Selama hidup, saya pernah dua kali mengunjungi panti wreda/panti jompo. Pertama kali saat UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang saya ikuti di Kampus mengadakan bakti sosial ke panti wreda. Satu lagi saya lakukan saat mengunjungi sebuah rumah susun lansia saat sudah bekerja.
Saya tergugah untuk menulis ini, berkat tulisan Bang Meirri Alfianto berjudul Pensiun Bukan Berarti Selesai Pengabdian.Â
Pada tulisan tersebut Bang Meirri menyebutkan bahwa ayahnya mengikuti sebuah komunitas Adiyuswa yang merupakan komunitas di Gereja untuk usia diatas 50 tahun, dalam rangka  mengisi aktivitas setelah pensiun.
Saya jadi teringat bahwa para lansia di panti wreda senang ketika berkumpul dengan teman seusia mereka.
Sebelumnya jangan salah dulu, pada tulisan ini saya sama sekali tidak bermaksud untuk menginspirasi para lansia tinggal di panti wreda atau menginspirasi anak untuk membawa orangtua Anda ke panti wreda.Â
Entahlah, selama ini kesannya seperti anak durhaka jika membawa orangtua ke panti wreda. Saya hanya ingin memberi gambaran, barangkali Anda belum pernah main-main kesana.
Panti Wreda bagi Lansia yang Terpisah dari Anaknya
Baik, pertama saya akan ceritakan tentang panti wreda yang saya kunjungi saat kuliah, sekitar tahun 2008-2009. Saya akan menceritakan hal-hal yang saya ingat saja, karena sudah cukup lama. Hehe
Panti wreda yang pertama saya datangi berlokasi di Solo. Ada sekitar 40-50 an orang lansia yang tinggal di sana.
Ada yang tidak tahu anaknya ada di mana, ada yang anaknya tinggal jauh dari mereka dan ada juga yang sudah pikun jadi tidak ingat apa-apa, yang pasti sudah terpisah dengan anaknya.
Kondisi panti wreda ini bersih dan cukup nyaman meski tergolong bangunan tua. Fasilitasnya seadanya. Kalau dilihat dari kondisi fasilitas dan melihat latar belakang mereka, sepertinya ini jenis panti wreda yang tidak berbayar. Mungkin dikelola oleh sebuah yayasan atau oleh pemerintah.
Mereka tidur di sebuah ruangan besar, ada beberapa ranjang di sana. Masing-masing memiliki ranjang sendiri tentunya. Ada yang masih segar bugar, ada yang sudah sakit-sakitan dan hanya terbaring lemas.
Di sana juga memiliki satu ruang aula besar yang digunakan untuk berbagai aktivitas atau acara. Saya dan teman-teman saya dari Marching Band Universitas Sebelas Maret, datang sekitar 20-an orang dan diterima di aula. Kala itu kami datang memberi bantuan berupa uang dan beberapa kebutuhan pokok yang kami kumpulkan dari hasil bakti sosial.
Mereka tampak bahagia akan kedatangan kami. Juga sangat semangat bercerita masa lalu. Bercerita zaman penjajahan juga menunjukkan fasihnya dalam berbicara dengan bahasa Belanda. Ada pula yang menangis haru karena teringat anak-anak mereka.
Di panti wreda tersebut, mereka memiliki beberapa kegiatan sebagai hiburan, yang akan dilakukan di aula. Ada senam juga untuk menjaga kebugaran tubuh.
Beberapa dari mereka mengakui bahagia saja tinggal disana karena banyak temannya.
Pengelola mengeluhkan jumlah tenaga perawat. Karena orang tua ini ada yang sakit atau sudah pikun dan membutuhkan perawatan ekstra.
Yang saya simpulkan dari pertemuan dan pengamatan saya saat itu adalah mereka hidup secara normal, memiliki teman yang sebaya, serta ada yang merawat.Â
Ini tentunya kondisi yang jauh lebih baik daripada hidup sendirian dan tanpa pengawasan, mengingat mereka sudah terpisah dari anak-anaknya.
Panti Wreda Premium
Panti Wreda yang kedua saya kunjungi adalah pada tahun 2018. Panti Wreda ini  berbentuk rumah susun dan terletak di Cibubur. Rumah susun yang dibangun untuk lansia ini bertingkat 3 dan didalamnya ada 90 unit kamar.Â
Tidak perlu khawatir, di panti wreda itu tersedia lift dan tersedia pula jalan lereng yang memungkinkan untuk kursi roda naik turun dengan nyaman.
Ada besi sebagai pegangan tangan (hand rail) di sepanjang lorong dan jalan disana.
Setiap lansia tinggal di satu kamar pribadi yang dilengkapi kamar mandi dengan fasilitas yang sudah disesuaikan untuk lansia. Kamarnya pun nyaman, ada pendingin ruangan, ranjang spring bed dan sofa kecil disetiap kamar.
Di setiap lantai juga disediakan tempat berkumpul dengan disertai televisi sebagai hiburan. Serta ada pula aula serba guna.
Ya, Anda pasti bisa menebak. Ini panti wreda yang berbayar yang dikelola oleh sebuah yayasan. Biayanya mulai Rp 4 jutaan.
Menemui para lansia di panti wreda ini sungguh berbeda auranya. Mereka tampil necis, meski sudah usia senja namun tetap terlihat cantik dan tampan, kalem, sopan dan ya begitulah.. intinya aura orang kaya.
Di panti wreda mereka mengaku merasa senang karena memiliki banyak teman, banyak aktivitas, dan tidak merasa sendiri. Di sana juga ada banyak tenaga perawat yang bukan hanya merawat tetapi juga menjadi teman dan menghibur mereka.
Saya menghabiskan waktu cukup lama di sini. Karena mereka tampak asyik sekali bercerita panjang lebar. Tentang pekerjaan di masa lalu, tentang anak-anak dan cucu mereka dan berbagai aktivitas di panti. Tidak tega saya memotongnya.
Mereka juga menceritakan bahwa mereka lebih senang tinggal di panti. Anak-anak mereka rata-rata tinggal jauh dari mereka atau sibuk bekerja dari pagi hingga malam.Â
Begitupula dengan cucu yang sibuk sekolah dan les. Sehingga mereka sering merasa kesepian di rumah. Meskipun ada perawat di rumah, tetap saja tidak ada teman bicara. Makanya memilih tinggal di panti wreda.
Anak dan cucu mereka akan secara berkala mengunjungi mereka, untuk melepas kerinduan.Â
(Baca juga: Mau Pensiun? Jangan Lupa Kembalikan Rumah Dinas)
Saya tak tahu bagaimana cerita detilnya hingga terpikir tinggal di panti wreda, juga tidak berani menanyakan. Tapi terus terang saya heran. Sama seperti kebanyakan orang saya berpikir "Kok tega membawa orangtua ke panti wreda."
Tapi sebaiknya kita tidak lantas menghakimi ya. Karena ternyata pada kunjungan saya kesana, tidak ada satu pun saya mendengar mereka mengeluhkan tinggal di sana. Juga tidak tampak ada kebencian merasa ditinggalkan oleh anak.
Bagaimana menurut pendapat Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H