Kalau kebanyakan masyarakat lazim menghidangkan masakan ketupat setiap setahun sekali, yaitu pada saat lebaran, di dukuh Ngrandu desa Pulo kecamatan Rembang lain. Masyarakat Rembang kerap menghidangkan masakan ketupat untukbancaan(syukuran). Di acarabancakan(syukuran) menjelang panen, pada saatngalungi, dan baratan,ketupat tidak pernah dilewatkan.Ngalungidanbaratanini beda tujuan dan sejarahnya, tapi karena dilakukan hampir bersamaan dan dalam waktu berdekatan jadi saya menulis jadi satu di sini.
BaratandanNgalungidi Rembang
Hari Rabu minggu kemarin adalah minggu terakhir di bulansapar(safar) atau orang Jawa menyebutnyaRebo PungkasanatauRebo Wekasan. Setiap tahun di hariRebo Pungkasansasi Sapardi beberapa daerah  ada tradisibaratan. Di tempat sayabaratansemacambancaanuntuk mengenang orang yang telah meninggal. Kenapa disebutbaratan,tradisi ini ada sejarahnya sendiri. Musim hujan adalah saatnya angin barat bertiup. Konon katanya orang-orang yang telah meninggal pulang ke rumah. Karena itu, banyak rumah yang masak ketupat untuk memberi makan orang mati yang telah pulang. (kalau ini percayanggakpercaya)
Bancaanbiasanya dilakukan dengan menyiapkan beberapa ketupat dan sayur yang ditaruh di beberapa piring kemudian berbagi makanan dengan tetangga dengan cara memanggil tetangga untuk datang ke rumah. Setelah mereka datang doa-doa yang dipimpin orang tua dilantunkan (ditandhukna) dan setelah itu tetangga-tetangga membawa pulang sepiring ketupat yang telah disiapkan. Doa-doanya biasanya berbahasa Jawa dan dilantunkan untuk kedamaian orang yang telah meninggal. Dari tradisi ini bisa menjadi pengingat, bahwa sebagai seorang cucu, cicit, atau mungkin anak wajib mendoakan mereka yang telah meninggal supaya diberi ketenangan oleh Tuhan.
Berbeda denganbaratan,ngalungiadalahbancaanuntuk hewan peliharaan.Ngalungisebagaimana asal katanyakalung,yang saya pahami saat masih kecil berarti mengalungkan ketupat di leher sapi/kambing/hewan peliharaan supaya beranak pinak. Ternyata salah,ngalungidi sini bukan berarti benar-benar mengalungkan ketupat pada hewan peliharaan tapi teknisnya biasanya hanya berupabancaanyang dilakukan setiap hari Jumat pahing atau Rebo pahing.
Ngalungiini dilakukan setelah musim tanam (tandurdanulur). Di desa, begitu ada hujan (sawah tadah hujan) sawah langsung dibajak dengan sapi yang dipelihara petani. Ketika sapi digiring membajak sawah (mluku) ibu-ibu mengikutinya di belakang sambil menanamkan benih (ulur). Jika sawah sudahditanduri/diuluri(ditanami) padi, otomatis pekerjaan sapi selesai. Nah, saat inilah waktunyabencaanuntuk sapi. Sebagai rasa syukur dan ucapan terima kasih sapi yang dipelihara sudah kuat membajak sawah dan supaya sapi yang dipelihara tetap sehat sampai tahun depan dan beranak pinak. Jaman dulu petani yang sekaligus berternak biasanya menggunakan tenaga hewan ternaknya untuk membajak tanah. Ini bisa menghemat energi yang digunakan untuk mesin traktor. Kotoran ternak setelah tertimbun selama semusim biasanya juga digunakan sebagairabukatau pupuk. Walaupun saat ini banyak masyarakat yang beralih menggunakan mesin traktor,masih ada beberapa keluarga yang melakukan tradisi ini.
Di gang kompleks keluarga saya, kebetulan kemarin masih melakukannya dan agak berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Dulu, ketikambahsaya masih hidup, saatngalungi lelaki di satu gang berkumpul membawa semangkok sayur dan seikat ketupat. Jika sudah berkumpul semua, mbahmemimpin doa kemudian makan bersama dimulai. Ada yang menarik di sini, walaupun semua yang datang bawa lauk dan ketupat sendiri kadang masih menengok sayur yang lain lalu saling menukar. Saling berbagi dan menukar sayur di sini menujukkan kesetaraan, karena walaupun jenis sayurnya sama kadang ada yang hanya dicampuri tempe dan tahu, ada juga yang telur dan ayam. Tapi sejakmbahmeninggal tidak ada yang mau memimpin doa,bancakanpun dilakukan di rumah sendiri-sendiri. Sekitar lima sampai enam keluarga diundang ke rumah kemudian doa-doa dilantunkan tuan rumah lalu setelah itu tetangga yang diundang pulang membawa sepiring ketupat, lepet, dan sayurnya.
Bersyukur dengan Cara Berbagi Makanan
Selalu ada banyak cara untuk bersyukur. Di sudut-sudut desa dan kota lain pasti juga punya cara sendiri yang unik dan berbeda. Tradisi ini sedikit banyak mengingatkan bahwa sejatinya manusia mestinya mau berbagi dan bersyukur.Baratandanngalungimencerminkan rasa syukur kepada Tuhan karena hewan peliharaan diberi kesehatan dan dengan harapan hewan ternak sehat dan beranak pinak. Ini adalah pengingat bahwa perlakuan baik tidak hanya layak dilakukan kepada sesama manusia saja tapi makhluk lain pun juga berhak menerimanya.
-Rembang, 4 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H