Kulon Progo.... Dimana itu ??
Sebuah kalimat yang sering ditanyakan terhadap sebuah kabupaten yang awalnya sama sekali tidak terkenal di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Apa yang didapat disini ternyata sangat menakjubkan tentang bagaimana Kabupaten miskin di belahan selatan kota Yogyakarta ini menyulap dirinya dengan sistematis tanpa meninggalkan ruh nya sebagai bagian dari budaya jawa yang kental dengan tepa selira (saling menghargai) dan mangayu hayuning bhumi ( merawat dan melestarikan bumi).
Kulon Progo memberi teladan tanpa perlu terjebak dalam gegap gempitanya media sosial dan tak butuh sorotan media massa untuk menjadi Kabupaten yang cukup diperhitungkan bagi investor hingga memiliki nilai eksotik yang cukup tinggi dibandingkan kabupaten yang lain.
Bagaimana Kulon Progo mampu menyulap diri?
Kulon Progo bukanlah sebuah kota besar layaknya Yogya, Semarang, Bandung  maupun Surabaya. Kulon Progo hanya sebuah kabupaten dengan mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya dengan hasil pertanian.Â
Seorang Hasto Wardoyo, yang menjabat Bupati Kulon Progo adalah seorang dokter kandungan yang mampu mengubah paradigma masyarakat Kulon Progo yang umumnya adalah rakyat miskin untuk keluar dari zona kemiskinan menjadi masyarakat mandiri dengan kemampuannya sendiri.
Hasto Wardoyo dapat memberikan contoh bagi warganya dengan menekankan gerakan bela  dan beli produk mereka sendiri. Diawali dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan para pelajar dan PNS disana mengenakan seragam batik geblek renteng, batik khas Kulonprogo, pada hari tertentu, kebijakan ini mampu mendongkrak industri batik lokal dengan ratusan ribu pelajar dan puluhan ribu PNS sebagai konsumen awal, mampu menggerakkan Sentra kerajinan batik berkembang pesat, dari hanya 2 sentra batik sentra batik yang ada telah berkembang hingga menjadi 50 lebih kegiatan sentra batik di daerah tersebut. dan  seribuan perajin batik Kulonprogo yang biasanya bekerja di Yogyakarta, kini bisa bekerja di Kulonprogo. Omzet puluhan hingga ratusan milyar berputar di Kulon Progo dari industri kecil tersebut.
Tak hanya itu, Hasto, yang menjabat Bupati sejak 2011, juga berusaha menjamin pendapatan petani lokal, dengan mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani Kulonprogo, 10 kg/bulan. Bahkan beras raskin yang dikelola Bulog setempat, kini menggunakan beras produksi petani Kulonprogo, sehingga petani lokal diuntungkan dengan kebijakan tersebut.
( http://regional.liputan6.com/read/3138398/kisah-sukses-program-raskin-bikin-kaya-petani-kulon-progo )
Dilain pihak, Sang Bupati yang juga dokter spesialis kandungan ini juga membuat PDAM mengembangkan usaha, dengan memprodusi Air kemasan merk AirKu (air Kulonprogo ). (http://citizen6.liputan6.com/read/3142351/airku-inovasi-keren-dari-kulon-progo) AirKu mampu bersaing dengan produk-produk air kemasan nasional yang membanjiri Kulon Progo, bahkan menguasai dua puluh lima persen lebih pangsa pasar di daerah tersebut, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan warga terhadap AirKu sehingga perlu penambahan jumlah produksi.Selain menyumbangkan PAD, keberadaan air kemasan ini membangkitkan kebanggaan warga setempat dengan mengkonsumsi air produk sendiri.
Berbagai kebijakan lewat Program Bela dan Beli produk Kulon Progo, diakui mampu menurunkan angka kemiskinan di Kulonprogo.Dari 22,54 % pada tahun 2013 menjadi 13,54 % pada tahun 2015 (data Bappeda) dan menurun signifikan di tahun-tahun berikutnya.
Yang menarik lagi di Kulon Progo, disini anda tak akan menemukan papan iklan untuk produk rokok, karena Pemerintah memang menolak sponsor dari perusahaan rokok. Kebijakan ini tentu mengurangi pendapatan daerah. Namun, menurut Bupati Hasto Wardoyo sendiri, memimpin daerah bukan cuma soal menggenjot pendapatan,tetapi juga menempatkan posisi sebagai pengampu wilayah yang memihak rakyat.
Tercatat telah lebih dari 55 penghargaan Hasto peroleh semasa menjabat sebagai bupati Kulon Progo sejak 2011 hingga saat ini. Dan satu lagi di Kulon progo gerai Alfamart maupun Indomart yang biasanya berserakan di daerah-daerah lain, disini tidak diijinkan untuk membuka usahanya, kecuali mau bermitra dengan koperasi dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Salah satunya kewajibannya adalah menampung produk UMKM di dalam gerai tersebut dan mempekerjakan karyawan dari anggota koperasi.
Alfamart dan Indomart yang bekerja sama dengan koperasi, namanya bukan Alfamart dan Indomart lagi tapi diganti menjadi ToMIRA (Toko Milik Rakyat).
Disini dengan cerdasnya Hasto menempatkan nilai-nilai marhaenisme masyarakat Kulon Progo yang mandiri dengan kesederhanaan dalam posisi yang tinggi, tanpa mengusik kearifan lokal saat membangun Kulon Progo kearah yang lebih baik. Inilah beberapa prestasi Kulon Progo, hingga Sultan Jogja pun dengan bangganya menunjuk kabupaten tersebut untuk dijadikan sebagai pintu gerbang Daerah Istimewa Yogyakarta lewat Bandar Internasionalnya yang mulai dibangun tahun ini.Â
Semoga Kulon Progo semakin moncer dan keberadaan bandara yang baru nanti akan semakin mengangkat potensi daerah tersebut dan kawasan disekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H