Mohon tunggu...
melvania kasih
melvania kasih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Satisfy your soul, not the societyâž·

Selanjutnya

Tutup

Film

THE WOLFMAN 2025: Metamorfosis Keluarga dalam Gothic Horror - Analisis Psikososial dan Simbolisme Transformatif

22 Januari 2025   08:11 Diperbarui: 22 Januari 2025   08:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film "The Wolfman" merepresentasikan perpaduan kompleks antara elemen gothic horror klasik dan eksplorasi psikologis modern. Melalui pendekatan multidisipliner yang menggabungkan teori psikoanalisis, kritik feminis, dan kajian gothic, analisis ini mengungkap lapisan makna yang lebih dalam dari narasi transformasi manusia serigala. Karya ini tidak hanya menawarkan hiburan genre horror konvensional, tetapi juga memberikan refleksi mendalam tentang kondisi manusia dan dinamika sosial kontemporer yang melingkupinya.

Dimensi Psikologis Transformasi

Transformasi fisik dalam "The Wolfman" merupakan manifestasi visual dari konsep "return of the repressed" yang dikemukakan Freud (1919). Perubahan Blake menjadi wolfman dapat diinterpretasikan sebagai metafora bagi trauma yang belum terselesaikan, khususnya terkait hubungan ayah-anak yang kompleks. Menurut Jung (1968), figur wolfman merepresentasikan shadow archetype - aspek gelap kepribadian yang biasanya direpresi oleh kesadaran. Transformasi ini juga menggambarkan apa yang Lacan (1977) sebut sebagai disruption of the symbolic order, dimana identitas yang stabil mulai terfragmentasi. Perspektif antropologis yang dikemukakan oleh Douglas (1966) dalam "Purity and Danger" menawarkan pemahaman tambahan tentang signifikansi transformasi dalam film ini. Konsep liminalitas dan polusi ritual dapat diterapkan untuk memahami bagaimana transformasi Blake merepresentasikan pelanggaran batas-batas kategorikal yang fundamental dalam masyarakat. Turner (1969) dalam "The Ritual Process" memperkuat analisis ini dengan konsepnya tentang liminalitas sebagai kondisi ambiguitas dan transformasi sosial. Transformasi Blake menjadi wolfman dapat dibaca sebagai bentuk ritual passage yang terdistorsi, mencerminkan kecemasan sosial tentang perubahan dan instabilitas identitas dalam masyarakat modern.

Ekologi Gothic dan Ruang Naratif

Setting hutan dalam film ini berfungsi sebagai apa yang Garrard (2004) sebut sebagai "wilderness gothic" - ruang liminal dimana batas-batas antara peradaban dan alam liar menjadi kabur. Lokasi terisolasi menciptakan atmosfer klaustrofobik yang memperkuat tema-tema gothic tentang isolasi dan ancaman dari 'yang lain'. Cohen (1996) berpendapat bahwa monster dalam narasi horror sering muncul di perbatasan geografis dan psikologis, merefleksikan kecemasan sosial tentang batas-batas identitas. Hutan menjadi metafora untuk alam bawah sadar kolektif, tempat dimana impuls primitif dan ketakutan terpendam bermanifestasi.

Dinamika Gender dan Kekuasaan

Perspektif feminist gothic yang dikembangkan Williams (2002) menawarkan pembacaan menarik tentang peran Charlotte. Posisinya sebagai istri yang menghadapi transformasi suami mencerminkan apa yang Kristeva (1982) sebut sebagai "abjection" - kondisi dimana batas-batas identitas dan relasi menjadi kabur. Keputusan akhir Charlotte untuk menembak Blake dapat diinterpretasikan sebagai tindakan pembebasan dari patriarki yang telah bermutasi menjadi monster. Gilbert dan Gubar (1979) dalam "The Madwoman in the Attic" menggarisbawahi bagaimana literatur gothic sering menggunakan monster sebagai metafora untuk dominasi patriarkal.

Trauma Transgenerasi dan Warisan Kegelapan

Film ini mengeksplorasi konsep trauma transgenerasi yang dijelaskan Hirsch (2012) dalam teori "postmemory". Hubungan kompleks antara tiga generasi - Grady, Blake, dan Ginger - menunjukkan bagaimana trauma dan rahasia keluarga dapat diwariskan. Transmisi trauma ini diperkuat oleh setting gothic yang menciptakan atmosfer mencekam dan terasing. Caruth (1996) dalam "Unclaimed Experience" menekankan bagaimana trauma dapat mempengaruhi generasi berikutnya melalui narasi yang tak terselesaikan.

Abraham dan Torok (1994) dalam "The Shell and the Kernel" memperkenalkan konsep "phantom" - trauma yang tidak terucapkan yang diwariskan secara tidak sadar dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam film ini, kutukan serigala dapat dibaca sebagai manifestasi fisik dari phantom tersebut. Felman dan Laub (1992) dalam "Testimony" menggarisbawahi pentingnya proses kesaksian dalam pemulihan trauma kolektif, yang tercermin dalam upaya Charlotte untuk mengungkap kebenaran tentang sejarah keluarga Blake. Setting manor house yang terisolasi menjadi apa yang LaCapra (2001) sebut sebagai "traumatic site" - lokasi fisik yang menyimpan dan memanifestasikan ingatan traumatis. Dinamika keluarga yang terfragmentasi dalam film ini mengilustrasikan bagaimana trauma tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga merusak ikatan sosial dan struktur keluarga lintas generasi.

 

Simbolisme dan Motif Visual

Penggunaan cahaya dan kegelapan dalam film mengikuti tradisi gothic yang dianalisis Botting (1996) sebagai representasi pertarungan antara rasionalitas dan irasionalitas. Transformasi Blake yang terjadi di malam hari menekankan tema klasik gothic tentang dualitas dan fragmentasi identitas. Mise-en-scène film ini mengadopsi apa yang Eisner (1969) sebut sebagai "caligarisme" - gaya visual yang menekankan distorsi dan ketidakstabilan realitas.

Dimensi Sosial dan Kritik Budaya

Mengikuti analisis Wood (2003), monster dalam film horror sering merepresentasikan 'return of the repressed' pada level sosial. Wolfman dapat dibaca sebagai manifestasi ketakutan kolektif terhadap hilangnya kontrol dan runtuhnya struktur sosial. Mulvey (1975) menyumbangkan perspektif tentang bagaimana tatapan (gaze) dalam film horror mengkonstruksi relasi kuasa dan gender. Kekerasan transformatif dalam film ini merefleksikan apa yang Žižek (1991) identifikasi sebagai "kekerasan sistemik" yang inheren dalam struktur sosial patriarkal.

Aspek Psikososial Transformasi

Carroll (1990) dalam Philosophy of Horror menggarisbawahi bagaimana monster dalam film horror sering merepresentasikan pelanggaran kategori-kategori konseptual fundamental. Transformasi Blake menjadi wolfman menggambarkan ambiguitas antara manusia/binatang, rasional/irasional, dan peradaban/alam liar. Clover (1992) menambahkan dimensi gender dalam analisisnya tentang "final girl" dalam film horror, yang relevan dengan peran Charlotte sebagai survivor yang harus menghadapi monster patriarkal. Transformasi ini merefleksikan ketakutan kolektif masyarakat terhadap hilangnya identitas manusia.

Narasi dan Struktur Temporal

Struktur naratif film ini mengikuti apa yang Brooks (1984) sebut sebagai "plot of transformation" - narasi yang berpusat pada perubahan identitas protagonis. Penggunaan flashback dan perpindahan temporal menciptakan apa yang Deleuze (1989) sebut sebagai "time-image" - gambaran waktu yang terfragmentasi dan non-linear yang mencerminkan kondisi psikologis karakter.

Kesimpulan

"The Wolfman" berhasil menggunakan konvensi gothic horror untuk mengeksplorasi tema-tema universal tentang identitas, keluarga, dan warisan trauma. Film ini mendemonstrasikan bagaimana genre horror dapat menjadi medium untuk mengekspresikan kecemasan psikososial yang kompleks. Analisis multidimensi mengungkapkan bagaimana film ini mengintegrasikan berbagai lapisan makna - dari psikologis individual hingga kritik sosial yang lebih luas. Transformasi manusia-serigala dalam film ini memiliki akar yang dalam pada tradisi mitologis berbagai budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Campbell (1949) dalam "The Hero with a Thousand Faces", motif transformasi manusia-binatang merupakan bagian dari monomyth universal yang muncul dalam berbagai bentuk di seluruh dunia. Lévi-Strauss (1978) dalam analisisnya tentang mitologi, menegaskan bagaimana transformasi semacam ini sering berfungsi sebagai mediator antara alam dan budaya dalam sistem pemikiran mitologis. Film ini mengadaptasi elemen-elemen folklor Eropa tentang lycanthropy, namun merekontekstualisasikannya dalam kerangka modernitas. Auerbach (1995) dalam studinya tentang representasi monster dalam budaya populer, menunjukkan bagaimana figur wolfman terus berevolusi untuk mencerminkan kecemasan kontemporer tentang identitas dan transformasi sosial. Representasi ini juga menyentuh apa yang Barthes (1957) identifikasi sebagai "mitos modern" - narasi yang mengkomunikasikan nilai-nilai dan ketakutan sosial dalam bentuk yang telah dinaturalisasi.

Daftar Pustaka

Botting, F. (1996). Gothic: The new critical idiom. Routledge.

Brooks, P. (1984). Reading for the plot: Design and intention in narrative. Harvard University Press.

Carroll, N. (1990). The philosophy of horror: Or, paradoxes of the heart. Routledge.

Caruth, C. (1996). Unclaimed experience: Trauma, narrative, and history. Johns Hopkins University Press.

Clover, C. J. (1992). Men, women, and chain saws: Gender in modern horror film. Princeton University Press.

Cohen, J. J. (1996). Monster theory: Reading culture. University of Minnesota Press.

Deleuze, G. (1989). Cinema 2: The time-image. University of Minnesota Press.

Eisner, L. H. (1969). The haunted screen: Expressionism in the German cinema and the influence of Max Reinhardt. University of California Press.

Freud, S. (1919). The uncanny. Standard Edition, 17(1), 217-256.

Gilbert, S. M., & Gubar, S. (1979). The madwoman in the attic: The woman writer and the nineteenth-century literary imagination. Yale University Press.

Hirsch, M. (2012). The generation of postmemory: Writing and visual culture after the Holocaust. Columbia University Press.

Jung, C. G. (1968). The archetypes and the collective unconscious. Princeton University Press.

Kristeva, J. (1982). Powers of horror: An essay on abjection. Columbia University Press.

Lacan, J. (1977). Écrits: A selection. Norton.

Mulvey, L. (1975). Visual pleasure and narrative cinema. Screen, 16(3), 6-18.

Williams, A. (2002). Art of darkness: A poetics of Gothic. University of Chicago Press.

Wood, R. (2003). Hollywood from Vietnam to Reagan... and beyond. Columbia University Press.

Žižek, S. (1991). Looking awry: An introduction to Jacques Lacan through popular culture. MIT Press.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun