Mohon tunggu...
Melika Fifany
Melika Fifany Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Aku adalah seorang penulis yang lebih suka berpikir lalu menulis daripada berbicara terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Hati untuk Memanusiakan Manusia

3 Juli 2018   13:30 Diperbarui: 4 Juli 2018   17:02 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah hatimu tergerak untuk sebuah kata 'kemanusiaan' ?

Saat ini kita hidup di zaman yang sudah mengurangi kadar 'kemanusiaan' di dalamnya. Bagaimana tidak, derajat manusia yang seharusnya lebih tinggi dari binatang telah diberlakukan sama seperti binatang bahkan terkadang lebih rendah dari itu. Adakah hal di dunia ini yang bisa mengangkat kembali harkat dan martabat seorang manusia ? Melalui hukum ? Pendidikan ? Politik ? Saya rasa hanya sebuah 'hati' yang mampu mengembalikannya.

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berakal budi, itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Berakal budi untuk membedakan yang baik dan jahat. Berakal budi untuk memperjuangkan eksistensi kehidupannya. Berakal budi untuk memenuhi hasrat dan nafsunya. Berakal budi untuk menerapkan prinsip dan nilai-nilai di dalam kehidupannya. Namun apakah artinya manusia kalau dia tidak memiliki 'hati' ?

Keinginan untuk menjadi yang terbaik, terkuat, terkaya, terpandang, terhormat, tertampan, tercantik, dan ter.. ter.. ter.. lainnya telah mengesampingkan sikap kemanusiaan yang sebenarnya. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, manusia tidak sadarkan diri bahwa dirinya telah menjadi buas.

Kehadiran manusia pada awalnya adalah untuk memperbaiki, mengelola, menjaga dan merawat segala ciptaan di dunia ini. Tetapi semuanya susah untuk dilakukan karena manusia dipenuhi hawa nafsu yang semakin lama semakin besar dan itulah sisi manusia yang manusiawi. Kedagingan di dalam diri manusia telah menggerogoti hati dan pikiran.

Menurutmu, siapakah yang menciptakan peperangan, kesengsaraan, kebinasaan, kelaparan, ketidakadilan ? Tentu saja manusia. Manusia tidak hanya mengeksploitasi bumi, tumbuhan, hewan, tetapi manusia mengeksploitasi manusia lainnya. Segala cara mampu dilakukan hanya untuk memuaskan hasrat yang tak pernah terpuaskan. Kepuasan itu tidak akan terpenuhi jika keinginan manusia tidak terpenuhi. Dan kekejaman manusia tidak akan berhenti, jika persaingan tidak dimenangkan.

Tidak heran jika kita melihat dunia sekitar lebih sering berbicara tentang power dibandingkan respect.

Di tengah - tengah carut marutnya kehidupan manusia di zaman sekarang ini, terkadang kita harus berhenti sejenak dan kembali memikirkan pemulihan untuk kehidupan yang lebih baik. Manusia bukan hanya memiliki akal dan pikiran, tetapi manusia punya hati.

Tidak harus langkah yang besar ketika berbicara tentang memberikan hati untuk sebuah kemanusiaan. Dimulai dari hal kecil. Misalnya, Kita bisa saja menjadi pendengar yang baik untuk sesama, menghibur yang sedih, memberikan perhatian kepada yang lemah, menghormati yang lebih tua, menopang yang lemah, mengantri pada tempatnya, memahami kondisi orang lain, memberikan senyum, tidak berkata kasar, memberikan pujian untuk perbuatan baik yang dilakukan, menyadari kewajiban dan tidak terlalu menuntut hak.

Jika ingin memanusiakan manusia, maka berikan sebuah hati untuk menciptakan rasa di dalamnya. Sebuah hati yang mampu menyentuh sisi kemanusiaan yang paling dasar. Menyentuh dan mengubah segala perilaku yang menyimpang. Apalah artinya ketika kita melakukan semua perbuatan di atas jika tidak ada hati untuk melakukannya, bukankah rasanya akan menjadi hambar ? Ketulusan dan perhatian yang berasal dari hati mampu melembutkan kerasnya pendirian seorang manusia.

Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan, itu namanya berperikemanusiaan. Namun yang lebih besar dari itu adalah ketika hati yang kita punya ini, kita berikan untuk menghangatkan hati manusia lainnya yang telah beku oleh keadaaan. Menghargai manusia dengan kasih yang berasal dari hati tanpa memandang suku, bahasa, agama, ras, status sosial dan ekonomi. Karena semua manusia ingin diperlakukan selayaknya manusia.

  

Melika Fifany

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun