PENDIDIKAN DAN GENERASI Z
Seiring berlalunya waktu, generasi baru  lahir ke dunia. Ada yang bilang generasi  sekarang manja dan ingin segala sesuatunya serba instan dan hanya menginginkan kenyamanan. Saya yakin semua orang yang membaca ini pernah membandingkan dirinya dengan generasi sebelumnya, terutama orang tua kita sendiri. Generasi Z atau Generasi Z adalah generasi yang lahir  antara tahun 1995 hingga 2010. Artinya, Gen Z saat ini duduk di bangku cadangan dengan usia antara 13 hingga 28 tahun. Ada yang sudah bersekolah, ada yang sudah kuliah, ada yang sudah bekerja, atau ada pula yang  baru menikah.
Ciri-ciri Generasi Z Mengapa disebut Generasi Z?
Generasi ini lebih paham teknologi dan kreatif, lebih menerima perbedaan di sekitar kita, lebih peduli terhadap isu-isu sosial, dan senang mengekspresikan diri baik di dunia maya maupun kehidupan nyata.
- Kemampuan teknis Kata kerennya adalah "cerdas secara teknis".
- Gen Z tumbuh di era kemajuan teknologi yang pesat.  Internet, media sosial, aplikasi pemesanan makanan, aplikasi transportasi, aplikasi kencan online, dll. Faktanya, Gen Z di Indonesia menempati posisi teratas dalam hal menghabiskan waktu paling banyak  untuk berselancar di internet.  Rata-rata, sekitar 7 hingga 13 jam sehari.
- Kreatif
- Cobalah dan tanyakan pada orang tua dan kakek nenekmu. Mimpi apa yang kamu alami di masa lalu? Jawabannya mungkin tidak jauh berbeda jika Anda seorang dokter, pegawai negeri, pilot, atau arsitek. Nah, berkat adanya internet, generasi kita bisa menghasilkan uang dengan lebih kreatif, terutama di industri kreatif. Misalnya, Anda bisa menjadi pembuat konten, podcaster, vlogger, atau bahkan memulai startup Anda sendiri.
- Merangkul Perbedaan
- Ciri Generasi Z selanjutnya adalah kemampuan menerima perbedaan yang ada di sekitar. agama, suku, ras, adat istiadat, dan sebagainya. Terbukanya akses terhadap informasi memudahkan generasi kita  untuk mempelajari dan memahami sebab dan akibat dari perbedaan yang muncul. Gen Z juga tidak memiliki masalah dalam bertemu kelompok yang berbeda dari dirinya. Kata anak-anak di Jakarta Selatan, itu namanya keterbukaan pikiran.
- Kasih Sayang pada Sesama "Hai Twitter, lakukan keajaibanmu" Kita sering berbaring sambil scrolling, tapi bukan berarti Gen Z cuek.  Bahkan, merekalah yang paling cepat  menyebarkan informasi dan mencari solusi.  Misalnya  ada seorang lelaki tua yang berjualan kue di stasiun. Generasi Z bisa mengumpulkan donasi hanya dengan mengunggah foto kakeknya ke media sosial. Hal ini sejalan dengan julukan "The Communaholic", yaitu tentang berinteraksi dengan komunitas dan teknologi untuk memberi manfaat bagi komunitas di sekitar Anda.
- Happy to Express Gen Z juga dikenal sebagai "ID Tidak Terdefinisi".
- Mereka suka mengekspresikan diri untuk menemukan identitas mereka. Misalnya saja para remaja Jabodetabek yang mengikuti pagelaran CityM Fashion Week  untuk memamerkan gaya busananya. Selain itu, Gen Z juga ingin membangun mereknya di media sosial. Beberapa orang suka menikmati OOTD, berolahraga, dan mencoba makanan dari setiap sudut dan celah. Semua diabadikan melalui Tiktok, YouTube, dan Instagram Stories.
 Kekurangan Generasi Z
- FOMO
- Kekurangan Gen Z yang pertama adalah FOMO atau takut ketinggalan. Untuk memahaminya lebih baik, baca artikel saya sebelumnya yang menjelaskan FOMO. Generasi Z sudah terkenal.
- Kecemasan dan Tingkat Stres  Tinggi Menurut studi yang dilakukan oleh American Psychological Association, stres pada Gen Z didorong oleh pandemi, ketidakpastian mengenai masa depan, berita buruk di dunia maya, dan media sosial.
- Gen Z memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap kehidupan pribadinya. Oleh karena itu, stres muncul ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana. Tidak dapat disangkal bahwa media sosial telah menciptakan standar dalam banyak hal. Kapan waktu yang tepat untuk lulus, bekerja, menikah, dan mempunyai anak? Hal inilah yang  menjadi sumber kekhawatiran bagi mereka yang berhalangan hadir.
- Mudah mengeluh dan tegas Gen Z memiliki kemampuan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, namun kenyataannya mereka terlalu cepat menyerap informasi dan mencocokkannya dengan emosinya sendiri.
- Memberi label pada diri sendiri sebagai pengidap gangguan bipolar, membatasi interaksi sosial karena introvert, dan sebagainya. Â Generasi Z melihat hal ini sebagai hambatan untuk maju.
Generasi Z disebut juga dengan generasi strawberry karena sifatnya yang manja dan mudah stres. Cara Menjadi Gen Z yang Lebih Baik Kita telah membicarakan tentang ciri-ciri dan kekurangan Gen Z.
Menurut British Council, keterampilan dasar pengajaran abad 21 yang harus dikuasai oleh seorang guru dalam menghadapi Generasi Z meliputi enam bagian yaitu :
Berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah
Komunikasi dan kolaborasi
Kreatif dan imajinatif
Kewarganegaraan digital
Literasi digital
Kepemimpinan siswa dan pengembangan diri.
Dalam kaitannya dengan hal-hal tersebut di atas, seorang guru abad 21 harus mampu menghadirkan pembelajaran yang interaktif serta membuka wawasan peserta didik dalam memberdayakan informasi dan komunikasi sebagai sumber media yang digunakan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Di samping itu seorang guru abad 21 juga harus mampu membelajarkan peserta didik dalam belajar bagaimana menyelesaikan masalah yang sukar, melatih mengambil kesimpulan secara ilmiah dan mengarahkan peserta didik untuk mampu membuat keputusan yang efektif dalam proses pembelajaran.
Dengan memiliki enam keterampilan dasar pengajaran di atas, harapannya adalah dapat terwujudnya kondisi yang kondusif dan bersahabat antara guru dan peserta didik selaku Generasi Z di tengah perubahan yang sangat cepat dalam bidang teknologi dan informasi.
Peserta didik saat ini juga lebih antusias dalam menggunakan teknologi digital untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dalam jarak jauh, sehingga peranan seorang Guru dalam hal ini harus mampu memfasilitasi dalam konteks pembelajaran. Lebih dalam lagi peranan Guru tersebut mampu memfasilitasi peserta didik dalam menampilkan hasil kreativitas dan inovasi mereka dalam bidang teknologi khususnya. Dalam hal ini peserta didik tidak selalu jadi pihak yang mengkonsumsi teknologi namun mereka mampu menghasilkan karya yang orisinil, dengan dukungan dari guru sebagai pendidik sehingga peserta didik dapat mengekspresikan karyanya.
Peran guru tidak hanya sampai di situ saja, seorang guru juga harus mampu menjadi mitra bagi peserta didik dalam hal penggunaan teknologi informasi khususnya, hal ini perlu dilakukan agar peserta didik dapat dengan bijak dan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi informasi serta menunjukkan sikap yang baik ketika menggunakan teknologi informasi.
Sudah menjadi tanggung jawab Guru untuk memberikan bimbingan baik secara moral maupun emosional sehingga peserta didik menjadi cerdas dalam mengelola informasi digital mulai dari menemukan sampai menggunakannya sesuai kebutuhan secara etis dan penuh tanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H