Mohon tunggu...
Mellinia Ayu Hutari
Mellinia Ayu Hutari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Administrasi Bisnis STIAMAK Barunawati Surabaya

Hanya suka membaca novel dan menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yuk, Cari Tahu di Generasi Apakah Kalian? (Kepimpinan Digital di Era Generasi Milenial, Generasi Z)

28 Februari 2021   21:04 Diperbarui: 1 Maret 2021   08:07 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kepimpinan Digital, Generasi Milenial, Generasi Z

Pendahuluan

Pada zaman sekarang pertumbuhan era digital dan generasi generasi milenial dan generasi Z semakin berkembang, era digital yang semakin banyak dibutuhkan untuk pekerjaan maupun pendidikan.

Pada era digital saat ini yang semakin berkembang pesat sebelumnya terjadi karena memiliki perubahan revolusi digital yang sudah terjadi pada tahun 1980 hingga saat ini dimana perubahan teknologi mekanik maupun teknologi elektronik analog yang berpindah dan berubah pada teknologi digital sekarang. Generasi tersebut berpindah karena adanya faktor pada remaja yang terjadi tahun 1980-an dimana beberapa teknologi telah digunakan sebagai sarana komunikasi maupun informasi

Era digital sendiri memiliki dampak yang sangat penting bagi kehidupan manusia dari sarana untuk berkomunikasi, berbisnis, menjadi dompet digital dan E-Commerce.

Tetapi dengan adanya era digital yang semakin maju harus dibatasi juga untuk mendidik anak dengan baik agar tidak terjerumus pada dunia sosmed yang tidak diinginkan, pembatasan bisa dilakukan dengan membatasi pemakaian Handphone, mendampingi anak, memiliki waktu bermain dengan anak.

Era digital memiliki peluang yang banyak membuka kesempatan untuk melakukan perubahan dan perkembangan dengan meningkatnya kebutuhan menjadikan digital sebagai bisnis baru dan teknologi yang membantu generasi milenial berkembang

Milenial sendiri memiliki arti dimana adanya sebuah kelompok demografi setelah generasi X generasi milenial ini mulai terbentuk pada tahun 1990-an sampai 2000-an dimana generasi yang mulai tumbuh diiringi oleh pertumbuhan digital. Generasi ini memiliki pola pikir yang tinggi, kreatif, maupun inovatif.

Generasi ini memiliki perubahan yang besar dengan pertumbuhan digital yang semakin maju adanya informasi dari sosial media maupun media membuat generasi ini tidak pernah gagap teknologi dalam menguras atau mencari tahu berita terbaru, sebagian generasi millenial bahkan selalu menghabiskan waktunya di depan gadget maupun laptop tetapi ada juga generasi milenial yang gemar sekali membaca buku dan mencari pengetahuan pada buku generasi ini memiliki pengembangan diri yang berbeda dari masing-masing diri mereka.

Tidak lepas dari perubahan yang baik dan buruk generasi milenial harus bisa membatasi dirinya untuk melakukan interaksi dengan orang-orang yang dikenal melalui media sosial, kejahatan bisa terjadi langsung maupun terjadi di sosial media maka dari itu para generasi saat ini harus waspada dalam bermain sosial media, tantangan yang dimiliki generasi ini cukup tinggi karena memiliki jiwa kepemimpinan yang besar karena memiliki ruang lingkup pertemanan yang banyak untuk mengkaji informasi yang dalam, pendidikan yang tinggi menjadikan generasi ini berkembang dalam pendidikan untuk mencapai gelar yang mereka inginkan

Generasi Millenial ini berbeda dengan generasi Z, dimana generasi Z atau yang biasa disebut dengan iGeneration atau bisa disebut Gen Z merupakan generasi yang lahir setelah generasi Y. Mereka yang lahir pada tahun 1995-2010 biasanya disebut dengan Generasi Z. Generasi ini merupakan generasi yang selalu berkaitan dengan teknologi saat ini, bahkan sejak dini mereka sudah mengenal teknologi dan mungkin sudah ada beberapa yang menguasai penggunaan gadget.

Generasi Z adalah generasi yang sangat up to date sehingga kemungkinan gagap teknologi sangat kecil. Generasi Z sangat senang menghabiskan waktunya dengan teknologi bahkan menghabiskan separuh waktu dalam sehari untuk bermain gadget, seperti membuka sosial media seperti instagram, twitter, youtube, bermain game, bertukar pesan dengan teman-temannya. Namun Generasi Z ini juga bisa memanfaatkan teknologi yang ada, apalagi di era pandemic saat ini yang mengharuskan kita untuk mengurangi pertemuan dengan orang lain, seperti yang sedang marak saat ini yaitu berbelanja online dan berbisnis online. Generasi Z cenderung lebih multitasking yaitu kelebihan untuk melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Namun generasi Z ini lebih individualis, mungkin karena waktu mereka yang lebih banyak dihabiskan dengan gadget daripada berkumpul atau hanya sekedar mengobrol dengan orang lain.

Pengertian Kepemimpinan Digital

Dalam satu dekade terakhir, para pemimpin perusahaan menghadapi eskalasi dua hal baru meningkatkan jangkauan global perusahaan karena mereka melakukan bisnis di luar batas-batas negara, dan secepat mungkin melakukan inovasi berbasis teknologi informasi.

Akibatnya, pendekatan kepemimpinan tradisional tidak lagi dirasa efektif untuk mengelola dan memimpin bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Ada kebutuhan untuk melampaui kepemimpinan tradisional dan menggunakan gaya kepemimpinan baru.

Istilah e-leadership atau kepemimpinan elektronik diperkenalkan oleh Avolio, Kahai, dan Dodge melalui artikel ilmiah berjudul E-leadership: Implications for Theory, Research, and Practice yang terbit di jurnal ilmiah Leadership Quarterly tahun 2000. Menurut artikel yang menjadi rujukan utama peneliti kepemimpinan di era digital itu, e-leadership terjadi dalam konteks e-environment di mana pekerjaan dilakukan melalui teknologi informasi terutama melalui internet.

Dalam konteks ini tidak hanya komunikasi tetapi pengumpulan dan penyebaran informasi antara pengikut dan pemimpin juga terjadi melalui media elektronik. Di sini para pemimpin disebut e-leader atau pemimpin virtual. Pendekatan kepemimpinan yang digunakan oleh para pemimpin virtual, disebut e-leadership.

E-leadership terutama ditemukan dalam e-business: bisnis yang dilakukan melalui media elektronik terutama melalui internet. E-leadership yang juga disebut kepemimpinan jarak jauh dan itu menggantikan kepemimpinan tradisional karena kemajuan teknologi.

Terdapat karakteristik e-ledership yang membedakan dengan kepemimpinan biasa atau kepemimpinan tradisional.

Pertama, dalam hal komunikasi e-leadership membutuhkan penggunaan media elektronik untuk berkomunikasi dengan anggota lainnya.

Kedua, seorang e-leader harus memiliki kemampuan berpikir dan bekerjasama tanpa adanya batasan waktu,ruang, dan rintangan budaya dimana pengawasan dan interaksi tatap muka tidak diperlukan.

Ketiga, pemimpin digital memiliki kemampuan untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif. Seorang pemimpin sektor publik harus memiliki kapabiltas untuk mengelola dan memantau pekerjaan virtual yang dilakukan oleh pegawai.

Keempat, selain fleksibel dalam penggunaan waktu, seorang e-leader dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan teknologi. Perkembangan teknologi yang pesat menuntut pemimpin dan pegawai untuk menyesuaikan perubahan agar tetap mencapai tujuan organisasi.

Pengertian Generasi Milenial

Apakah rekan pembaca masuk ke dalam kelompok generasi milenial? Atau mungkin rekan pembaca masih menerka-nerka, kira-kira saya ini generasi milenial bukan ya? Untuk memastikan apakah kita masuk ke dalam generasi ini atau tidak, ada baiknya jika kita menyimak pengertian generasi milenial terlebih dahulu. Generasi milenial adalah sebutan lain dari generasi Y, yang mana frasa ini khusus untuk menggambarkan orang-orang yang lahir antara tahun 1980 dan 2000.

Meskipun begitu, arti dari generasi milenial ini masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Sebagian para ahli mengatakan bahwa generasi milenial artinya orang-orang yang lahir antara tahun 1970-an hingga awal 90-an. Namun, sebagian ahli lainnya mengatakan bahwa tahun 2004 menjadi tahun terakhir dari kelahiran generasi milenial atau gen Y.

Akta Generasi Milenial

1. Istilah "Milenial" diciptakan pada tahun 1991.

2. Generasi Milenial Menghabiskan 85% Waktu dalam Sehari untuk Menggunakan Gadget.

3. Generasi Milenial adalah Orang-Orang yang Suka Membaca Buku.

4. Sepertiga Generasi Milenial yang Berusia 18-34 Tahun Tinggal di Rumah bersama Orang Tua Mereka.

6. Generasi Milenial sangat Menyukai Pengembangan Diri.

7. Generasi Milenial Memiliki Pendidikan yang Lebih Tinggi daripada Generasi sebelumnya.

8. Generasi Milenial adalah Orang-orang yang Egois atau Self-Centered.

9. Generasi Milenial adalah Orang-Orang yang Peduli terhadap Lingkungan.

10. Gen Y atau Milenial juga sangat suka Beramal.

11. Generasi Milenial sudah Menjadi Generasi Terbesar di Dunia Profesionalisme.

12. Generasi Milenial sangat Memikirkan Pekerjaan Mereka.

Tantangan Generasi Milenial

Terlepas dari beberapa fakta positif dan negatif tentang generasi milenial, kita juga perlu mengetahui tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi para generasi milenial. Hampir 70% para pemimpin dan pengusaha di dunia percaya bahwa fakta-fakta negatif yang dimiliki para gen Y disebabkan karena ambisi mereka yang terlalu tinggi. Dari ambisi yang tinggi inilah muncul konflik-konflik antara generasi milenial dengan para generasi sebelumnya.

1. Budaya Organisasi atau Perusahaan yang Buruk.

Menurut laporan Robert Walters, 73% karyawan milenial telah meninggalkan pekerjaan karena budaya organisasi atau perusahaan yang buruk. Ini menjadi salah satu tantangan bagi generasi milenial untuk tetap bertahan dan berusaha mengubah budaya perusahaan yang buruk, atau mencari perusahaan lain yang budayanya sesuai dengan harapan mereka.

2. Teknologi.

Dikarenakan hubungan milenial dengan teknologi sangat erat, hal ini membuat mereka mudah kesal dengan generasi-generasi lain yang tidak mahir dalam teknologi. Data menunjukkan bahwa 34% pekerja yang lebih tua tidak memahami teknologi sebaik generasi milenial dan hal ini membuat gen Y menjadi semakin frustasi.

3. Pengalaman dan Pendidikan yang Tinggi.

Seperti yang sudah kita bahas dalam fakta-fakta generasi milenial sebelumnya, generasi milenial memang memiliki gelar pendidikan yang paling tertinggi dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi gen Y, apakah mereka mau berusaha untuk berbaur dan bekerjasama dengan generasi sebelumnya atau malah bersikap acuh dengan mereka?

Pengertian Generasi Z

Menurut Kupperschmidt (2000) (dalam Putra, 2016) Generasi adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan tahun lahir, umur, lokasi dan juga pengalaman historis atau kejadian-kejadian dalam individu tersebut yang sama yang memiliki pengaruh seignifikan dalam fase pertumbuhan mereka. Jadi, dapat dikatakan pula bahwa generasi adalah sekelompok individu yang mengalami peristiwa -- peristiwa yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.

Born between (1995-2010) Generasi Z merupakan generasi yang paling muda yang baru memasuki angkatan kerja. Generasi ini biasanya disebut dengan generasi internet atai Igeneration. Generasi Z lebih banyak berhubungan sosial Lewat dunia maya. Sejak kecil, generasi ini sudah banyak dikenalkan oleh teknologi dan sangat akrab dengan smartphone dan dikategorikan sebagai generasi yang kreatif. Ciri/Karakteristi: Lebih menyukai kegiatan sosial dibandingkan generasi sebelumnya, lebih suka di perusahaan start up, multi tasking, sangat menyukai teknologi dan ahli dalam mengoperasikan teknologi tersebut, peduli terhadap lingkungan, mudah terpengaruh terhadap lingkungan mengenai produk ataupun merek2, pintar dan mudah untuk menangkap informasi secara cepat.

A. Karakteristik Generasi Z

- Fasih Teknologi , tech-savvy, web-savvy, app-friendly generation

- Sosial, sangat intens berinteraksi melalui media sosial dengan semua kalangan

- Ekspresif, cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan

- Cepat berpindah dari satu pemikiran/pekerjaan ke pemikiran/pekerjaan lain (fast switcher)

B. Statistik Generasi Z

- Menghabiskan waktu sekitar7.5 jam perhari berinteraksidengan gawai digital (hampir11 jam untuk menikmatikonten dan berinteraksidengan gawai digital)

- 22% remaja generasi Z masukke akun media sosial lebihdari 10 kali setiap hari (data tahun 2009) - Sekitar 75% remaja generasi Z memiliki ponsel sendiri, 25% digunakan untuk media sosial, 54% untuk texting, dan 24% untuk instant messaging

- Lebih suka texting atauinstant messaging daripadabertelepon

- Lebih sering "multitasking" (fast-switching)

- Jam-jam terakhir sebelumtidur, lebih dari setengahremaja generasi Z berkirimPesan (texting) kepadateman-temannya

- Sepertiga generasi Z pemililsmartphone langsung online sesaat setelah bangun tidur

C. Perlakuan untuk Karakteristik Generasi Z

Perlakuan terhadap anak akan lebih tepat apabila disesuaikan dengan karakteristik anak itu sendiri. Sebagai sebuah generasi yang unik, maka diperlukan perlakuan yang tepat. Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2014: 77) memberikan beberapa cara dalam memperlakukan anak sesuai dengan karakteristiknya, seperti:

  • Pemberian penghargaan (rewards)

  • Membiasakan disiplin

  • Time-out

  • Role Modeling

  • Encouragement

  • Attention Ignore

D. Indikator Generasi Z

Elizabeth T. Santosa ( 2015: 20) menyebutkan beberapa indikator anak-anak yang termasuk dalam Generasi Z atau Generasi Net:

1. Memiliki ambisi besar untuk sukses

2. Cenderung praktis dan berperilaku instan (speed)

3. Cinta kebebasan dan memiliki percaya diri tinggi

4. Cenderung menyukai hal yang detail

5. Berkeinginan besar untuk mendapatkan pengakuan

6. Digital dan teknologi informasi

Pengaruh Kepemimpinan Digital Bagi Organisasi

Perkembangan teknologi digital mendorong perubahan yang terjadi pada struktur dan gaya kepemimpinan dalam organisasi yang merubah tren dalam memenuhi kebutuhan komunikasi serta pertukaran informasi untuk organisasi tersebut. Digitalisasi kebutuhan dan interaksi sosial ini disebabkan oleh adanya perkembangan yang pesat dari industri teknologi informasi, mulai dari kegiatan interaksi sosial, mendapatkan informasi dan lain sebagainya yang juga mengubah konsep interaksi sosial konvensional menjadi interaksi digital sehingga menjadi tren di masa pandemi ini. Dengan menggunakan aplikasi rapat secara daring semisal zoom, google meet, microsoft team dan lain sebagainya menjadikan makna rapat menjadi lebih flexible untuk saling berinteraksi dan berdiskusi.

Kepemimpinan digital adalah hubungan interaksi yang dilakukan antara pemimpin dan anggota organisasi tersebut dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan media digital sehingga tidak diperlukan lagi pertemuan dengan bertatap muka yang menghadirkan keleluasaan ruang dan waktu. Kepemimpinan digital tidak serta merta melunturkan esensi kepemimpinan konvensional secara umum yang artinya pemimpin tetap dapat melakukan interaksi kepada anggota-anggotanya.

Menurut survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasa sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Indonesia Survey Center dengan rentang waktu survey dari tanggal 2-25 Juni 2020, penetrasi pengguna internet pada 2019-2020 (Q2) sebanyak 196,71 juta jiwa atau 73,7ri proyeksi total populasi penduduk Indonesia sebanyak 266,91 juta jiwa dengan rata-rata usia 15 hingga 39 tahun yang menempati lima urutan teratas. Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknologi internet dirasa cukup familiar dan penerapan digitalisasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik.

Perkembangan teknologi digital juga mempengaruhi kepemimpinan dalam sebuah organisasi yang sangat penting dalam menggerakkan anggota-anggota yang terlibat sehingga dapat mencapai tujuan dari organisasi. Pencapaian tujuan dalam organisasi merupakan fokus utama dalam berorganisasi dan digitalisasi dalam organisasi juga telah menggeser budaya organisasi ke arah yang lebih efisien. Dengan menggunakan platform-platform digital, pimpinan organisasi dapat dengan mudah melakukan monitoring secara real time sehingga dapat dilakukan evaluasi dan revisi segera mungkin jika ada suatu hal yang kiranya bertentangan dalam mencapai tujuan tersebut.

Dengan adanya digital maka pemimpin dapat memberikan penugasan kepada anggota organisasi untuk meningkatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebik baik lagi. Di era digital ini pemimpin harus lebih menanamkan kebiasaan hubungan (relationship behavior) yang tinggi untuk menjaga motivasi internal pada organisasi, karena dalam anggota organisasi diberikan keleluasaan untuk bertanya, memberikan pendapat, mengkritik dan lain sebagainya. Dengan adanya kemajuan digital anggota organisasi dapat lebih berkreasi dan memberikan ide -- ide kreatif yang dapat memajukan peluang bisnis dan sebagai pimpinan harus dapat mendukung serta mengontrol keadaan ini, karena bagaimanapun jika tidak diawasi dan dikontrol dengan baik maka dapat menyebabkan permasalahan dikemudian hari.

Psikologi Dalam Era Digital Leadership

Peran psikologi dalam era Digital Leadership dengan perkembangan dan inovasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK), seperti pengembangan e-commerce dan internet, gaya kepemimpinan baru telah muncul yang disebut e-leadership. Psikologi pada Digital Leadership atau sering disebut dengan istilah e-leadership atau kepemimpinan elektronik diperkenalkan oleh Avolio, Kahai, dan Dodge melalui artikel ilmiah berjudul E-leadership: Implications for Theory, Research, and Practice yang terbit di jurnal ilmiah Leadership Quarterly tahun 2000. Menurut artikel yang menjadi rujukan utama peneliti kepemimpinan di era digital itu, e-leadership terjadi dalam konteks e-environment di mana pekerjaan dilakukan melalui teknologi informasi terutama melalui internet.

Hampir semua aspek bisnis mengarah pada dunia digital. Ini menandakan, yang mengandung tradisional dirasa tidak lagi efektif untuk mengelola sebuah organisasi bisnis untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Hal ini turut mengubah cara kepemimpinan untuk beralih dari yang semula tradisional menjadi kepemimpinan kearah digital.

Kepemimpinan digital sendiri adalah system kepemimpinan yang mampu memanfaatkan teknologi informasi guna untuk mencapai tujuan perusahaan. Di era digital seperti saat ini, semua anggota dalam organisasi dituntut untuk bisa memanfaatkan teknologi informasi sehingga dapat menjadi seorang digital leadership.

Di era pandemi covid-19 saat ini, sangat diperlukan suatu sistem yang mengikuti perkembangan dunia digital. Apalagi semua kegiatan di dunia bisnis sudah mengarah ke dunia digital. Terutama dalam hal transaksi maupun pertemuan antara para pebisnis. Untuk itulah seorang pemimpin harus mempunyai jiwa leadership dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini psikologi sangat berpengaruh dalam era digital leadership.

Psikologi dengan memiliki jiwa leadership mampu menjadi Pemimpin perusahaan untuk menghadapi eskalasi dua hal baru meningkatkan jangkauan global perusahaan karena mereka melakukan bisnis di luar batas-batas negara, dan secepat mungkin melakukan inovasi berbasis teknologi informasi.

Dalam konteks ini tidak hanya komunikasi tetapi pengumpulan dan penyebaran informasi antara pengikut dan pemimpin juga terjadi melalui media elektronik. Di sini para pemimpin disebut e-leader atau pemimpin virtual. Pendekatan kepemimpinan yang digunakan oleh para pemimpin virtual, disebut e-leadership.

Pemimpin virtual adalah pemimpin yang mengarahkan orang-orang dari jarak jauh untuk melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka menggunakan teknologi baru untuk meningkatkan pekerjaan mereka, untuk menemukan model bisnis baru, untuk berkomunikasi dengan pengikut mereka. Interaksi tatap muka tradisional telah diganti dengan media elektronik.

E-leadership terutama ditemukan dalam e-business: bisnis yang dilakukan melalui media elektronik terutama melalui internet. E-leadership yang juga disebut kepemimpinan jarak jauh dan itu menggantikan kepemimpinan tradisional karena kemajuan teknologi.

Tantangan yang Dihadapi oleh E-Leader

Pemimpin virtual harus berkomunikasi dengan orang-orang melalui media elektronik secara efektif. Padahal tanpa komunikasi tatap muka, sangat sulit untuk memercayai seseorang. Jadi, membangun kepercayaan dengan pengikut dalam komunikasi virtual adalah tantangan besar bagi pemimpin karena komunikasi tatap muka tidak terjadi di antara mereka. Juga sangat sulit bagi pemimpin untuk menginspirasi orang-orang, memotivasi dan mengilhami mereka untuk melakukan pekerjaan dengan baik dalam situasi virtual karena dia tidak dapat melihat reaksi dan ekspresi mereka tentang arahan dan bimbingannya.

Kalaupun komunikasi virtual dapat dilakukan secara efektif, pemimpin virtual masih harus berusaha keras mengarahkan dan membimbing orang-orang dari jarak jauh. Hal ini yang menciptakan tantangan besar bagi pemimpin untuk menciptakan budaya virtual kolaboratif. Yaitu budaya yang membantunya didengar oleh semua pengikut sehingga mereka dapat berkoordinasi dengan dia untuk mencapai tujuan bersama. Membangun iklim sosial melalui TIK sehingga para pengikutnya berkoordinasi satu sama lain dan bekerja dengan cara yang lebih bertanggung jawab secara sosial dengan mengingat yang lain.

Kualitas yang Dibutuhkan E-Leader

Studi mendalam mengenai e-leadership menunjukkan adanya lima perbedaan prinsip dengan kepemimpinan tradisional yang berdampak pada kebutuhan keterampilan atau kemampuan yang khusus.

Pertama adalah jenis komunikasi. Dalam kepemimpinan tradisional komunikasi tatap muka terjadi antara pemimpin dan para pengikutnya tetapi dalam kasus komunikasi e-leadership komunikasi terjadi melalui media elektronik seperti internet, antara pemimpin dan para pengikutnya. Media komunikasi tersebut bisa yang relatif 'tradisional' seperti email, bisa juga dengan memanfaatkan aplikasi whatsapp (WA) dan LINE, bahkan direct message dalam aplikasi instagram.

Oleh sebab itu, pemimpin virtual harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik. E-leadership membutuhkan penggunaan media elektronik untuk berkomunikasi dengan para pengikut. Email sebagian besar digunakan oleh para pemimpin virtual sehingga mereka harus memiliki keterampilan komunikasi tertulis untuk menyelesaikan pekerjaan dari pengikut mereka sesuai dengan arahan mereka.

Pemimpin virtual juga harus memiliki keterampilan jejaring sosial. Situs sosial seperti Facebook, twitter, instagram, LINE, dan lain sebagainya juga dapat digunakan oleh para pemimpin untuk memimpin pengikut mereka sehingga mereka harus memiliki keterampilan untuk menggunakan situs ini secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi mereka.

Perbedaan kedua adalah dalam hal anggota. Dalam hal pemimpin kepemimpinan tradisional dan pengikutnya adalah anggota utama tetapi dalam kasus pemimpin e-leadership disebut pemimpin virtual dan pengikut disebut pengikut virtual. Karena bersifat virtual, emosi dan respons psikologis antara pengikut dan pemimpin sulit ditangkap.

Pemimpin virtual perlu memiliki sensitivitas terhadap pola pikir pengikut. Di sini juga penting dipahami bahwa pengikut berasal dari latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda sehingga pemimpin virtual harus dapat memahami pola pikir dan nilai-nilai pengikut

Perbedaan ketiga adalah aspek kualitas. Kualitas keduanya sama tetapi para anggota dalam e-leadership harus memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang baru dan modern, sesuatu yang tidak diperlukan dalam kasus kepemimpinan tradisional.

Pemimpin virtual tentu memiliki kemampuan untuk menggunakan TIK dengan baik. Ia harus memiliki pengetahuan tentang TIK terkini untuk mengarahkan orang-orang melalui media elektronik karena ini adalah dasar dari e-leadership. Kemudian ia memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang lain tentang manfaat dari teknologi baru, karena ia harus dapat meyakinkan orang lain bahwa komunikasi melalui media elektronik memberikan berbagai manfaat seperti membantu menghilangkan hambatan waktu dan jarak. Selain itu dia harus cukup inovatif untuk menggunakan teknologi baru dalam kepemimpinannya menuai manfaat dari teknologi modern.

Perbedaan keempat adalah kebutuhan akan tempat. Dalam kepemimpinan tradisional, kantor atau tempat tertentu diperlukan untuk melakukan pekerjaan oleh pemimpin dan pengikutnya. Tetapi dalam e-leadership, kantor di lokasi tertentu tidak diperlukan, mereka dapat berkomunikasi satu sama lain bahkan dari jarak satu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain.

E-leader juga harus memiliki pengetahuan bagaimana berpikir dan bekerja melintasi batas waktu, batas ruang, dan rintangan budaya di mana pengawasan dan interaksi langsung tidak dimungkinkan. Dengan teknologi informasi dan komunikasi, pemimpin dapat berkomunikasi tidak hanya dengan ratusan tetapi ribuan orang sekaligus hanya dengan menyentuh tombol.

Pemimpin virtual perlu memiliki pola pikir global dan multikultural. Pemimpin virtual beroperasi dari kejauhan, mereka dapat memandu orang-orang dari sebuah organisasi yang bekerja di luar batas-batas kota, provinsi, bahkan negara, yang melibatkan karyawan dari budaya yang berbeda, dalam hal ini penting bagi pemimpin virtual untuk memiliki pola pikir dan sikap untuk membimbing mereka dengan benar.

Pemimpin virtual sebaiknya memiliki kemampuan untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif. Ia harus memiliki kualitas untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif untuk mengetahui apakah mereka berfungsi dengan baik atau tidak, apakah komunikasi elektronik berfungsi atau tidak, apakah pengikut memahami arahannya atau tidak.

Perbedaan terakhir adalah ketersediaan anggota. Dalam hal kepemimpinan tradisional semua anggota hanya tersedia selama jam kantor tetapi anggota e-leadership tersedia bahkan di luar jam kerja, 24 jam sehari 7 hari seminggu. Oleh sebab itu pemimpin virtual harus memiliki orientasi 24x7 - mereka harus dapat bekerja kapan saja 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Namun demikian, e-leader harus cukup fleksibel untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis, perubahan lingkungan teknologi, sehingga ia dapat melakukan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengingat perubahan di lingkungan bisnis.

Saran bagi Perusahaan dan Calon e-Leader

Memerhatikan perbedaan antara pendekatan kepemimpinan tradisional dan e-leadership, ada dua hal yang dapat dilakukan bagi para (calon) e-leader agar dapat memimpin dengan efektif.

Pertama, mendapatkan pelatihan yang tepat. Yaitu pelatihan untuk memberikan pengetahuan tentang teknologi informasi dan komunikasi terbaru karena TIK adalah basis untuk e-leadership.

Tanpa pengetahuan tentang teknologi informasi terbaru, e-leadership tidak dapat berhasil digunakan oleh perusahaan. Selain itu, pelatihan mengenai pendekatan kepemimpinan tradisional dan e-leadership sendiri terbukti sangat memengaruhi efektivitas e-leadership di perusahaan atau organisasi pada umumnya.

Kedua, tetap menggunakan komunikasi tatap muka dalam e-leadership. Memang benar bahwa komunikasi tatap muka tidak diperlukan bagi pemimpin virtual untuk memandu pengikutnya. Namun tanpa interaksi tatap muka, bisa sulit bagi e-leader untuk melihat ekspresi dan reaksi para pengikut tentang instruksinya.

Mungkin sulit bagi e-leader untuk menginspirasi dan memotivasi para pengikut dengan cara yang lebih baik. Jadi video call atau tele-conference dapat digunakan untuk melakukan komunikasi tatap muka antara e-leader dan para pengikutnya.

Terakhir, perlu disadari bahwa walaupun menggunakan media elektronik, tidak berarti e- leadership hanya pas dengan gaya kepemimpinan otokratik yang berorientasi pada tugas. Pemimpin virtual, justru perlu berorientasi pada orang (people-oriented) dan sekaligus memiliki orientasi teknis (technically-minded) yang kuat.

Daftar Literatur

1. Pengertian Gen Z serta Karakteristiknya, Ketahui agar Tak Keliru  

2. Kepemimpinan di Era Digital (e-leadership)

3. Kepemimpinan Digital Menjadi Solusi bagi Sektor Publik di Masa Covid-19  

4. Generasi Milenial, Fakta Generasi Milenial dan Tantangan Generasi Milenial  

5. Generasi Z dan Pembelajaran di Pendidikan Tinggi  

Generasi X, Generasi Y dan Generasi Z  

David Stillman dan Jonah Stillman penulis "Gen Z at work:How the Next Generation Is Transforming the Workplace" 7 Sifat Generasi Z  

Santosa, Elizabeth T. 2015. Raising Children in Digital Era. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Tridhonanto & Beranda Agency.2014 Pengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta PT. Gramedia

Chou, Hellen P. 2012. Cyber Smart Parenting. Jakarta: PT Visi Anugerah Indonesia.

6. APJII

SWA

Primanomics : Jurnal Ekonomi dan Bisnis -- Vol. 17 No.1 (2019)

Yap! Itulah definisi generasi milenial dan generasi Z yang perlu kita pahami agar dapat mengenal dengan lebih baik. Semoga artikel ini bermanfaat bagi semua rekan-rekan.

Nama Anggota :

1. LUTFI BAYU (20112074)

2. JESSICA AMELIA (20111070)

3. M. RISKI ARIF (20111035)

4. ASHLAH S. (20112045)

5. FEBRI E. (20111031)

6. YUSUF A. (20112084)

7. ABDULLOH Z. (20111088)

8. CANDRA B. (20131095)

9. DIMAS S. (20131097)

10. YUDHI P. (20131103)

11. MELLINIA A. (20111036)

12. RUDI S. (20131101)

13. EVI A. (20131098)

14. M. FAWAID (20112047)

15. SISCA E. (20112074)

16. NOVITHA Y. (20131100)

17. ANIS S. (20131090)

18. RAFFLY B. (20131092)

19. RIZKY YUDHA (20111076)

20. DIAN TAUFIK (20131096)

21. TATRI AMBAR (20131102)

22. ENDRA EKO (20131091)

23. YUSTIFA W. (20112053)

24. MIKAEL K. (20111016)

25. NURUL HAMIDAH (20111081)

26. BELSIANUS B. (20111030)

27. IFAN BORHANI (20111032)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun