Mohon tunggu...
Fajry Akbar
Fajry Akbar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Natural born scientist

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Social Media dan Stabilitas Sistem Keuangan

19 November 2014   23:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:22 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


sumber: Intele.net

Boleh dibilang negeri kita ini keranjingan social media (sosmed), dari jomblo yang hobi stalking akun facebook gadis  idamannya, wota yang delusi akun twitter member JKT48 sampai politikus yang hobi twitwar soal kebijakan pemerintah. Yah, itulah yang terjadi di negara kita dimana penggunaan social  media begitu marak.

Lihat saja jumlah pengguna social media di negara kita, pada tahun 2012 aja sudah mencapai lebih dari 43 juta. Belum lagi peningkatan pengguna social media. Pada tahun 2013 saja pengguna social media kita naik 28 % dan naik 18 % pada tahun 2014. Mayoritas pengguna social media memiliki akun facebook, twitter, dan google+.

14163875012126904322
14163875012126904322

Sumber: sosmedtoday.com

14163876122116576331
14163876122116576331
Sumber: emarkter.com dari sosmedtoday.com

Selain itu, Sosial media terbukti efektif sebagai wahana penyampaian informasi. Coba kita lihat dalam pemilukada DKI 2012 maupun Pilpres 2014. Social media berhasil menjadi bagian penting dalam kampanye para Cagub dan Capres. Masih ingat dengan maraknya “tentara” dunia maya bayaran seperti Panastak dan Panasbung? Begitupula dalam kontrol kebijakan pemerintah maupun parpol, social media berhasil menekan kebijakan parpol atau pemerintah yang tidak populer. Tag #ShameonyouSBY berhasil menekan mantan Presiden SBY sebagai ketua Partai Demokrat untuk mengeluarkan Perpu Pilakada Langsung.

Dari sana saya mempunyai ide, bagiamana kalau BI (Bank Indonesia) menggunakan social media untuk menjaga stabilitas sistem keuangan ?

Kita kembali dulu kedalam teori risiko sistemik, Kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan merupakan "achilles heels" dari stabilitas sistem keuangan. Jadi, saat kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan hilang maka sistem keuangan menjadi tidak stabil. Intinya, saat kepercayaan masayarkaat terhadap sistem keuangan dapat dipertahankan maka stabilitas sistem keuangan juga akan bertahan.

Lalu bagaimanakah kepercayaan masayarakat bisa menghilang ? Penyebabnya adalah terjadi kepanikan di masyarakat akibat adanya asymmetric information seperti isu-isu atau kabar angin. Oleh karena itu, Jika kita dapat menaggulangi asymmetric information dalam masyarakat maka stabilitas sistem keuangan dapat dipertahankan.

Dari teori risiko sistemik diatas maka kita tahu bagaimana peran social media terhadap stabilitas sistem keaungan. Fungsi social media yang dapat menyampaikan informasi secara efektif dapat mengatasi asymmetric information yang merupakan ancaman stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, BI dapat memanfaatkan social media sebagai alat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Efektifitas penyampaian informasi juga dapat digunakan oleh BI untuk melakukan edukasi terhadap masyarakat berkaitan dengan stabilitas sistem keuangan. BI daapt mengedukasi apa pentingnya stabilitas sistem keuangan. Lalu apa dampak dari tindakan masyarakat seperti memiliki tingkat hutang berlebih terhadap stabilitas sistem keuangam.

Tak hanya menyampaikan informasi, BI juga dapat melakukan pengawasan terhadap stabilitas sistem keuangan dengan melalui social medial. Dengan social media, BI dapat mengetahui kondisi kepercayaan masyarakat. BI dapat melihat isu-isu seperti apa saja yang sedang beredar dalam masyarakat terkait dengan kepercayaan sistem keuangan. Lalu BI dapat menganalisa bagiamana dampaknya isu yang beredar tersebut terhadap stabilitas sistem keuangan.

Bahkan, BI berkerja sama dengan Pemerintah untuk dapat meregulasi social media. Kita tahu, negeri ini adalah negeri seribu “pakar”. Apalagi pakar yang berkaitan dengan sistem keuangan yaitu pakar pasar modal. Di social media, kita dapat melihat interaksi pakar pasar modal dengan para investor atau masyarakat pada umumnya. Para pakar di social media ini bisa saja menjadi sumber ketidakstabilan sistem keuangan. Mereka bisa saja menjadi sumber asymmetric information dengan menyebarkan isu atau kabar angin yang tidak berdasar atau menyesatkan. Oleh karena itu, harus ada aturan bagaimana isu atau informasi yang sensitif terhadap sistem keuangan dapat disebarkan. Seseorang atau “pakar” dapat menyebarkan sebuah informasi atau isu yang sensitif terhadap SSK haruslah memiliki dasar rujukan atau riset.

Social media, juga akan menghilangkan batasan yang ada antara BI dengan masyarakat. Social media akan membuat BI menjadi lebih dekat dengan masyarakat sehingga hubungan emosional antara BI dengan masyarakat lebih erat. Dengan begitu, BI lebih mudah untuk mengarahkan masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Kesimpulan:

Penggunaan social media begitu marak di negeri kita. Hal itu dapat dimanfaatkan oleh BI sebagai alat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. BI dapat menggunakannya sebagai media yang dapat menyampaikan informasi dengan baik sehingga assymetric information yang merupakan ancaman dari stabilitas sistem keuangan dapat teratasi. Bi juga dapat menggunakananya sebagai media edukasi dan pengwasan masyarakat. Jika dibutuhkan, BI berkerja sama dengan pemerintah untuk meregulasi penggunaan social media. Social media membuat BI lebih dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah untuk diarahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun