Mohon tunggu...
Melissa Kurniawan
Melissa Kurniawan Mohon Tunggu... -

penulis konten lepas di dunia maya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Piranti Keras Tak Harus Jadi "Respirator" Pendidikan Modern

28 Mei 2014   00:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:03 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Melissa Kurniawan

Sekolah menengah pertama disatroni maling komputer! Demikian isi artikel Solo Pos pada bulan Februari 2014 lalu. Dua kasus pencurian komputer di dua sekolah negeri mengakibatkan kerugian lebih dari 175 juta rupiah di Wonogiri. Tingginya jumlah investasi piranti keras di sekolah umum dasar dan menengah membuat institusi pendidikan turut menjadi sasaran empuk bagi pelaku tindak kejahatan.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan Informasi dan Teknologi (IT) membuat para orang tua, pihak sekolah, dan pemerintah berbondong-bondong membeli produk elektronik terbaru bagi instansi maupun buah hati mereka. Harga produk piranti keras yang cukup tinggi tidak menghalangi mereka untuk membeli.

Ironisnya, pendidikan IT di banyak sekolah formal kurang peminat dan seolah-olah sekarat. Mata pelajaran IT di Indonesia seolah-olah pasien koma yang dibantu bertahan hidup menggunakan "respirator" yaitu fasilitas sekolah. Hidup hanya formalitas sebab mencabut "respirator" seolah melakukan kejahatan yang melukai banyak pihak.

Harus diakui bahwa meskipun banyak sekolah memiliki sarana, mereka gagal menghasilkan siswa yang mencintai teknologi demi bakti terhadap kemaslahatan kemanusiaan dan kemakmuran bangsa. Buku penunjang yang tak bergambar, kode-kode rumit yang sulit dinalar, kurangnya interaksi antar siswa dan lain sebagainya menjadi alasan suramnya pendidikan IT kita.

Satu contoh keberhasilan IT bisa diambil dari Code.org, organisasi nirlaba yang menggalakkan pendidikan IT bagi semua orang. Code.org menggunakan piranti lunak maupun kertas dan pensil untuk mengajar logika berpikir IT. Metodenya ringkas dan diajar menggunakan gambar, permainan dan lagu. Siswa juga didorong bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Piranti keras akhirnya menjadi barang yang tidak mutlak dimiliki.

Ketika berbicara tentang pendidikan, kita perlu menyadari bahwa roh pendidikan ada dalam kerangka berpikir siswa. Maka pendidikan IT harus dimulai dari kerangka berpikir siswa. Pembuat kurikulum harus berhenti berfokus pada alat pengajaran teori. Ahli-ahli pemrograman perlu membuat piranti lunak yang dapat digunakan seluruh sekolah di Nusantara.

Peran orang tua turut menentukan. Hadi Partovi, pendiri Code.org merupakan sosok orang tua yang berkecimpung di dunia IT dan mengalami kesulitan mengajarkan logika IT kepada anaknya namun berusaha mengajar menggunakan “bahasa” yang dapat dipahami anaknya. Paul Jobs, William H. Gates, Sr. dan lainnya adalah orang tua yang tidak memahami IT namun turut terlibat aktif belajar bersama anak-anak mereka, membantu dari segi logika berpikir dan meluangkan waktu.

Orang tua harus menyadari bahwa sarana tidak pernah akan menjadi jiwa. Dengan ikut aktif mencari cara mengajar anak di rumah kita turut menekankan bahwa IT tidak boleh mengisolasi individu dari lingkungannya. Pendidikan IT dan piranti keras tidak boleh menjadi ilah baru yang memberi batas-batas dan masa bagi manusia yang diciptakan hakekatnya lebih tinggi dari seluruh benda yang telah dan akan diciptakan oleh manusia itu sendiri.

Jika orang tua, pendidik dan pemerintah mengerti esensi dari pengajaran IT kepada anak, maka seharusnya sekolah menengah akan mampu menumbuhkan kecintaan terhadap IT dalam diri siswa. Dengan demikian, piranti keras tidak harus menjadi "respirator" di sekolah, namun lebih kepada prasarana untuk aktualisasi kecintaan siswa tersebut terhadap ilmu dan lingkungannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun