Mohon tunggu...
Melina Nurul Khofifah
Melina Nurul Khofifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hanya Pemikir

Perempuan di awal tahun duapuluhnya yang gemar menguras pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Peraturan Testosterone dan Dampaknya bagi Pelari Perempuan di Olimpiade?

8 Agustus 2021   19:47 Diperbarui: 8 Agustus 2021   20:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan bisa dibilang, 'pemicu' dari peraturan ini adalah Semenya Caster. Ini karena performanya di pertandingan kelewat keren (terlalu cepat) untuk ukuran perempuan. Dalam World Champion di Berlin 2009 dan di London 2017, serta Olympic Games in Rio de Janeiro 2016. Ini kemudian menimbulkan pertanyaan, 'kenapa Semenya secepat itu? Apakah dopping?'

Ternyata tidak bung, Semenya terlahir dengan DSD yang membuatnya memiliki fisik lebih kuat daripada perempuan standar.

Untuk mengatasi atlet yang demikian, lahirlah peraturan oleh International Association of Athletics Federations (IAAF) yang dipublikasikan pada 23 April 2018 dan mulai berlaku sejak 1 November 2018. Peraturan ini judulnya Eligibility Regulations For The Female Classification (Athletes With Differences Of Sex Development).

DSD pada dasarnya memang menjadi perbincangan sendiri, terutama karena dalam aturan secara umum, dunia olahraga hanya memisahkan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan pada perkembangannya ada beberapa orang yang terlahir dengan perkembangan sex yang berbeda. Ini juga pada akhirnya memunculkan reaksi dari organisasi yang bergerak di bidang HAM (Marqueta et al., 2019).

Bagaimana tidak? Aturan ini telah dianggap mendiskriminasi orang-orang dengan kelainan perkembangan seksual. Hingga akhirnya PBB menerbitkan kampanye untuk melawan diskriminasi terhadap intersex (Free and Equal).

Selalu jadi pertanyaan, bagaimana dengan laki-laki dengan kadar testosterone lebih tinggi dari rata-rata? Nggak tahu ya, soalnya ini peraturan cuma buat perempuan.

Dan dalam jurnal "Sport classification regulations for athletes with differences in sexual development (DSD)" oleh Marqueta dkk juga menanyakan. Bukankah laki-laki juga harusnya dibatasi kalau perempuan dibatasi?

"Why should not men who could obtain good results in those Restricted events or any other trial have applied to them regulations similar to those that the IAAF wants to apply to women?"

Jika dilihat, upaya yang dilakukan oleh IAAF dalam hal ini adalah mencapai 'kesetaraan' diantara para pelari perempuan. Tapi pada akhirnya, IAAF mengaburkan aspek 'keadilan' dalam peraturannya.

Block, M. (2021). Olympic Runner Caster Semenya Wants To Compete, Not Defend Her Womanhood. Npr.Ord. 

Imray, G. (2021). EXPLAINER: What exactly are track's testosterone rules? AP News.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun