Wah, bagaimana rasanya ya?Â
Saya sendiri sebagai pecinta mi rasanya sulit untuk tidak makan mi selama seminggu penuh, apalagi kalau harus tidak makan mi selama 30 hari, tidak dapat dibayangkan. Baca juga artikel: "Good Noodle" Surganya Para Pecinta Mi Instan
Bahkan dulu teman SMP saya mengkonsumi mi instan setiap hari di jam makan siang. Sampai ada teman saya yang lain menasehati dia, kalau mi yang dimakan setiap hari tersebut dapat menempel di usus dan mempercepat pembusukan usus.
Apa benar sebegitu burukkahnya mi? Apa yang terjadi jika kita tidak makan mi selama 30 hari? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita membahas sedikit mengenai mi yang dimaksud, bahan, dan proses pembuatannya.
Dalam konteks ini, mi yang saya maksud adalah mi instan. Meskipun mi instan sering dikonsumsi sebagai pengganti nasi dalam kehidupan sehari-hari, mi instan ini digolongkan sebagai "junk food" oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Mi instan diklaim tidak menyehatkan karena mengandung karbohidrat, lemak, dan garam yang tinggi, namun rendah protein, vitamin, dan mineral.Â
Kalau kalian cek di bagian belakang bungkus mi instan, kalian pasti menemui komposisi mi instan, terbuat dari bahan-bahan seperti tepung terigu, minyak nabati, tepung tapioka, dan garam. Sedangkan, untuk bumbu mi instan itu sendiri terbuat dari gula, garam, dan penguat rasa mononatrium glutamat (MSG).Â
Lalu pembuatan mi instan sendiri melalui proses penggorengan deep frying yang bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga mi instan menjadi tahan lama.
Jadi, bagaimana mi instan mempengaruhi kesehatan kita?
1. Gluten
Faktanya, tepung terigu yang merupakan bahan dasar pembuatan mi instan ini mengandung gluten. Gluten tersusun atas 2 protein, yaitu gliadin dan glutein. Protein glutein inilah yang menyebabkan mi menjadi kenyal.
Gluten selain dapat menimbulkan reaksi alergi, dapat menyebabkan gangguan kekebalan tubuh dan malnutrisi pada kelompok orang pengidap penyakit Celiac.
Pada penderita penyakit Celiac, protein gliadin pada gluten memicu reaksi imun dalam tubuh sehingga timbul peradangan. Reaksi ini merusak lapisan usus kecil, sehingga penyerapan nutrisi jadi terganggu. Cirinya adalah diare, kembung, buang gas, kurang darah. Tapi beberapa penderita juga tidak menunjukkan gejala.
2. Garam
Garam dalam sebungkus mi instan dapat mencapai 2400 mg, dimana sudah melebihi 40% kebutuhan garam per hari menurut WHO. Tingginya kandungan garam ini menyebabkan mi instan tidak baik untuk dikonsumsi terlalu sering dan terus menerus, karena dapat meningkatkan resiko hipertensi/tekanan darah tinggi, stroke, dan kerusakan ginjal.
3. Lemak
Tingginya kandungan lemak pada mi instan disebabkan oleh proses penggorengan saat pembuatan membuat mi instan.
Kandungan lemak yang tinggi ini menyebabkan mi instan memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna hingga dapat diserap usus halus. Makanan berlemak tinggi ini dapat memicu peningkatan asam lambung, sehingga harus dihindari oleh penderita penyakit maag.
Selain itu, kandungan lemak dapat meningkatkan kolesterol dalam darah, sehingga bila dikonsumsi setiap hari akan menungkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
4. Karbohidrat
Karbohidrat dalam mi instan yang kita konsumsi akan dicerna menjadi gula yang lebih sederhana kemudian diserap oleh tubuh dan meningkatkan gula darah. Gula darah itu akan meningkatkan kadar insulin. Bila kondisi ini terus menerus terjadi, dapat menimbulkan kondisi ketidakpekaan tubuh terhadap zat insulin, sehingga meningkatkan risiko penyakit diabetes melitus 2.
5. Kalori
Sebungkus mi instan dengan berat sekitar 80 gr dapat menyumbang 300-420 kkal kalori, sekitar 20% dari total energi yang dibutuhkan per harinya, yaitu rata-rata 2.000 kalori (wanita) dan 2.500 kalori (pria).
Meskipun mi instan menyumbang kalori yang cukup besar, mi instan tidak dapat dikonsumsi sebagai pengganti makanan pokok harian karena tidak mengandung gizi yang seimbang dan dapat menyebabkan defisiensi zat nutrisi atau malnutrisi.
6. Monosodium glutamat (MSG) & bahan pengawet dalam mi instan
BPOM sudah mengklarifikasi bahwa baik MSG maupun pengawet yang digunakan dalam mi instan aman untuk dikonsumi. Bahan-bahan yang diizinkan untuk dipergunakan untuk pembuatan makanan dan minuman, tentu sudah diuji terlebih dahulu apakah dapat menimbulkan efek pada kesehatan dan telah diatur takaran penggunaannya.
Untuk MSG sendiri, terkait isu "Chinese restaurant syndrome" dan isu penyebab kegemukan ini merupakan isu yang tidak benar. Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah terkait MSG dapat memberikan dampak bagi kesehatan.Â
Pada tahun 1958, MSG bersama baking powder dan cuka diakui sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Association (FDA). MSG tidak memiliki batasan asupan harian yang khusus karena tidak memiliki batas takaran tertentu yang dapat menimbulkan efek samping atau bahaya bagi kesehatan.
Sedangkan, untuk penggunaan asam benzoate dan metil paraben (Methyl p-hydroxybenzoate) sebagai pengawet. BPOM telah menetapkan agar penggunaannya tidak melebihi batas asupan harian (ADI). Sedemikian rupa agar bila dikonsumi setiap hari secara normal, kandungannya tidak melebihi jumlah maksimum yang dianggap aman, sehingga tidak menimbulkan efek samping bagi kesehatan.Â
- Asam benzoat memiliki ADI: 0-5 mg/kg berat badan
- Metil paraben memiliki ADI: 0-10 mg/kg berat badanÂ
Â
Apa yang terjadi jika kita tidak mengkonsumsi mi instan selama 30 hari?
- Meskipun bukan penderita penyakit Celiac, dengan mengurangi konsumsi gluten, kita dapat mempertahankan kondisi lapisan usus halus yang baik, sehingga penyerapan nutrisi menjadi lebih optimal.
- Kita dapat menurunkan tekanan darah dan risiko hipertensi, serta kerusakan ginjal.
- Kita dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
- Kita dapat mencegah risiko penyakit jantung coroner.
- Kita dapat mencegah menurunkan indeks glikemik atau menurunkan kadar gula darah.
- Kita dapat menjaga kadar A1C (kadar hemoglobin yang terglikasi atau terlapis oleh gula) tetap stabil.
- Kita dapat menurunkan risiko resistensi terhadap insulin dan penyakit diabetes melitus 2.
- Kita mencegah risiko penyakit-penyakit yang disebabkan karena penyerapan gizi yang tidak seimbang.
Semua hal ini dapat terjadi, dengan catatan kita tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat, lemak, dan garam, dan memiliki pola makan yang seimbang selama 30 hari tersebut.
Sebetulnya, karena mi instan menjadi produk pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat setiap harinya, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan gizi dari mi instan ini dengan cara memberlakukan berlaku SK Menteri Kesehatan RI No. 1452/Menkes/SK/X/2003 untuk fortifikasi atau penambahan zat gizi Fe, Zn, vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat pada tepung terigu yang merupakan bahan dasar berbagai jenis pangan, termasuk mi. Penetapan fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A dan fortifikasi yodium pada garam. Â
Selain itu, untuk mendorong kepekaan masyarakat pada kesehatan, BPOM juga memberlakukan logo "pilihan lebih sehat" pada kemasan produk pangan. Untuk produk mi instan dan sejenisnya, BPOM menetapkan batas gizi maksimum yang menjadi persyaratan bagi produk mi instan dan sejenisnya untuk mendapatkan logo pilihan lebih sehat, yaitu:
- Kandungan lemak total maksimum 20 g per 100 g
- Kandungan garam (natrium) maksimum 900 mg per 100 g
Walaupun demikian, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi mi instan terlalu sering. Bukan berarti harus puasa atau tidak makan mi instan selama 30 hari. Tetapi, akan lebih baik jika kita dapat memiliki pola makan yang seimbang dan menyehatkan.
Kalau saya sendiri berhubung mengidap maag, saya membatasi diri untuk mengkonsumsi maksimal 2 kali dalam seminggu. Dan biasanya saya makan mi instan justru setelah makan nasi atau lebih sebagai snack, supaya ada bantalan perut terlebih dahulu karena takut asam lambungnya naik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H