Aku terpana menatap layar kaca
Banyak duri tajam serta liku di dalamnya
Aku tak pernah sadar aku sudah masuk di dalamnya
Yang aku tahu hanyalah kini aku sudah terluka
Satu-satu rambutku mulai rontok
Tak ada orang peduli bahkan ia yang berada tepat di sisi kananku
Mati rasanya hati melihat dunia
Terkaman penyesalan keras menembus relung dada
Saat jatuh ada saja sendi-sendi yang patah
Tepat jua persendian hatiku yang harusnya bisa mudah untuk membuka dan menutup pintu lapang dada
Mereka hanya tahu aku bahagia
Rangkul? Atau bunuh aku saja sekalian
Biar kalian juga hanya tahu aku berakhir dalam keadaan bahagia
Atau tak jarang sikat habis juga nama-nama baikku
Sekaligus luka kalau bisa
Biar aku juga tinggal dengan kenangan tak pernah terluka
Jarah semua duniaku
Rangkul? atau bunuh aku sekalian
Tak jarang mereka menertawakan kejatuhanku
Buat pengakuan dalam gurauan
Rangkul? atau bunuh aku sekalian
Aku menceritakan gamblang setiap titik dalam diri
tetap saja masih iri
padahal sudah jelas banyak sakit hati
dikira aku bahagia sepanjang hari
rangkul? atau bunuh aku sekalian
matikan aku dalam keadaan penuh tanda tanya
sebenarnya siapa yang layak habis?
aku atau takdir?
Rangkul aku, 21 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H