LGBTQ merupakan problem sistemis yang menyangkut banyak faktor, saling terkait satu dengan yang lain. Tentunya membutuhkan solusi yang sistemis juga. Karena LGBTQ terlahir dari sistem ideologi sekuler kapitalisme, sebuah sistem yang banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia. Selama ideologi ini masih bercokol dalam sistem kehidupan masyarakat, maka mustahil problem LGBTQ bisa teratasi.
Tidak mungkin berharap pelaku LGBTQ bisa sadar dengan sendirinya, jika hanya bersandar pada dakwah para dai dan asatiz, atau berharap kepada para orang tua mampu membentengi anak-anaknya dari perilaku menyimpang ini, sedangkan pelaku LGBTQ berkeliaran di sekitar mereka.
Islam memandang bahwa LGBTQ adalah perilaku seksual yang menyimpang, tidak sesuai fitrah penciptaan manusia. Di dalam Kitab Nizham al-Ijtima’iy, al-'Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani memberikan penjelasan bahwa Allah Swt. memberikan kepada manusia berbagai naluri (gharaa’iz) yang di antaranya adalah naluri melestarikan keturunan (gharizah nau’).
Gharizah nau’ ini bisa terpuaskan oleh manusia dengan berbagai macam cara. Bisa dengan hubungan lawan jenis, bisa juga dengan hubungan sesama jenis (homoseksual atau lesbian), atau bahkan bisa terpuaskan dengan binatang atau sarana lainnya. Akan tetapi, dari berbagai cara dan sarana tersebut, tidak mungkin mewujudkan lestarinya keturunan kecuali dalam satu kondisi, yaitu pemuasan naluri tersebut oleh seorang laki-laki dengan perempuan, atau sebaliknya. Tentu saja itu dalam ikatan pernikahan syar’i, bukan zina.
Allah Swt. berfirman :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS an-Nisa [4]: 1)
Cara pemuasan gharizah nau’ yang bebas tanpa bimbingan dan petunjuk wahyu sangatlah berbahaya. Oleh karena itu, perilaku LGBTQ adalah haram dalam pandangan Islam. Pelakunya mendapat laknat dan layak mendapat sanksi sesuai syariat Islam. Rasul saw. bersabda, “Dilaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual).” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu Abbas)
Allah menyebut kaum homoseksual yang melakukan sodomi sebagai kaum yang melakukan perbuatan keji (Lihat QS al-A’raf [7]: 80), melampaui batas (Lihat QS al-A’raf [7]: 81) dan disebut sebagai pelaku kejahatan (mujrimiin) (Lihat QS al-A’raf [7] : 84). Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya layak untuk mendapat sebutan “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka di tempat yang Allah Swt. larang.
Lantas, bagaimana solusi untuk mengatasi problem LGBTQ ini?
Pertama, negara akan menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat. Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berorientasi pada pembentukan insan yang beriman dan bertakwa. Insan yang kokoh imannya, serta taat pada seluruh syariat Allah secara sempurna. Inilah yang akan menjadi kendali, yang akan menjaga generasi dari berbagai pemikiran dan budaya yang merusak, seperti LGBTQ.
Kedua, negara akan menyetop penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi, baik sesama jenis maupun berbeda jenis; menyensor semua media yang mengajarkan dan menyebarkan ide-ide LGBTQ; mengedukasi semua lapisan masyarakat, termasuk kaum remaja tentang cara menyalurkan gharizah nau’ dengan benar, yaitu melalui pernikahan syar’i. Negara pun akan memudahkan dan memfasilitasi siapa pun yang ingin menikah dengan pernikahan syar’i.