Perlahan, aku mendengarkan luapan emosi Dimas. Dikit demi dikit, aku berhasil menenangkannya.
"Bagaimana, Mas? Sudah selesai? Semua yang kau pendam sudah terluapkan?" tanyaku dengan ramah.
Dimas mengangguk pelan, tanda ia mulai merasa lega. Untuk menenangkan suasana, ibu Dimas datang membawa minuman dan makanan. Aku pun berbincang dengannya, membantunya kembali menjadi Dimas yang ceria seperti dulu.
Keesokan harinya, aku melihat Dimas di sekolah. Ia sudah kembali menjadi dirinya yang ceria, seperti dulu. Hari-hariku kembali berjalan seperti biasa, dengan rasa bangga karena bisa membantu seorang teman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H