Mohon tunggu...
Meli Hidayanti
Meli Hidayanti Mohon Tunggu... Guru - Educator - Learner

Love Yourself

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ini yang Saya Dapatkan Ketika Menjadi Volunteer

8 Agustus 2020   22:10 Diperbarui: 8 Agustus 2020   22:18 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nanti kapan- kapan kakak balik kesini lagi ya" ujar salah satu anak di desa yang kami tinggali dalam mengemban amanah sebagai relawan pendidikan.

Volunter menurut saya lebih dari seorang relawan, mereka adalah orang yang memuliakan kebaikan dan menebar secercah cahaya untuk kehidupan. Waktu, materil, tenaga, hingga seluruh kemampuan digunakan demi kebahagiaan banyak orang.

Pengalaman pertama menjadi volunteer adalah hal yang tak terlupakan bagi saya. Sekitar 2 minggu lamanya hidup bersama orang baru, tempat baru, dan suasana baru. Melihat dari sisi berbeda sebuah kehidupan dimana selama ini hanya menyibukkan diri dengan kehidupan pribadi.

Awal mengetahui info volunteer dari seorang teman, ia mengunggah berbagai kegiatan kemanusiaan di sosial medianya. Kemudian tertarik dan semakin kepo mengenai komunitas- komunitas volunteer. Mencari tau apa sebenarnya volunteer, bagaimana kegiatannya, dan bagaimana cara bergabung ke dalamnya.

Setelah mengikuti berbagai tahap untuk seleksi dan akhirnya masuk, berikutnya saya ada di tahap pembekalan. Di tahap ini ketekunan dan kesabaran adalah kunci, menyimak setiap materi yang diajarkan, harus selalu hadir, dan yang paling berkesan adalah mencari dana dengan menjual ganci dan Fundrasing F2F (Face to Face).

Seumur hidup baru kali ini saya mencari dana dengan cara mendatangi setiap orang di Lapangan Merdeka, Medan. Harus kuat mental karena berkali- kali ditolak, lebih parahnya lagi hanya diacuhkan. Miris Karena hanya segelintir orang yang mau menyisihkan sedikit rezekinya, padahal dengan Rp 5.000 saja mereka bisa membantu pendidikan di pelosok- pelosok Sumatera Utara.

Saya masih sangat ingat, sewaktu mendatangi satu keluarga yang sedang makan di bazaar makanan Lapangan Merdeka, Medan. Dilihat dari pakaian mereka yang mewah, sepatu ber merk, dan jam mahal, menyakinkan saya untuk datang. 

Menghampiri mereka dengan tutur kata sopan dan wajah tersenyum. "Selamat siang pak, bu..." Sepersekian detik saya menyapa, sang kepala keluarga langsung memberhentikan saya sambil mengatakan "Maaf ya". Batin saya tertohok seketika, memundurkan diri dan mengatakan "Baik pak, maaf mengganggu waktunya. Terima kasih".

Bayangkan segelas es teh senilai Rp 5.000 ternyata bisa memajukan pendidikan di pelosok daerah. Membantu para pejuang untuk melancarkan aksi peduli mereka dan mendapatkan bonus dari Sang Kuasa berupa limpahan pahala. Sayangnya sedikit yang tergerak hatinya. Sekali lagi pelajaran hidup yang saya dapatkan, menghargai orang sekitar dan berbagi pada sesama manusia.

Mempersiapkan mental, ilmu, dan segala keperluan demi anak- anak di pelosok Sumatera Utara adalah kewajiban bagi kami. Bukan hal mudah untuk masuk ke lokasi yang kami tuju. Menaiki kendaraan umum, lalu kesasar, kemudian menaiki angkutan umum lagi, menaiki becak, dan akhirnya sampai.

Seru ternyata kesasar, berhenti di tempat yang belum pernah dilihat sebelumnya. Kebingungan bersama 5 orang teman lainnya dan berfoto ria. Tak henti kami menertawakan diri sendiri sambil mengatakan hal- hal konyol. Bersyukur pernah mengalami hal luar biasa seperti ini.

Rumah iting (sebutan untuk nenek pada Suku Batak Karo) menjadi tempat persinggahan kami. Seorang wanita tua mualaf berusia 90 tahun, bertongkatkan kayu, bermakan sirih merah, dengan rumahnya yang cukup besar. 

Wanita yang dikenal pembersih ini tidak mengizinkan lumut bertengger di halamannya, setiap hari selalu menjatuhkan daun kering yang masih ada dipohon sebelum jatuh ke halaman. 

Ia selalu memilah sampah basah dan kering di rumahnya, begitu pembersih dan juga rajin. Tidak pernah sekalipun kami melihat ia bermalas- malasan di siang hari, selalu hadir ke kebun kecil di sebelah rumah, untuk mengabsen dan menjaga tumbuhan asam miliknya.

Begitu kehidupan baru kami di mulai, banyak hal baru yang menjadi pelajaran seumur hidup. Sedikit banyaknya akan saya jabarkan dalam bentuk point, sebagai berikut:

1. Menghargai Sesama Manusia

Dari hal kecil yang mengajarkan saya bentuk menghargai. Menghargai setiap orang yang hadir di kehidupan, baik yang datang lalu singgah, atau yang datang lalu pergi. 

Selama menjadi volunteer melihat orang lain tersenyum karena diri sendiri, memberikan reward untuk saya, dan mengatakan "wah, ternyata saya masih berguna di muka bumi ini". Membuat saya sadar bahwa kita tidak hanya boleh perduli dengan kehidupan pribadi, namun kita harus perduli ke semua yang ada di bumi.

2. Kerjasama Tim

Rencana tidak akan berjalan jika tidak didukung oleh orang- orang di dekat kita. Kalau kata BTS "Team Work Makes The Dream Work". Beruntung di pertemukan dengan orang- orang baru yang semuanya dari latar belakang pendidikan berbeda. 

Walau awalnya pendapat tidak bisa disatukan, akhirnya kami bisa melewati dan membuat seluruh rencana berjalan dengan lancar. Tercapainya tujuan tim tidak lain karena komunikasi yang baik dan ber do'a kepada- Nya.

3. Berbagi

Saya masuk sambil membawa banyak jajanan ke kelas III SD, yang hanya satu kelas di sekolah tersebut. Sehari sebelumnya kami membuat games edukatif, membagi 5 kelompok dengan anggota 5-6 orang. 

Bagi kelompok yang dapat menggambar pahlawan dan dapat mendeskripsikan perjuangan pahlawan tersebut dengan baik didepan kelas, akan mendapatkan jajanan gratis. Pemenang terdiri dari juara 1, 2, dan 3. 

Kelompok yang akan menang dilihat dari kreatifitas, kelancaran bahasa, dan kekompakan yel- yel. Setelah mendapatkan pemenang, saya dan teman saya membagikan jajanan. 

Tenang, yang tidak menang juga mendapatkan permen gratis kok. Antusiasme anak- anak membuat hati saya luluh, mereka bahagia karena mendapatkan reward dari hasil mereka sendiri. Tidak habisnya mereka mengucapkan terima kasih kepada kami. 

Padahal bagi saya itu hanyalah jajanan biasa, tapi tidak bagi mereka, jajanan itu sangat berharga. Hal yang mungkin kita anggap kecil bukan berarti bagi orang lain kecil juga. Mungkin suatu saat ia akan menceritakan hal itu kepada anak cucunya kelak. Tanpa sadar kita sudah mengubah kehidupannya dari hal kecil yang kita bagi.

4. Menjadi Lebih Dewasa

Sore hari sebelum les mata pelajaran di laksanakan di teras rumah iting, kami berbincang dengan anak- anak desa. Membicarakan hal konyol, lucu, hingga sedih. 

Bertukar informasi bagaimana kehidupan di kota, apa yang kami lakukan disana, bagaimana keseharian anak- anak desa, hingga membicarakan cita- cita mereka. 

Salah satu anak perempuan yang masih duduk dibangku kelas III SD menceritakan kesehariannya, mulai dari bangun jam 5 pagi, lalu mencuci piring dan pakaian di sungai, kemudian memandikan adiknya, menjaga warung sayur milik ibunya, hingga memasak. 

Bayangkan di usia anak- anak yang seharusnya masih bermain sudah melakukan hal- hal berat seperti itu. Dengan kesehariannya, katanya ia sudah terbiasa. 

Bahkan saat kami berbelanja di warung miliki ibunya, ia dengan lihai dan cekatan membungkus yang kami inginkan. Sungguh luar biasa, ini memberikan cerminan diri bahwa saya saja belum mampu sepertinya. Saat juga itu saya berjanji akan menjadi anak yang lebih rajin.

5. Berkomunikasi Dengan Baik

Banyak orang yang saya jumpai di desa. Para pejabat desa, para ibu, bapak, hingga pegawai- pegawai sekolah. Mengajarkan saya untuk berani dan mampu menguasai teknik komunikasi. 

Membicarakan hal yang perlu dan menjalin keakraban dengan semua. Jika komunikasi sudah baik, maka jalan untuk melaksanakan seluruh kegiatan terencana akan terbuka lebar. 

Saya belajar, bahwa gesture dan intonasi saat berbicara sangat penting. Apalagi berhadapan dengan orang yang lebih tua harus selalu menyapa dan tersenyum agar mereka merasa senang dengan kehadiran saya dan teman- teman.

6. Mandiri

Semua dilakukan sendiri, memasak, mencuci, menjemuri pakaian, merapikan rumah, hingga berbelanja. Sempat menangis di hari awal tinggal di desa, 

Karena merasa lelah seharian jadwal selalu penuh hingga jam 11 malam, dan merasa tidak nyaman. Untung teman saya ada yang menenangkan, dia mengatakan semua akan baik- baik saja, kita bisa kok ngejalaninya. 

Dan saya sadar, selemah ini kah saya? Bagaimana nanti kelak saya menjalani hidup sendiri? Berkali- kali diajarkan oleh guru paling ampuh, yaitu pengalaman. Hari ke hari saya mulai terbiasa, bahkan merasa senang dan tak ingin pulang. Ketika sampai rumah pun kebiasaan selama 2 minggu di desa terbawa, hingga satu rumah terheran- heran dengan perubahan saya hahaha.

Sebenarnya masih banyak pelajaran hidup yang di dapatkan dari menjadi seorang volunteer. Selebihnya saya sarankan untuk teman- teman pembaca merasakan langsung bagaiamana volunteer membawa perubahan itu. 

Dari sini mulai mencari komunitas- komunitas yang tertarik dengan isu sosial. Mulai mengikuti berbagai akun bermanfaat di instagram, hingga following saya lebih banyak dari pada followers saya. Tidak lagi bersikap egois yang hanya memperdulikan kehidupan sendiri, dan akan selalu melihat arti kehidupan dari berbagai sisi.

Terima kasih kepada teman- teman volunteer dimana pun kalian berada. Terima kasih telah menghidupkan lilin- lilin kecil hingga ke pelosok daerah. Berharap semoga lilin kecil yang kita hidupkan akan menerangi Indonesia hingga masa yang akan datang. Terima kasih kepada pembaca sekalian telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya.

Sekali mengabdi, selamanya menginspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun