Mohon tunggu...
Meliana Chasanah
Meliana Chasanah Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Writer

Far Eastern Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Waspada, Kerusakan Generasi karena LGBTQ!

6 November 2021   10:30 Diperbarui: 6 November 2021   11:49 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Meliana Chasanah

LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) kini telah berkembang menjadi gaya hidup dan ancaman serius bagi generasi muda. Propaganda yang kemudian berkembang menjadi LGBTQ+ (ada tambahan Q atau queer dan “plus” yang mewakili indentitas seksual lainnya). Maraknya media sosial yang dibubuhi hiburan dengan konten semacam ini sangat mudah muncul di aplikasi seperti TikTok maupun instagram.

Ismail Fahmi, selaku pakar media sosial dan founder aplikasi Drone Emprit, mengungkap data tentang konten negatif tersebut di media sosial. Penelusurannya pada 10 September hingga 9 Oktober terhadap konten negatif komunitas gay, ada 7.751 percakapan di Twitter tentang gay. “Ini spesifik pada gay saja, karena jika ditelusuri lebih dalam tentang yang lain-lainnya pasti akan sangat panjang,” ungkap Fahmi. (republika.id, 30/10/2021)

Tidak sampai di situ, LGBTQ menyerang generasi muda melalui sosok superhero, Superman. Dilansir dari The Guardian, DC Comics telah memutuskan bahwa karakter Superman adalah biseksual. Perusahaan Marvel juga tidak ketinggalan, mereka membuat keputusan karakter Captain America sebagai gay. (republika.id, 30/10/2021)

Di Yogyakarta, ada sebuah pesantren waria yang mengajarkan berbagai hukum Islam seputar ibadah kepada para santri transpuannya (waria). Namun, mereka dibiarkan dalam kesesatannya. Di pesantren tersebut, para santri waria bebas mau salat dengan memakai mukena atau memakai sarung, sesuai kecenderungan masing-masing, bukan sesuai kondisi fisik dan biologis mereka. (merdeka.com, 30/10/2021)

Penerapan sistem sekuler yang menjadikan manfaat sebagai asas kehidupan dan kebebasan berperilaku adalah biang muncul dan maraknya perilaku LGBTQ. Mereka bebas melakukan apa pun karena dijamin oleh hak asasi manusia (HAM).

Akal dan naluri mereka telah mati. Sedangkan orang-orang yang berada di sekitar pelaku cenderung membiarkan dan enggan menasihati. Pemahaman seperti ini yang menghilangkan amar makruf nahi munkar yang seharusnya ditegakkan di tengah-tengah umat. Tidak heran jika LGBTQ tidak dianggap sebagai masalah selama pelakunya menjalankan ibadah mahdhah.

Semakin jauhnya pemahaman umat terhadap ajaran Islam yang sahih. Umat yang terlanjur memahami bahwa cukup menerapkan Islam hanya sebatas ibadah mahdhah, seperti salat, zakat, dan lain sebagainya. Seharusnya pemahaman Islam bukan hanya sekadar agama ritual, melainkan juga sebagai ideologi yang mampu menjadi problem solver berbagai permasalahan umat.

Ketika Islam tidak dijadikan standar dalam berperilaku, maka hawa nafsu yang menjadi penentu. LGBTQ semakin berkembang secara sistematis, diberikan panggung dan bebas melakukan propaganda secara masif dan terstruktur. Bahkan, berbagai lembaga dunia dan tokoh-tokoh liberal memberikan dukungan.

Di balik maraknya LGBTQ, pemerintah Indonesia sendiri tidak mampu mengatasi semua dampak buruk yang diakibatkannya. Penyakit menular HIV/AIDS, pornografi dan pornoaksi, pelecehan seksual pada anak-anak, kerusakan keluarga dan generasi, serta masih banyak lagi. Semua itu nyata terjadi di tengah-tengah masyarakat.

LGBTQ merupakan problem sistemis yang menyangkut banyak faktor, saling terkait satu dengan yang lain. Tentunya membutuhkan solusi yang sistemis juga. Karena LGBTQ terlahir dari sistem ideologi sekuler kapitalisme, sebuah sistem yang banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia. Selama ideologi ini masih bercokol dalam sistem kehidupan masyarakat, maka mustahil problem LGBTQ bisa teratasi. 

Tidak mungkin berharap pelaku LGBTQ bisa sadar dengan sendirinya, jika hanya bersandar pada dakwah para dai dan asatiz, atau berharap kepada para orang tua mampu membentengi anak-anaknya dari perilaku menyimpang ini, sedangkan pelaku LGBTQ berkeliaran di sekitar mereka.

Islam memandang bahwa LGBTQ adalah perilaku seksual yang menyimpang, tidak sesuai fitrah penciptaan manusia. Di dalam Kitab Nizham al-Ijtima’iy, al-'Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan bahwa Allah Swt. memberikan kepada manusia berbagai naluri (gharaa’iz) yang di antaranya adalah naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’).

Gharizah nau’ ini bisa terpuaskan oleh manusia dengan berbagai macam cara. Bisa dengan hubungan lawan jenis, bisa juga dengan hubungan sesama jenis (homoseksual atau lesbian), atau bahkan bisa terpuaskan dengan binatang atau sarana lainnya. Akan tetapi, dari berbagai cara dan sarana tersebut, tidak mungkin mewujudkan lestarinya keturunan kecuali dalam satu kondisi, yaitu pemuasan naluri tersebut oleh seorang laki-laki dengan perempuan, atau sebaliknya. Tentu saja itu dalam ikatan pernikahan syar’i, bukan zina.

Allah Swt. berfirman :

 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS an-Nisa [4]: 1)

Cara pemuasan gharizah nau’ yang bebas tanpa bimbingan dan petunjuk wahyu sangatlah berbahaya. Oleh karena itu, perilaku LGBTQ adalah haram dalam pandangan Islam. Pelakunya mendapat laknat dan layak mendapat sanksi sesuai syariat Islam. Rasul saw. bersabda, “Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas)

Allah menyebut kaum homoseksual yang melakukan sodomi sebagai kaum yang melakukan perbuatan keji (Lihat QS al-A’raf [7]: 80), melampaui batas (Lihat QS al-A’raf [7]: 81) dan disebut sebagai pelaku kejahatan (mujrimiin) (Lihat QS al-A’raf [7] : 84). Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya layak untuk mendapat sebutan “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka di tempat yang Allah Swt. larang.

Lantas, bagaimana solusi untuk mengatasi problem LGBTQ ini?

Pertama, negara akan menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat. Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berorientasi pada pembentukan insan yang beriman dan bertakwa. Insan yang kokoh imannya, serta taat pada seluruh syariat Allah secara sempurna. Inilah yang akan menjadi kendali, yang akan menjaga generasi dari berbagai pemikiran dan budaya yang merusak, seperti LGBTQ.

Kedua, negara akan menyetop penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi, baik sesama jenis maupun berbeda jenis; menyensor semua media yang mengajarkan dan menyebarkan ide-ide LGBTQ; mengedukasi semua lapisan masyarakat, termasuk kaum remaja tentang cara menyalurkan gharizah nau’ dengan benar, yaitu melalui pernikahan syar’i. Negara pun akan memudahkan dan memfasilitasi siapa pun yang ingin menikah dengan pernikahan syar’i.

Ketiga, negara menerapkan sistem ‘uqubat (sanksi) Islam yang akan memberikan efek jera dan mencegah orang melakukan hal serupa. Dalam kitab Nizham al-Uquubat fil Islam, Abdurrahman al-Maliki menyebutkan bahwa sanksi bagi pelaku liwath (homoseksual) adalah dengan membunuhnya, baik muhshan (sudah menikah) maupun ghairu muhshan(belum menikah).

Rasulullah saw. Bersabda :

 “Barang siapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh Kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.” (HR Abu Daud no. 4462, At-Tirmidzi no. 1456 dan Ibnu Majah no. 2561, hadis Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Dengan hukuman (sanksi) yang demikian berat kepada para pelaku liwath, maka akan membuat siapa pun berpikir berkali-kali untuk melakukan hal tersebut. Negara yang sanggup melakukan semua tugas dan tanggung jawab tersebut tidak lain adalah negara khilafah. LGBTQ akan bisa dicegah dan dihentikan hanya oleh khilafah. Di dalam naungan khilafah, umat akan dibangun ketakwaannya, diawasi perilakunya baik oleh negara maupun oleh masyarakat, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggarnya sesuai syariat Islam.

Wallahua’lam bishshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun