Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Biobattery", Baterai Ramah Lingkungan dari Bakteri

28 Juni 2022   14:40 Diperbarui: 1 Juli 2022   17:31 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biobattery (J. Nano Energy/Mohammadifar et al. 2020)

Berkembangnya teknologi mendorong manusia untuk terus mengembangkan sustainable technology dan menggunakan sustainable energy--energi organik, yang aman, ramah lingkungan, dan tidak terhabiskan.

Saat ini ada 5 sumber utama dari energi terbarukan, yaitu:

  • tenaga surya
  • tenaga air,
  • tenaga angin,
  • panas bumi,
  • energi biomassa (hasil organik dari tumbuhan dan hewan, seperti ethanol)

Terlepas dari itu, penelitian-penelitian terus dilakukan untuk menemukan sumber energi baru. Salah satunya adalah energi dari bakteri.


Belum lama ini dikabarkan bahwa Professor Choi Seokheun, seorang Professor dari Departmen Teknik Elektro dan Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Pengetahuan Terapan Thomas J. Watson di Universitas Binghamton, telah berhasil memperpanjang umur biobattery (baterai dari bakteri) hingga berminggu-minggu lamanya.

Kalian mungkin berpikir, sungguh tidak terbayang, bagaimana mahluk mikroskopik dapat digunakan sebagai sumber energi listrik?

Pada dasarnya biobattery ini adalah baterai yang memperoleh energi listrik dari gula dengan bantuan enzim yang berasal dari bakteri, seperti halnya mahluk hidup mengubah gula menjadi energi.

Kisah tak terlupakan tentang Biobattery

Sekilas cerita, penemuan ini mengingatkan saya kembali pada tugas kelompok kami beberapa tahun lalu. 

Sebagai mahasiswa bioteknologi, kami mendapatkan tugas dari matakuliah bahasa Inggris untuk membuat sebuah promosi produk berteknologi tinggi berbasis bioteknologi. 

Kelompok kami memutuskan untuk mengembangkan produk kekinian yang paling dibutuhkan oleh mahasiswa/i, yaitu laptop.

Kami mengusung konsep laptop yang tidak perlu dicharge. 

Karena laptop kami menggunakan biobattery, baterainya yang terbuat dari gula, kemudian ada bakteri yang mengubah gula tersebut menjadi energi listrik. 

Laptop tersebut kami namakan "Laptop Pikachu", karena bisa menghasilkan listrik untuk dirinya sendiri. 

Selain itu, kami menambahkan kalau pada bagian belakang layar laptop terdapat ruang untuk menampung para bakteri yang dapat menghasilkan cahaya. Sehingga ketika para bakteri tersebut mencerna gula, maka laptop akan bercahaya kelap-kelip, layaknya dibubuhi glitter.

Bioluminescence, cahaya yang dihasilkan oleh bakteri yang memproduksi enzim luciferase, seperti kunang-kunang (Scitechdaily.com)
Bioluminescence, cahaya yang dihasilkan oleh bakteri yang memproduksi enzim luciferase, seperti kunang-kunang (Scitechdaily.com)

Kami terinspirasi dari fenomena "Glowing Sea Shore" yang pernah terjadi di California. 

Umumnya, bakteri yang bisa menghasilkan cahaya layaknya kunang-kunang ini ditemukan di laut dalam, sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya. 

Glowing Sea Shore, California (Steemit.com)
Glowing Sea Shore, California (Steemit.com)


Bakteri yang menyala akan menarik perhatian dan dimakan oleh zooplankton. Meskipun demikian, zooplankton tidak dapat mencerna bakteri ini, dan zooplankton kemudian akan dimakan oleh ikan yang menjadi tujuan utama para bakteri penghasil cahaya.

Nah, karena sumber energi listrik "Laptop Pikachu" ini dihasilkan bakteri, maka kami menjual laptop ini dengan 2 set baterai yang masing-masingnya dapat bertahan hingga 1 tahun.

Kalau diingat-ingat, kami sungguh naif kala itu. Kami bercanda mengenai berapa berat laptop ini karena menggunakan baterai yang terbuat dari gula. 

Bayangkan seberapa banyak gula yang kita perlukan. Entah dalam bentuk gula pasir maupun gula cair, "Baterainya pasti berat banget, siapa yang mau pake? Bukan laptop ini namanya..." Begitulah pikir kami sambil tertawa. 

Tapi karena ini hanya konsep saja, kami mengklaim beratnya hanya 1,5kg. Wah, enteng juga ya... hahaha...

Saya ingin menampilkan gambar laptop dari tugas ini, namun sayangnya sudah terhapus dari memori laptop. Kurang lebih ilustrasinya seperti ini deh (gambar dari tugas lebih keren dengan efek petir-petir).

Ilustrasi Laptop Pikachu (Redbubble.com/anitabellajantz).
Ilustrasi Laptop Pikachu (Redbubble.com/anitabellajantz).

Kembali topik biobattery...

Kronologi berkembangnya Biobattery

Sebenarnya ide biobattery ini sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Mulanya, ide ini diperoleh dari penemuan Professor M.C. Potter dari Universitas Durham di tahun 1911, di mana ragi Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan listrik dari hasil metabolisme gula.

Pada tahun 1931, Barnett Cohen menciptakan half biobattery atau half microbial fuel cell, di mana hanya 50% dari energi baterai yang berasal dari bakteri. Baterai yang diciptakan oleh Barnett Cohen ini mampu menghasilkan tegangan 35 volt dengan arus 2 miliampere.

Setelah itu, penelitian-penelitian untuk mengembangkan biobattery terus dilakukan. Namun, hingga tahun 1970, konsep mengenai cara kerja biobattery ini masih sulit dipahami. Hingga akhirnya penemuan H. Peter Bennetto menghasilkan terobosan mengenai bagaimana cara kerja dari biobattery ini.


Pada Mei 2007, Universitas Queensland, Australia menyelesaikan sebuah prototype biobattery yang mampu mengubah limbah cair mejadi air jernih, serta menghasilkan listrik dan karbondioksida.


Dan di bulan Agustus di tahun yang sama, perusahaan elektronik Sony mengumumkan bahwa mereka akan mengembangkan biobattery, membuat biobattery sempat menjadi topik pembicaraan yang hangat.

Namun, yang menjadi masalah utama dari baterai ini adalah umur baterai yang cukup singkat, terbatas pada beberapa jam saja.

Baterai dari bakteri ini belum mampu untuk menggantikan baterai lithium yang ada pada smartphone masa kini.

Prinsip Kerja Biobattery

Biobattery atau dikenal sebagai Microbial Fuel Cell (MFC) bekerja dengan memanfaatkan metabolisme bakteri untuk mencerna bahan organik, seperti gula, menghasilkan energi dan melepaskan ion elektron dan proton (menghasilkan energi listrik).

Ada 2 cara bagi bakteri untuk menghasilkan listrik dalam biobattery atau MFC:

1. Dengan mediator

Secara konvensional, sel baterai terbagi menjadi 2 ruang, yaitu ruang anoda dan katoda, yang dipisahkan oleh membran. 

Ilustrasi biobattery dengan mediator. Bakteri berada pada ruang anoda (ncbe.reading.ac.uk).
Ilustrasi biobattery dengan mediator. Bakteri berada pada ruang anoda (ncbe.reading.ac.uk).
Umumnya, bakteri atau bisa juga sel ragi berada di ruangan anoda, melakukan fermentasi. Fermentasi akan mengubah gula dan meghasilkan karbondioksida. Selain itu, bakteri juga melepaskan ion elektron. Kemudian, elektron akan berpindah dari ruang anoda menuju ruang katoda melalui mediator karena perbedaan potensial listrik--ruang anoda yang kelebihan elektron akan menyumbang ruang katoda yang kekurangan elektron.

Di ruang katoda, terdapat senyawa kimia Polialumunium Chloride (PAC) yang menerima elektron untuk menghasilkan energi listrik.

2. Tanpa mediator

Beberapa bakteri dapat mentransfer elektronnya secara langsung tanpa perantara, seperti pada proses fotosintesis. Mikroorganisme ini disebut 'electricigens'. Contohnya adalah bakteri Shewanella putrefaciens. Prosesnya terjadi seperti gambar berikut.

Ilustrasi transfer elektron secara langsung di lingkungan oleh 'electricigens' (ncbe.reading.ac.uk).
Ilustrasi transfer elektron secara langsung di lingkungan oleh 'electricigens' (ncbe.reading.ac.uk).

Biobattery yang dihasilkan dengan metode tanpa mediator ini memiliki keunggulan lebih murah, karena tidak memerlukan mediator. Selain itu, biobattery akan berumur lebih panjang, karena menghilangkan faktor kerusakan mediator.

Temuan Choi Seokheun

Professor Choi Seokheun dan timnya sedang mengembangkan biobattery yang berumur panjang dan dapat digunakan langsung secara plug-and-play.

Sebelumnya di tahun 2020, Professor Choi dan timnya telah membuat biobattery yang memperoleh sumber listriknya dari interaksi 2 jenis bakteri yang diletakkan pada ruangan terpisah.

Namun, pada penelitian terbarunya, Professor Choi dan timnya membuat biobattery memanfaatkan interaksi 3 jenis bakteri yang diletakkan di ruangan terpisah, yang berbentuk vertikal:

  1. Bakteri fotosintesis pada ruangan paling atas, akan menghasilkan zat organik.
  2. Zat organik digunakan sebagai makanan oleh bakteri di ruang tengah dan paling bawah.
  3. Bakteri di ruangan tengah berfungsi sebagai mediator, membantu penghantaran elektron.
  4. Bakteri di ruangan paling bawah merupakan bakteri penghasil listrik.

Adanya interaksi dari 3 jenis bakteri ini dapat memperpanjang umur biobattery, sehingga baterai dapat digunakan untuk menjalankan jaringan sensor nirkabel selama beberapa minggu.

***

Sumber: [1], [2], [3], [4], [5], [6], [7]

Mohammadifar M, Tahernia M, Choi S. 2020. A miniaturized, self-sustaining, and integrable bio-solar power system. J. Nano Energy. 72 (2020). https://doi.org/10.1016/j.nanoen.2020.104668 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun