Mohon tunggu...
Melinda Silvia
Melinda Silvia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mc

membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Toleransi antar Agama pada Zaman Kerajaan Majapahit

24 November 2024   18:36 Diperbarui: 24 November 2024   18:43 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Kerajaan Majapahit, berdiri sekitar abad ke-13 hingga ke-16, dan mencapai puncak kejayaannya dibawah pemerintahan Hayam Wuruk. Majapahit dikenal sebagai salah satu kerajaan dengan tingkat toleransi beragama yang tinggi di Nusantara. Majapahit menunjukkan integrasi yang kuat antara berbagai kepercayaan, termasuk Hindu, Buddha, dan Islam. 

Pendahuluan

Agama Siwa-Buddha merupakan kombinasi dari ajaran Hindu dan Buddha, yang menjadi ciri khas kerajaan Majapahit. Konsep ini tidak hanya mencerminkan toleransi antaragama tetapi juga menunjukkan integrasi sosial yang kuat di antara masyarakat Majapahit. Dalam praktiknya, ajaran Siwa-Buddha menggabungkan elemen-elemen dari kedua tradisi, dan menciptakan satu sistem kepercayaan yang unik. 

Toleransi Agama di Majapahit

A. Majapahit merupakan kerajaan yang menganut dua agama resmi, yaitu Hindu Siwa dan Buddha. Meskipun demikian, masyarakatnya juga mencakup penganut Islam dan kepercayaan lokal seperti animisme atau Kejawen. Hal ini menunjukkan adanya keragaman keyakinan di kalangan penduduknya. 

B. Kerajaan memberikan pengakuan dan kesempatan bagi tokoh-tokoh dari berbagai agama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Ini menciptakan suasana saling menghormati antar pemeluk agama. Misalnya, Hayam Wuruk yang menganut Hindu Siwassidharta hidup berdampingan dengan ibunya, Tribhuana Tunggadewi, yang menganut Buddha. Ini adalah contoh konkret dari toleransi antaragama dalam lingkungan kerajaan.

C. Salah satu karya penting yang mencerminkan nilai-nilai toleransi di Majapahit adalah "Sutasoma" yang ditulis oleh Empu Tantular. Dalam karya ini terdapat semboyan "Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua," yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran yang kedua." Semboyan ini menjadi dasar bagi kerukunan antar umat beragama di kerajaan tersebut. 

D. Bukti-bukti arkeologis juga mendukung adanya toleransi beragama di Majapahit. Penemuan candi-candi yang memiliki dua atau lebih sifat keagamaan menunjukkan integrasi sosial dan toleransi dalam bidang agama. Candi-candi ini tidak hanya diperuntukkan bagi pemeluk Hindu atau Buddha, tetapi juga bagi umat Islam yang mulai hadir di wilayah tersebut.

Bukti Arkeologis Kehadiran Islam di Majapahit

Bukti arkeologis tentang kehadiran agama Islam di Majapahit menunjukkan adanya interaksi antara budaya Islam dan Hindu-Buddha yang dominan pada masa itu. Berikut beberapa temuan penting yang menunjukkan keberadaan Islam di Majapahit: 

1. Salah satu bukti adalah kompleks pemakaman Tralaya di Troloyo, Mojokerto, yang diperkirakan ada sejak tahun 1376. Makam ini terletak dekat pusat ibukota Majapahit, Trowulan, dan menunjukkan bahwa Muslim sudah ada di kalangan keluarga kerajaan dan pejabat tinggi Majapahit. Nisan-nisan di Tralaya menggunakan angka tahun Saka dan Jawa Kuno, menunjukkan bahwa yang dikuburkan adalah Muslim Jawa, bukan pendatang dari luar Jawa.

2. Penemuan koin emas yang bertuliskan "La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah" juga menjadi bukti. Meskipun belum dipastikan apakah koin ini digunakan sebagai alat pembayaran resmi, keberadaannya menegaskan bahwa Islam telah memiliki pengaruh yang signifikan di wilayah tersebut pada masa Majapahit.

3. Terdapat catatan sejarah mengenai tokoh-tokoh Muslim yang berpengaruh di Majapahit, seperti Raja Brawijaya V yang menikahi seorang Muslimah asal Champa, serta Aria Lembu Sura, seorang penguasa Surabaya yang juga beragama Islam. Ini menunjukkan bahwa meskipun Islam belum dianut secara luas oleh masyarakat umum, beberapa anggota keluarga kerajaan sudah memeluk agama Islam. 

4. Makam Fatimah binti Maimun, yang ditemukan di Gresik dan berasal dari tahun 1082 M, merupakan salah satu bukti awal masuknya Islam ke Jawa. Selain itu, makam Malik Ibrahim dari Kasyan juga ditemukan di Gresik, menandakan adanya Muslim sejak abad ke-11.

Kesimpulan 

Secara keseluruhan, hubungan antara agama Hindu, Buddha, dan Islam di Majapahit adalah contoh nyata dari toleransi dan integrasi antaragama. Ketiga agama ini tidak hanya berkontribusi pada kehidupan spiritual masyarakat tetapi juga membentuk struktur pemerintahan dan budaya yang kaya di Nusantara.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun