Mohon tunggu...
Melina
Melina Mohon Tunggu... Lainnya - Teknisi Pangan

Menulis untuk sharing, karena sharing is caring.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika "Writing Anxiety" Melanda

25 Juni 2022   06:00 Diperbarui: 25 Juni 2022   06:37 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersainglah bukan dengan orang lain, tapi diri kita sendiri untuk menjadi diri kita yang lebih baik (Twitter/liva_jan_).

Ternyata saya telah menulis di Kompasiana selama kurang lebih 5 bulan, anggap saja begitu, walau baru rutin mengunggah beberapa bulan terakhir.

Banyak hal yang saya bisa petik dan pelajari. Menulis itu menyenangkan. Banyak ide dan hal-hal yang saya ingin tulis, misalnya (spoiler sedikit):

  • tulisan humor: Dilarang sebut kata "PISANG"!
  • menulis seputar hewan peliharaan, sharing pengalaman saja
  • judul: Payung Kuning, "Ngeri-ngeri Sedap", ini sudah ada di kepala, bisa tebak ini tulisan tentang apa?
  • Aksi menyelamatkan bumi dengan rambut, eh?! Berhubung rambut saya sering rontok ceritanya..
  • dan lain-lain deh

Hanya saja ada satu hal yang menghalangi, "A N X I E T Y". "KECEMASAN".

Mungkin ini adalah problem dan jawaban kenapa orang itu sulit untuk sukses.

Dalam bio, saya menulis "Kesuksesan pasti bermula dari suatu permulaan. Berani memulai, baru akan menemukan kesuksesan." Sebenarnya quotes ini dipasang untuk menyemangati diri saya sendiri. Supaya lebih rajin dan disiplin lagi dalam menulis.

Kalau menulis dan dibaca pasti kita akan merasa senang, bukan? 

Jelas senanglah! Apalagi kalau mendapat komentar apresiasi, senang banget! 

Tapi kalau sudah menulis dan sepi.. munculah pikiran-pikiran, "kenapa ya kali ini sepi pembaca?", "apakah tulisanku kurang berkualitas?", "tulisan seperti apa yang banyak dibaca orang?", "apa yang harus ditulis?"

Apresiasi jadi adiksi, tapi sayangnya toksik

Ini adalah pikiran yang mematahkan kepercayaan diri, membuat ragu akan kompetensi diri sendiri.

Ketika kepalamu dipenuhi pikiran-pikiran seperti ini. Jujur saja, menulis setiap hari jadi terasa berat dan tidak lagi menyenangkan.

Yah, tapi apa mau dikata, namanya juga manusia. Pikiran seperti ini bisa lepas kendali.

Sungguh, saya salut dengan penulis yang setiap hari menulis, seperti Pak Irwan Rinaldi Sikumbang, Opa Tjipta, Oma Rose, Pak Bambang Syairudin, Pak HIM, dan rekan Kompasiana lain yang tidak tersebut.

Ya sudahlah, kalau kata orang, "mending kamu berhenti menulis sejenak."

Tapi berhenti bukanlah pilihan

Saya merasakan sendiri, karena berhenti menulis tidak mengatasi "writing anxiety" yang ada malah timbul masalah baru, bernama "writer block".

Kalau berhenti menulis, nantinya akan malas memulai kembali. Ide-ide yang sudah ada pun hilang. 

Inspirasi hilang, maka terjadilah "writer block."

Ketika mau memulai kembali pikiran yang tidak hilang itu pun kembali muncul.

Setiap kali menulis, pasti akan terngiang, "apakah yang kamu tulis kali ini cukup bagus?", "apakah yang kamu tulis mendapat banyak pembaca?"

Melihat angka statistika, menghancurkan hati. Tapi di sini kita menulis, dengan siapa kita bersaing? Dengan semua yang ada di internet. 

Pembaca itu tidak peduli. Mereka membaca apa yang mereka mau baca saja. Sebagai pembaca, saya pun demikian. Tapi sebagai penulis, tentu saja, saya sangat ingin tulisan saya dibaca.

Tulisan kita di internet, bagaikan suara detik jam yang tenggelam dan hanya terdengar di keheningan. Sudah bersyukur ada komunitas Kompasiana, sehingga tulisan saya bisa terbaca.

Para pakar boleh saja berkata, ya itu semua tergantung motif menulisnya. Idealnya memang menulis itu hobi dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Tapi, apa benar ada yang benar-benar seperti itu? Mungkin ada, tapi hanya sekian persen saja.

Jadi, yang bisa saya lakukan hanya menulis.

Memaksa diri menulis.

Menulis dengan positif walaupun itu adalah kebohongan.

Menulis sebagai latihan.

Menulis untuk mencintai diri sendiri. 

Kalau diri ini tidak bisa mencintai diri sendiri, apalagi orang lain?

Kemudian, saya berselancar di internet, mencari INSPIRASI.

Dan saya menemukan tulisan-tulisan ini. Sesuatu yang sederhana. Sesuatu yang kita ketahui, tapi perlu untuk diingatkan dan dilihat kembali.

Ekspektasi vs kenyataan menulis setiap hari (Twitter/saraharnoldhall).
Ekspektasi vs kenyataan menulis setiap hari (Twitter/saraharnoldhall).

Konsistensi tidak akan mengkhianati kita

Konsistensi akan membuahkan hasil (Twitter/ash_lmb).
Konsistensi akan membuahkan hasil (Twitter/ash_lmb).

Permulaan selalu berat, tapi beban akan berkurang dengan sendirinya setelah dijalani

Inilah yang disebut PROSES (Twitter/AlexMaeseJ).
Inilah yang disebut PROSES (Twitter/AlexMaeseJ).

Jangan bandingkan diri kita dengan orang lain! Ukurlah perkembangan kita dengan diri kita di masa lalu!

Bersaing dengan diri sendiri untuk menjadi diri kita yang lebih baik.

Bersainglah bukan dengan orang lain, tapi diri kita sendiri untuk menjadi diri kita yang lebih baik (Twitter/liva_jan_).
Bersainglah bukan dengan orang lain, tapi diri kita sendiri untuk menjadi diri kita yang lebih baik (Twitter/liva_jan_).

Tulisan-tulisan ini sungguh menyentuh.

Kita tidak boleh patah semangat!

Kehidupan itu bagaikan perjalanan. Panjang dan berliku. Begitu juga menulis.

Kita menulis meninggalkan jejak dan tanda.

Demi mencari uang atau sekedar kepuasan pribadi, semuanya sah. Tidak ada salah atau benar.

Yang salah kalau melanggar hak cipta orang lain.

Di akhir cerita, tulisan ini bukan berniat menggurui. Ini adalah yang saya rasakan, bahwa "writing anxiety" membunuh kreativitas dan produktivitas.

Tidak ada kerajaan yang jadi dalam satu malam. Itu hanya terjadi di cerita dan itupun kerja dari jin.

Yang perlu kita genggam erat, "Konsistensi dan kerja keras tidak pernah mengkhianati."

Jangan termakan tips dan trik untuk populer dalam sekejap. Bukan berarti mereka bohong dan tips mereka tidak boleh dicoba. Tapi, saya rasa faktor keberuntungan juga diperlukan dalam hal ini.

Dan bagi kalian yang merasa sulit untuk bangkit, maka bicaralah... agar suaramu terdengar. 

Selain mengurangi beban pikiran, bertukar pikiran juga bisa membangkitkan inspirasi. Mungkin ini hal yang kita perlukan.

***

Salam hangat.

(24.06.2022 - Melina)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun