Mohon tunggu...
Melisa Angelina
Melisa Angelina Mohon Tunggu... Lainnya - Cubing never stops, neither does writing

Cuber. Writer. Dominan otak kiri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hibernasi Guru Sepanjang Pandemi, Mitos atau Fakta?

7 Januari 2022   12:01 Diperbarui: 8 Januari 2022   21:30 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali kita mendengar sindiran yang ditujukan untuk guru-guru saat pandemi, "Guru kerjanya apa sih selama pandemi? Ngajar aja nggak tuntas, tugasnya kok tak terbatas!" Mayoritas orang tua di Indonesia mengeluhkan tentang tugas daring yang diberikan oleh sekolah. 

Salah satu penyebab munculnya sindirian terhadap guru ini berkaitan dengan tingkat kerepotan orang tua, saudara, atau keluarga serumah yang ikut menjadi repot akibat tugas anak atau saudara mereka. 

Tipe tugas yang diberikan rata-rata mengarah pada pembuatan video rekaman aktivitas di rumah dan membuat proyek kecil di rumah yang berujung harus membeli bahan-bahannya sendiri. 

Bagi sebagian orang perkotaan, mungkin membeli 'perintilan-perintilan' tersebut tidak ada artinya, tinggal suruh sopir, barangnya datang. 

Atau, pembuatan video rekaman, tinggal rekam, unggah, selesai. Pernahkah guru-guru ini bersimpati kepada keluarga anak yang bisa dikategorikan pas-pasan bahkan kurang?

Merujuk dari salah satu artikel dari CNBC Indonesia berjudul "Saat 'Emak-emak' pada Protes Belajar Online Ribet!", beberapa orang tua bahkan memaksa pemerintah untuk membuka sekolah tatap muka secepatnya. 

Pusat perbelanjaan dan hiburan sudah lama dibuka, tetapi sekolah masih di rumah saja. Mengherankan memang, ditambah fakta bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih menghadapi minimnya fasilitas belajar daring menambah kemarahan 'emak-emak' tersebut. 

Kontroversi sekolah daring diperkuat dengan artikel berjudul "Survei Kemdikbud: Siswa Sulit Pahami Pelajaran saat Belajar Jarak Jauh" yang dimuat di laman news.detik.com. 

Dalam artikel disebutkan bahwa hasil survei Kemdikbud salah satunya sebanyak 40% guru hanya memberikan tugas kemudian dikumpulkan. 

Jelas saja angka yang hampir separuh populasi guru ini memancing kemarahan orang tua, menggeneralisir bahwa semua guru tidak ada kerjaannya alias hibernasi sepanjang pandemi. Apakah benar demikian?

Percayalah, selalu ada pro dan kontra dibalik semua permasalahan. Tidak semua orang tua mengeluh, pun tidak semua guru menerapkan metode beri tugas lalu kumpulkan seperti yang telah disebutkan di atas. 

Kisah nyata di sebuah SMA swasta tempat saya bekerja, ada sebuah inovasi guru yang patut diapresiasi. Sejak sebelum pandemi pun, beliau guru yang sangat peka terhadap kebutuhan sekaligus keluhan peserta didiknya. 

Saya sendiri berperan sebagai tenaga kependidikan yang bekerja membantu beliau. 

Sejak sekolah daring dikumandangkan, beliau ini selalu memikirkan cara menyampaikan ilmu-ilmu kimia secara jelas, apa pun caranya. 

Sebagai seseorang yang bekerja berdampingan dengan beliau, saya mengamati semua usahanya jatuh bangun mengambil hati peserta didiknya agar tidak menyepelekan sekolah daring. 

Tiga inovasi yang menurut saya paling berpengaruh yaitu mengadakan praktikum daring secara live, membuat tiga puluh kombinasi kode soal tiap ulangan, dan mengadakan praktikum tatap muka persiapan masuk perguruan tinggi.

Untuk poin pertama ini memiliki keunikan dari metode ajar yang banyak beredar di masyarakat maupun kursus-kursus online. 

Praktikum live memaksa peserta didik untuk berinteraksi dengan guru, dimana peserta didik wajib memberikan tanggapan terhadap apa saja yang sedang diperagakan guru, dan yang paling penting tidak bisa ditinggal tidur atau nge-game. 

Adanya interaksi antara guru dan peserta didik mampu meningkatkan pemahaman terhadap teori yang telah diajarkan di kelas biasa. 

Penugasan mandiri berupa proyek yang merepotkan orang tua menjadi berkurang. Praktikum live ini sekaligus menjadi bukti bahwa ada guru yang sangat berdedikasi dan berkomitmen dalam mengemban tanggung jawab mencerdaskan generasi muda. 

Saya tahu persis betapa melelahkannya mempersiapkan semua bahan dan fasilitas sebelum jam praktikum dimulai, istilahnya behind the scene. Pinjam kamera, tripod, meluangkan waktu belajar teknik merekam yang baik, hingga latihan sebelum perform sangat menguras tenaga. 

Tambahan, oleh karena praktikum secara live, maka guru akan menjelaskan hal yang sama berulang-ulang ke semua kelas, sama persis ketika sekolah tatap muka seperti dulu. 

Persiapan perangkat praktikum live. Sumber: dokpri.
Persiapan perangkat praktikum live. Sumber: dokpri.

Poin kedua bertujuan untuk meminimalisir aksi menyontek yang mudah sekali dilakukan saat ulangan daring. Ketika peserta didik mencoba tidak jujur, mereka akan kesulitan lantaran satu kelas tidak ada soal yang sama persis. 

Memaksakan diri mencari contekan akan menghabiskan seluruh waktu ulangan, atau jika memaksa menyalin jawaban teman secara asal, akan ketahuan dan mendapat SP (surat peringatan). 

Membuat kombinasi tiga puluh kode soal yang berbeda terdengar mudah, tetapi kenyataannya sulit sekali, terutama di bagian pembuatan kunci jawaban.

Begitu salah koreksi, maka orang tua kembali protes karena nilai anaknya jelek. Hanya guru yang berkomitmen terhadap pendidikanlah yang rela melakukan upaya seperti ini.

Poin terakhir, ditujukan untuk peserta didik kelas XII yang akan melanjutkan studi ke bidang IPA atau terkait. 

Praktikum ini benar-benar terlaksana dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya, sebab saya terlibat langsung dalam permohonan izin, merancang tata letak ruang laboratorium sesuai protokol kesehatan dan mempersiapkan semua fasilitas yang akan dipakai peserta didik. 

Tujuan kegiatan ini jelas sekali semata-mata untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik mencicipi praktikum yang sesungguhnya, sehingga pada jenjang berikutnya, mereka tidak kaget. 

Dua hari yang sangat melelahkan memang, tetapi lagi-lagi fakta ini menunjukkan bahwa masih ada guru yang berkomitmen tanpa batas saat pandemi. 

Praktikum tatap muka saat pandemi. Sumber: dokpri.
Praktikum tatap muka saat pandemi. Sumber: dokpri.

Untuk para calon guru maupun guru yang sedang berpikir keras memunculkan inovasi belajar, tidak ada salahnya mencoba menerapkan salah satu dari tiga poin yang telah dijelaskan di atas. 

Semoga ke depannya, kualitas pendidikan daring Indonesia bisa meningkat dan menekan perspektif negatif masyarakat terhadap guru. Beberapa wilayah yang sudah menerapkan sekolah luring diharapkan mampu menutup 'lubang' akibat sekolah daring.                                  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun