokoh lainnya. Dan pada akhirnya harus dipenjara oleh Soekarno pada tahun 1962-1964. Dan di bebaskan oleh Soeharto pada tahun 1966.

Pada masa Orde Baru, beliau membentuk Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia juga mengkritikisi kebijakan pemerintah, salah satunya bergabung bersama tokoh-tokoih seperti Ali Sadikin, Sanusi Harjadinata, SK Trimurti dll mengeluarkan Petisi 50 pada Mei 1980 yang menyebabkan beliau di cekal

BJ Habibie

Tokoh kelahiran Pare-Pare 25 Juni 1936, merupakan Presiden RI ke 3 yang masa hanya memerintah selama 1 tahun 5 bulan.

Selama kepemimpinannya, beliau mendapati kondidi Negara yang sangat rusak dan hampir karam. Dengan di tandai dengan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Namun semua itu bisa di lalui bahkan bisa menelorkan beberapa produk UU yang akhirnya bisa memperkokoh kembali pondasi ekonomi bangsa ini dianataranya adalah UU anti Monopoli, UU Partai Politik, UU Ototnomi Daerah dan UU kebebasan Pers.

Namun sayang di sayang, pada masa itu yang kontra kepada beliau tidaklah sedikit di negeri ini, apalagi setelah keputusan beliau yang memberikan peluang kepada Referendum Timor-Timur yang kini menjadi Negara baru bernama Timor Leste. Oleha kerena itulah beliau Kasus inilah yang kemudian mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Yang akhirnya upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999,dan beliau memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

Selain itu masih banyak lagi tokoh-tokoh lain seperti Yap Tiam Hien, AR Baswedan, Sutan Syahrir etc. Keseleuruhan tokoh-tokoh tersebut menurut saya sangatlah mempunyai pengaruh yang besar pada masanya. Dengan pemikiran mereka yang penuh dengan semangat pembaharu radikal dan terbuka, menurut saya orang-orang seperti itulah yang di butuhkan sekarang ini. Namun sayangnya mereka-mereka itu selalu muncul pada saat kondiusi Negara sedang krisis.

Pertanyaannya: Kenapa selalu suku mayoritas yang selalu muncul sebagai pemimpin negeri ini ? Dan Kenapa Juga Pada saat-saat Negra Ini Sedang Krisis Baru Terlahir Pemimpin Berjiwa Negarawan Sejati ?

Padahal sejatinya, saat ini kita memiliki tokoh-tokoh non Jawa potensial, yang sekiranya bisa di beri peluang untuk di orbitkan sebagai calon pemimpin negeri ini.

Misalnya: ada 2 Anis yaitu Anis Baswedan (Rektor Paramadina) dan Anis Mata (Presiden partai),Ahmad Heryawan (Gub: Jawa Barat), Irman Gusman , Jusuf Kalla, Hatta Rajasa, Lodewijk Freidrich Paulus (ex: Danjen Kopasus), Surya Paloh , Gita Wirjawan , Yusril Ihza Mahendra. Etc.

Atau kita masih terlena dengan mitos-mitos yang beredar di masyarakat bahwa priseden itu harus orang Jawa. Atau karena system demokrasi kita yang belum sempurna sehingga suara mayoritas sajalah yang bisa memenangkan pemilihan.

Padahal fakta sejarah mengatakan bahwa selama kepemimpinan mereka (baca: Prsediden Jawa), Indonesia tidak pernah lepas dari masalah kemiskinan, korupsi, kolusi, pengangguran, ancaman disintegrasi, intoleran dll. Dimana kita ketahui bahwa cara kepemimipinan mereka seperta layaknya suatu kerajaan, dimana para elit adalah orang-oprang yang tinggi dan penuh kemewahan, sementara rakyat adalah di ibaratkan sebagai pengacau, beban Negara dan segala kesusaahan dan penderitaan yang mereka alami, tetapi tetap di buat sepertiu itu agar keberlangsungan pemerintahan tetap berjalan. Seperti yang di katakan oleh Machiavell bahwa segala cara di upayakan supaya rakyat bawah tetap miskin dan susah agar mereka selamanya memerlukan pemerintahan mereka walaupun sejatinya mereka telah tertipu


“…Dia menambahkan, “Karena tidak ada dasar resmi yang menyalahkan seorang Penguasa yang minta maaf karena dia tidak memenuhi janjinya,” karena “… manusia itu begitu sederhana dan mudah mematuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya saat itu, dan bahwa seorang yang menipu selalu akan menemukan orang yang mengijinkan dirinya ditipu.” http://media.isnet.org/iptek/index/Machiavelli.html.

Lucunya rakyat sekarang ini benar-benar telah menelan mentah-mentah teori ini, sehingga dia merasa asyik-asyik saja menjadi miskin dan tertipu, demi kepentingan perutnya saja yang katanya sudah di penuhi oleh sang penguasa. Isu nasionalisme dan kebhinekaan di dendangkan dengan sangat merdu, padahal kenyataannya adalah symphony penghambaan kepada Barat dan kekuatan kesukuan mayoritaslah yang sedang di mainkan.

Yang lebih parah lagi, Rakyat sekarang tidak perduli siapa pemimpin mereka asalkan dari suku mayoritas, popular walaupun pada kenyataannya dia itu adalah pemimpin yang gagal, bodoh, zalim, pengecut dan hanya boneka. Yang penting mereka orang kita (baca: orang Jawa), tak perduli ratusan juta rakyat akan menderita kerana salah dalam memilih pemimpin yang tidak ideal.

Akhirnya buat seluruh rakyat Indonesia khususnya generasi muda potensial, jangan hanya menjadi generasi bebek yang hanya ikut-ikut rame saja, jadilah pemilih cerdas dan kritis. Bukan pemilih korban tekhnologi alias korban gadget, dimana memilih hanya karena dorongan dari komnunitas yang di ikutinya saja. Jadilah pendobrak dan pembaharu, bukan pengekor dan pencari selamat saja. Beranilah untuk berbeda karena dari situlah asal muasal pemimpin yang berkarakter. Memilih atau tidak memilih adalah suatu pilihan. Memilih tapi salah adalah suatu kebodohan, tetapi tidak memilih karena merasa tidak ada yang lebih baik dari dirimu sendiri dan tidak mewakili dirimu tetapi terus bergerak bersama dan bersatu adalah suatu bentuk kekuatan besar dan langkah maju menuju suatu perubahan yang radikal dan lebih baik.

Bukankah fakta sejarah di atas juga menyatakan bahwa di saat-saat genting dan krisis selalu saja muncul pemimpin-pemimpin yang berjiwa negarawan sejati. Pertanyaannya: Sedang krisis atau akan krisiskah negeri ini ?

Salam Nusantara Jaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun